Hujan Sumber Utama Pengairan Pertanian Indonesia (2)
Oleh
Budiawan Sidik
·3 menit baca
Secara kalender cuaca, bulan Oktober lalu sudah saatnya memasuki musim basah. Namun, di wilayah Jabodetabek hujan belum juga turun hingga minggu kedua. Ada indikasi awal musim hujan agak bergeser mundur ke belakang.
Berdasarkan laporan prakiraan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, pada Oktober lalu mayoritas wilayah Indonesia status hujannya masih bersifat di bawah normal.
Curah hujan rata-rata di bawah 100 mm per bulan. Hanya beberapa daerah yang sudah memasuki curah hujan menengah dan tinggi, seperti wilayah Sumatera bagian utara dan Kalimantan bagian utara.
Pada bulan November saat ini, status hujan diperkirakan mulai rata-rata normal di seluruh Indonesia dan mulai tinggi di sejumlah tempat. Karena itu, hampir bisa dipastikan musim hujan baru mulai pada bulan November ini.
Bergesernya musim ini membuat petani tidak serentak bertanam. Salah satunya di daerah pertanian tanaman sayuran di Desa Kabandungan, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Awal musim tanam pada sejumlah lahan pertanian tidak seragam. Penelusuran penulis di sejumlah sentra penghasil sayur mayur yang memasok pasar-pasar di DKI Jakarta menunjukkan hal itu.
Ada beberapa petani yang sudah mulai tanam mentimun, terong, dan paria pada akhir September lalu. Ada juga yang baru mulai bertanam cabai pada Oktober ini. Namun, ada juga yang belum berani menanam sama sekali.
Berbagai alasan dilontarkan, tetapi pada dasarnya petani memakai patokan yang sama, yakni terkait hujan. Hanya saja, seberapa besar intensitas hujan itu, setiap petani punya ukurannya sendiri-sendiri.
Apabila hujan mulai sering, hampir dapat dipastikan petani akan bersamaan menanam. Namun, jika hujan masih jarang turun seperti saat ini, petani kadang berbeda pendapat tentang awalan musim tanam.
”Saya mungkin baru mulai tanam nanti pada akhir Oktober atau awal November. Menunggu turun hujan seminggu minimal tiga kali. Saya baru berani menanam timun dan terong karena tanaman saya memerlukan air yang banyak, terutama timun,” kata Odes, petani di Megamendung.
”Saya berharap, hujan segera tiba agar bisa segera bertanam seperti teman-teman yang lahannya dekat dengan sumber air atau sungai,” ujar Odes. ”Bila dekat dengan sumber air, tinggal menarik air dengan selang dan mesin pompa sehingga tanaman dapat disirami setiap hari,” lanjutnya.
Hal serupa dikatakan oleh Ahmad, petani mentimun dan cabai yang sudah mempersiapkan lahannya untuk ditanami. ”Bila musim hujan tiba, saya langsung mulai penanaman. Kebetulan lahan saya sudah siap semua, mulai dari pengolahan tanah, pemupukan, hingga penutupan mulsa (plastik penutup tanah agar tidak diserang gulma). Saya harap, hujan segera turun agar tanaman saya segera menghasilkan uang,” tuturnya.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hujan merupakan berkah sekaligus tanda alam yang mengisyaratkan petani untuk memulai penanamannya. Anomali cuaca seperti inilah yang kadang kala dikhawatirkan petani.
Modal sudah dikeluarkan berupa pengolahan tanah dan pembenihan, tetapi hujan belum juga turun meskipun sudah masuk musimnya. Ada bayang-bayang kerugian bagi petani apabila musim kemarau tak kunjung berakhir. (LITBANG KOMPAS)