Wacana kenaikan tarif batas bawah tiket pesawat oleh Kementerian Perhubungan kembali mencuat setelah musibah kecelakaan Lion Air PK-LQP di perairan Karawang, Jawa Barat. Rencana evaluasi atas tarif batas bawah penerbangan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berdasarkan harga minyak dunia dan depresiasi nilai rupiah.
Diharapkan, kenaikan ini juga akan mendukung maskapai penerbangan memberikan pelayanan dan jaminan yang baik kepada konsumen. Akan tetapi, kabar ini menimbulkan spekulasi dan asumsi yang beragam dari masyarakat, termasuk kaitan langsung antara harga tiket yang murah dan faktor keamanan penumpang.
Namun, sesungguhnya, tarif pesawat yang murah hanya berkaitan langsung dengan tingkat pelayanan dan kenyamanan konsumen. Sementara faktor keamanan penerbangan dan penumpang sudah menjadi kewajiban maskapai penerbangan, berapa pun harga tiketnya.
Kabar mengenai tarif batas bawah (TBB) ini seakan mengulang kembali kejadian pada Januari 2015 (Kompas, 5 Januari 2015). Menurut pemberitaan Kompas, kala itu Menteri Perhubungan Ignasius Jonan memutuskan untuk menaikkan TBB dari 30 persen tarif batas atas menjadi 40 persen batas atas.
Kenaikan itu dilakukan agar maskapai penerbangan bisa memberikan pelayanan kepada penumpang, menaikkan aspek keselamatan, dan melakukan pemeliharaan pesawat. Keputusan ini diambil tepat setelah peristiwa kecelakaan yang dialami AirAsia QZ 8501 di Selat Karimata, 28 Desember 2014.
Terkait kenaikan TBB yang akan memengaruhi harga tiket penerbangan komersial, publik perlu mengetahui adanya komponen-komponen lain yang dipertimbangkan dalam tiket penerbangan yang dibeli. Setidaknya ada lima komponen mendasar yang memengaruhi harga tiket penerbangan, salah satunya harga dasar (basic fare) atau TBB. Selain itu, terdapat empat komponen lain, yaitu pelayanan jasa penumpang pesawat udara, biaya pajak, asuransi, dan biaya administrasi disertai biaya lain yang ditetapkan maskapai penerbangan.
Berdasarkan rincian tersebut, murah atau mahalnya tiket penerbangan memang menjadi kebijakan tersendiri dari setiap maskapai penerbangan. Adapun variasi harga tersebut seharusnya ditentukan berdasarkan tingkat kenyamanan dan fasilitas yang diberikan. Artinya, semakin mahal harga tiket penerbangan, bukan berarti keamanan selama penerbangan akan semakin terjamin, demikian pula sebaliknya.
Meskipun demikian, secara tidak langsung harga tiket penerbangan memang berkaitan dengan kinerja maskapai penerbangan dalam memberikan kepuasan dan keselamatan penumpang. Maskapai penerbangan yang memiliki alokasi dana memadai tentu akan optimal dalam menjaga kepercayaan konsumen. Hal ini dapat dinilai dari pemeliharaan armada, fasilitas, pelayanan, dan kesejahteraan karyawan.
Harga rendah, tetapi terjamin?
Maskapai penerbangan Lion Air memang tergolong menjual tiket lebih murah dibandingkan dengan maskapai penerbangan lain. Hal ini bukan berarti pihak Lion Air sengaja mengabaikan faktor kenyamanan dan keamanan penumpang. Harga yang tergolong murah ini karena Lion Air masuk kategori ”maskapai penerbangan bertarif rendah” atau low cost carriers.
Di Indonesia, Lion Air bukan satu-satunya maskapai penerbangan yang masuk kategori ini. Masih ada tiga maskapai penerbangan lain, yaitu Citilink, AirAsia, dan Wings Air. Lebih luas lagi, di dunia terdapat 265 maskapai bertarif rendah.
Bagaimanapun, konsumen menjadi pemeran utama dalam menentukan pilihan untuk menikmati penerbangan yang aman dan nyaman. Informasi mengenai rekam jejak kinerja maskapai penerbangan justru seharusnya menjadi pertimbangan matang bagi calon penumpang. Dengan data itulah, kebijakan membeli tiket penerbangan tidak hanya terkait harga. (YOHANES MEGA HENDARTO/LITBANG KOMPAS)