Ujian Kesetiaan Pangeran Charles
Di Inggris, menjadi raja atau ratu adalah persoalan keturunan dan giliran. Faktor keturunan berarti harus memiliki keterkaitan darah bangsawan raja atau ratu. Faktor berikutnya lebih mengarah pada dimensi waktu yang tidak dapat ditebak panjang atau pendeknya dan juga cepat atau lambatnya.
Demikian yang dialami Pangeran Charles yang berada di urutan pertama calon ahli waris takhta Inggris berikutnya. Sebagai pangeran, darah bangsawan mengalir di tubuhnya. Namun, untuk menjadi raja berikutnya, sang pangeran harus sabar menunggu.
Ibunya, Elizabeth II, dinobatkan sebagai Ratu Inggris pada 1953 dan tercatat sebagai monarki Inggris yang paling lama bertakhta sepanjang sejarah. Ratu Elizabeth II melewati nenek moyangnya, Ratu Victoria, yang 63 tahun berada di takhta Inggris. Saat ini, Ratu Elizabeth II berusia 91 tahun, berarti ia sudah bertakhta selama 65 tahun di Kerajaan Inggris.
Sepanjang itulah masa penantian Pangeran Charles sebagai calon ahli waris takhta Inggris. Jika dibandingkan dengan masa pemerintahan kabinet, setidaknya sang pangeran telah mengalami pergantian 14 perdana menteri Inggris.
Pangeran Charles lahir di Istana Buckingham pada 14 November 1948. Ia menikah dengan Lady Diana, yang kemudian bergelar Princess of Wales, tahun 1981. Pangeran Charles memiliki dua putra, William dan Harry. Ia bercerai dengan Diana pada 1996 dan menikah kembali dengan Camilla Parker, yang kemudian bergelar Duchess of Cornwall, pada 2005.
Dengan status sebagai calon ahli waris takhta Inggris sejak berumur 4 tahun, saat ibunya dimahkotai menjadi ratu, status Pangeran Charles semakin lama diwarnai dengan tugas-tugas sang ratu yang bisa diwakilkan kepadanya.
Bagi anggota keluarga Kerajaan Inggris, hal tersebut sebetulnya wajar mengingat tugas seluruh anggota kerajaan secara umum adalah mendukung tugas sang ratu, mulai dari mewakili ratu secara resmi dalam acara kenegaraan sampai dengan membalas ribuan surat yang dialamatkan kepada ratu.
Bantuan dari seluruh anggota keluarga kerajaan memang dibutuhkan Ratu Inggris karena banyaknya kegiatan resmi tahunan yang sangat padat. Kegiatan itu antara lain melakukan 2.000 kerja sama resmi di seluruh Inggris Raya dan dunia, menjadi ketua atau patron pada lebih dari 3.000 organisasi, membalas 100.000 surat yang diterima setiap tahun, serta mengorganisasi sekitar 7.000 orang untuk menjamu tamu setiap tahun dalam acara resmi kerajaan.
Akan tetapi, tugas paling banyak tetap berada di pundak Pangeran Charles sebagai anak tertua. Walaupun tak memiliki kewajiban konstitusional yang menuntutnya, hari-hari sang pangeran disibukkan dengan membantu ratu dalam berbagai tugas. Pangeran Charles ada di hampir setiap acara penting kerajaan. Sang pangeran memiliki tiga tugas utama dalam membantu ibunya.
Pertama, Pangeran Charles mendukung ratu dalam perannya sebagai simbol serta fokus kebanggaan, kesatuan, dan kesetiaan bangsa. Kedua, Pangeran Charles juga bekerja sebagai pengusaha sosial (social entrepreneur).
Ia menginisiasi, memimpin, dan mengorganisasi berbagai badan amal. Selain itu, melalui dorongan dan contoh nyata, Pangeran Wales ini menekankan pentingnya kegiatan pelayanan dan sukarelawan.
Ketiga, Pangeran Charles juga mempromosikan serta melindungi tradisi, nilai-nilai, dan keunggulan nasional. Hal itu antara lain mendukung kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat pedesaan, mendorong pertanian berkelanjutan, serta mempromosikan toleransi.
Selain membantu sang ibu, Pangeran Charles juga memiliki badan amal sendiri serta menjadi patron bagi lebih dari 400 badan amal ataupun organisasi profesi. Oleh karena itu, setiap tahun ia harus menghimpun dana sebesar 100 juta pound sterling untuk mendanai berbagai organisasi amal yang ia kelola.
Dengan kegiatan resmi yang silih berganti setiap hari, Duke of Cornwall ini dikenal sebagai pribadi pekerja keras yang bekerja sampai larut malam. Bahkan, bagi kedua putranya, Pangeran Charles adalah sosok yang bekerja tujuh hari dalam satu minggu, yang sering makan malam terlalu malam, dan tertidur dengan dokumen-dokumen di wajahnya.
Dalam wawancara eksklusif untuk persiapan ulang tahun ke-70 sang ayah, Pangeran William berpesan bahwa Pangeran Charles perlu lebih meluangkan waktu untuk cucu-cucunya. Dalam beberapa kesempatan, Pangeran Wales ini dikenal sebagai seorang kakek yang hangat terhadap cucu-cucunya.
Wawancara tersebut tersuguh dalam film dokumenter satu jam dengan sutradara John Bridcut untuk menyambut ulang tahun sang pangeran. Film tersebut juga menampilkan kesan dari putra keduanya, Pangeran Harry. Pangeran Harry mengingat dukungan sang ayah saat ia menikah dengan Meghan Markle.
Ia meminta Pangeran Charles untuk menjadi pendamping bagi calon istrinya di gereja karena sang calon mertua tak dapat hadir. Menurut Pangeran Harry, sang ayah lantas berkata, ”Ya, tentu saja. Aku akan melakukan apa pun yang Meghan butuhkan. Aku di sini mendukungmu.”
Pengalaman tersebut sangat membekas bagi Pangeran Harry karena sebenarnya tak ada keharusan bagi sang ayah untuk berjalan menjadi pendamping sang calon menantu, yang kemudian bergelar Duchess of Sussex, pada Mei 2018.
Film dokumenter yang disiapkan selama satu tahun ini merupakan tayangan eksklusif bukan hanya karena sang sutradara mendapat akses untuk mengikuti kehidupan formal dan harian sang pangeran serta keluarganya sepanjang waktu. Lebih daripada itu, eksklusivitas tayangan ini muncul karena sang pangeran jarang tampil dalam wawancara khusus menyangkut isu-isu sensitif mengenai pribadinya.
Dua puluh empat tahun kemudian, dalam film dokumenter untuk menyambut ulang tahun ke-70 ini, Pangeran Charles ditampilkan sebagai calon ahli waris takhta Inggris yang mengemban semakin banyak tugas untuk mendukung tugas ratu, tetapi masih merasa bahwa masih banyak hal yang harus dilakukan.
Di dalamnya, ditanyakan juga hal-hal yang sensitif menyangkut posisi sang pangeran sebagai ahli waris takhta Inggris dan pandangan bahwa dirinya dianggap suka campur tangan terhadap persoalan politik di Inggris.
Dalam posisinya sebagai calon ahli waris takhta Inggris, Pangeran Charles semakin sadar bahwa tidak elok untuk berpikir menjadi raja karena hal itu berarti mengharapkan ratu saat ini, yaitu ibunya, Elizabeth II, segera mangkat.
Demikian juga dengan mereka yang menempati urutan setelahnya, seperti Pangeran William diikuti putra-putrinya, Pangeran Harry, Pangeran Andrew, dan urutan selanjutnya. Semuanya harus puas dengan status calon ahli waris takhta, sekaligus harus siap-siap bergeser urutan apabila lahir anggota kerajaan baru dari nomor urut di atas mereka.
Terhadap pandangan bahwa dirinya dianggap suka campur tangan, Pangeran Charles menyatakan, istilah campur tangan terhadap tindakannya adalah suatu luapan dari semangat yang menyala-nyala terhadap suatu isu.
Ia menceritakan bahwa semenjak kecil, dirinya telah didorong untuk terlibat aktif oleh para pemimpin politik di zamannya. Bahkan, ia diajak ikut dalam rapat kabinet serta briefing yang diadakan perdana menteri.
Pangeran Charles dikenal dengan perjuangannya terhadap tiga isu besar, yakni isu lingkungan, warisan budaya, dan orang muda. Pangeran Charles menyatakan, tindakannya saat ini tentu akan berbeda dengan tindakan seorang raja.
Tindakan seorang raja diatur oleh konstitusi, tidak dapat seenaknya. Bahkan, ia menambahkan, dirinya tidak akan bertindak bodoh apabila berada dalam kapasitas sebagai raja. Saat ini ia adalah Prince of Wales, sang ahli waris takhta, bukan raja Inggris, sehingga tindak-tanduk dan perilaku yang dituntut untuk seorang raja tidak dapat dikenakan kepadanya.
Charles sadar akan tegangan yang bakal dihadapinya sebagai raja nantinya dan menyatakan tingkah lakunya akan berubah. Hal itu merupakan konsekuensi dari peran baru yang mungkin akan dia alami.
Menurut Charles, menjadi raja adalah peran yang harus dijalankan sesuai tuntutan yang diharapkan orang tentang bagaimana seharusnya tindakan seorang raja.
Pernyataan tersebut disambut oleh koran-koran Inggris sebagai sebuah pernyataan penting mengingat pada 2015 publik Inggris dikejutkan dengan dibukanya 27 memo yang ditujukan kepada tujuh departemen pemerintahan dalam pemerintahan Tony Blair dari September 2004 sampai Maret 2005.
Memo-memo yang disebut sebagai ”black spider” karena terdapat tulisan tangan dan penggunaan tanda seru tersebut dipublikasikan setelah melewati 10 tahun perjuangan di pengadilan. Atas nama kebebasan mendapatkan informasi, jurnalis harian The Guardian memperjuangkan untuk publikasi memo-memo tersebut sampai melibatkan 16 hakim dalam prosesnya.
Di dalamnya terlihat berbagai isu yang disampaikan Pangeran Charles kepada para petinggi pemerintahan politik Inggris, seperti isu penambahan perlengkapan terhadap prajurit di Irak.
Diungkapnya memo-memo tersebut menunjukkan bahwa Pangeran Charles ikut memengaruhi kebijakan politik di Inggris, suatu hal yang terlarang dilakukan oleh raja Inggris.
Dengan cap sebagai pangeran yang suka campur tangan, pernyataan Pangeran Charles di film dokumenter yang berjudul Prince, Son, and Heir: Charles at 70 ini menjadi santapan media Inggris dalam berita utamanya.
Surat kabar seperti The i, Daily Express, dan Daily Telegraph menjadikan pernyataan sang pangeran seperti obat untuk membersihkan gambaran dirinya sebagai pangeran yang suka campur tangan.
Foto Pangeran Charles diletakkan di muka dengan tulisan besar, ”Saya Tidak Sebodoh Itu”, yang berarti tidak akan bertindak tidak netral apabila kelak menjadi raja.
Media di Inggris juga menempatkan ucapan sang pangeran sebagai sebuah janji yang diucapkan di muka publik. Untuk pertama kali menjelang ulang tahunnya yang ke-70, Pangeran Charles berjanji untuk berhenti mencampuri persoalan politik saat dia menjadi raja nanti.
Selamat ulang tahun, Pangeran Charles! Semoga masih ada masanya janji itu dapat dituntaskan. (LITBANG KOMPAS)