Mencegah Tragedi Perang Dunia
Seratus empat tahun yang lalu, tepatnya 28 Juni 1914, Putra Mahkota Kekaisaran Austria-Hongaria Francis Ferdinand tewas bersama istrinya karena ditembak di kota Sarajevo. Kematian Pangeran Ferdinand menjadi pemicu perang besar selama empat tahun yang kemudian disebut Perang Dunia I. Perang tersebut melibatkan sejumlah negara dengan sekutunya di masing-masing pihak.
Satu bulan sesudah pembunuhan Pangeran Ferdinand, Kekaisaran Austria-Hongaria memaklumatkan perang melawan Serbia yang dituduh berada di balik pembunuhan.
Perang semakin meluas melibatkan sejumlah pihak, terutama sejak Rusia ikut membantu Serbia. Jerman yang satu sekutu dengan Austria-Hongaria kemudian ikut andil berperang melawan Rusia.
Perang makin melebar setelah Perancis ikut masuk. Perancis yang dikenal dekat dengan Rusia lalu bergabung dengan blok Rusia-Serbia. Kekuatan kubu Rusia semakin bertambah, setelah Inggris ikut bergabung.
Permusuhan yang awalnya hanya terjadi antara Austia-Hongaria dan Serbia melebar menjadi pertempuran besar yang hampir membakar seluruh Benua Eropa.
Bulgaria dan Turki yang kurang senang dengan Rusia memilih memihak Jerman. Romania kemudian bergabung dengan blok Rusia, sedangkan Portugal dan Yunani menjadi sekutu Perancis.
Kompas mencatat sejumlah pertempuran hebat di perang yang berlangsung selama 1914-1918 tersebut. Misalnya saat pasukan Jerman di bawah komando Jenderal Paul von Hindenburg berhasil memukul mundur serangan Rusia pimpinan Samsonov yang berusaha memasuki kota Tannenberg, Jerman. Pertempuran 26-29 Agustus 1914 itu berakhir dengan kematian sedikitnya 30.000 personel pasukan Rusia.
Pertempuran besar lainnya terjadi di Verdun dan Somme, Perancis, yang melibatkan tiga negara, yakni Jerman, Inggris, dan Perancis. Perang berlangsung hampir 5 bulan hingga 18 November 1916.
Perang darat tersebut mengakibatkan sekitar 650.000 tentara Jerman tewas dan luka-luka, sementara korban lainnya adalah 420.000 prajurit Inggris dan 195.000 orang tentara Perancis.
Ada pula pertempuran laut yang terjadi antara Inggris dan Jerman di perairan Jutland pada 31 Mei 1917. Pertempuran yang sering disebut Battle of Jutland ini terjadi di lepas pantai Denmark dan Norwegia dengan melibatkan lebih dari 250 kapal perang di kedua belah pihak.
Pertempuran antara Inggris dan Jerman itu berakhir dengan tenggelamnya tiga kapal penjelajah tempur, tiga kapal penjelajah ringan, delapan kapal perusak dengan lebih dari 6.000 orang korban meninggal di pihak Inggris. Di pihak Jerman, satu kapal komando, satu penjelajah tempur, empat penjelajah ringan, lima perusak dan lebih dari 3.000 prajuritnya gugur (Kompas 15/8/1994).
Perang berakhir 11 November 1918 seusai Jerman menandatangani kesepakatan gencatan senjata. Delapan bulan kemudian, di dalam Pakta Versailles, 28 Juni 1919, disebutkan, Jerman harus membayar ganti rugi akibat peperangan. Sementara Kerajaan Austria-Hongaria dibubarkan.
Perang Dunia I mengakibatkan 10 juta prajurit gugur, belum termasuk korban sipil. Peringatan satu abad berakhirnya Perang Dunia I digelar di Perancis pada 10 dan 11 November 2018. Sebanyak 70 pemimpin negara berkumpul ke kota Paris mengenang tragedi perang dunia.
Presiden Perancis Emmanuel Macron yang menjadi tuan rumah acara ini memulai rangkaian acara dengan jamuan makan malam di Museum Orsay, Paris. Puncak acara diadakan di Monumen Makam Prajurit Tidak Dikenal di Paris.
Dampak perang selalu meninggalkan bencana dan trauma kemanusiaan. Meminjam istilah Mannheimer Morgen, surat kabar Jerman, sebagai ”Narben bis heute sichtbar” atau bekas luka yang masih tampak hingga sekarang.
Bekas peperangan di perdesaan dan wilayah-wilayah kota di Jerman masih dapat ditemukan hingga hari ini. Karenanya, membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan keadaan setelah perang. Pemulihan bukan hanya menyentuh aspek fisik bangunan, melainkan juga ingatan dan sejarah kelam perang tersebut.
Koran Inggris, Daily Mail, melukiskan tragedi peperangan tersebut dengan kata ”Never Forget”. Perang Dunia I merupakan sebuah peristiwa yang tidak akan pernah terlupakan. ”Inilah saat kami memberi penghormatan kepada mereka yang hilang satu abad lalu,” tulis Daily Mail.
Hal senada juga ditampilkan koran Luxemburger Wort yang menampilkan liputan khusus tentang satu abad berakhinrya Perang Dunia I. Luxemburger Wort memberi berjudul ”Urkatastrophe des 20. Jahrhunderts” yang menggambarkan perang tersebut sebagai malapetaka di abad ke-20.
Koran terbitan Luksemburg itu menyoroti tentang betapa besar korban jiwa akibat peperangan. Korban dalam satu medan perang, yakni di Verdun, Perancis, menelan hingga 300.000 jiwa. Besarnya korban yang jatuh menjadi malapetaka yang pernah terjadi dalam peradaban dunia.
Belajar dari peristiwa perang tersebut, tujuan perdamaian merupakan sesuatu yang harusnya diperjuangan setiap negara. Harian The New York Times mengingatkan bahwa saat ini Eropa sedang menghadapi ancaman baru, yakni lalainya generasi mendatang tentang betapa mahalnya harga perdamaian.
Artikel di halaman pertama yang berjudul ”Century Later, War’s Demons Revisit Europe” mencuatkan pertanyaan ”Apakah seseorang harus mengalami dan melihat sendiri sebuah tragedi untuk bisa menghargai perdamaian?”
Veteran Perang Dunia I yang terakhir telah meninggal pada 2012, sedangkan veteran Perang Dunia II semakin hari semakin berkurang. Suatu saat, peristiwa kelam Perang Dunia I dan II akan terlupa dan disharmoni relasi antarnegara berpotensi memicu konflik dan peperangan.
Beberapa konflik laten mengintai Benua Eropa. Rusia dan Amerika Serikat sedang bermasalah dengan kelanjutan perjanjian pembatasan persenjataan. Pada Oktober 2018, AS meninggalkan perjanjian tersebut. Padahal, perjanjian produk era Perang Dingin tersebut merupakan salah satu penjaga kestabilan kawasan Eropa.
Kesepakatan bertujuan mulia agar negara besar tak memproduksi senjata yang dapat mengancam negara lain. Uni Eropa meyakini keluarnya AS dari traktat akan memicu perlombaan senjata dan membawa instabilitas yang lebih besar. Eropa mulai meningkatkan kewaspadaan mempertahankan diri menghadapi Rusia.
Selain itu, muncul juga konflik Inggris dengan Uni Eropa terkait isu Brexit. Pemerintah Inggris masih alot bernegosiasi dengan pemimpin Uni Eropa untuk membahas kesepakatan terkait Brexit.
Persoalan yang juga dapat memicu ketegangan di Eropa adalah keputusan sepihak Rusia mencaplok negara bekas Uni Soviet, Krimea, pada 2014.
Momentum peringatan berakhirnya Perang Dunia I memberikan pesan perdamaian dunia. Presiden Perancis Macron mengajak para kepala negara memperkuat sikap multilateralisme.
Hubungan kerjasama antarnegara harus selalu ditujukan demi kepentingan perdamaian dan kestabilan dunia. Ini perlu ditegaskan karena berakhirnya Perang Dunia I ternyata tidak mengurangi berkembangnya konflik-konflik teritorial, etnis, dan bangsa-bangsa di dunia. (LITBANG KOMPAS)