Risiko Tinggi Tak Surutkan Bisnis Penerbangan
Terus tumbuh dan berkembang walaupun musibah selalu mengintai setiap saat. Hal itu menggambarkan bisnis penerbangan dunia saat ini. Para investor terus berlomba-lomba menambah armada dan memperluas rute penerbangan meskipun ancaman kecelakaan selalu mengintai sepanjang waktu. Setiap tahun, dari berbagai penjuru dunia, selalu terkabarkan terjadi musibah penerbangan. Mustahil tampaknya dunia aviasi global dapat meraih status zero accident.
Meskipun penuh risiko dan berpeluang mengancam keselamatan jiwa, bisnis penerbangan sipil justru kian diminati investor dan juga konsumennya. Satu indikasinya terlihat di data Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) yang menunjukkan terjadi penambahan kapasitas penumpang dan lalu lintas penumpang di seluruh dunia. Pada kurun 2014-2017, rata-rata terjadi penambahan kapasitas penumpang sebesar 6,7 persen per tahun.
Investor menambah armada pesawat atau meng-upgrade pesawat menjadi lebih besar untuk menaikkan kapasitas angkut. Langkah investor ini untuk meningkatkan layanan seiring dengan bertambahnya lalu lintas penumpang di seluruh dunia sebesar 7,2 persen per tahun.
Indikator lain yang menunjukkan semakin tumbuhnya bisnis aviasi sipil itu adalah bertambahnya jumlah keberangkatan pesawat. Menurut laporan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), pada 2014-2017, rata-rata terjadi kenaikan jumlah penerbangan pesawat secara global sekitar 1,3 juta penerbangan untuk mengakomodasi pertambahan jumlah penumpang sekitar 225 juta orang per tahun. Pada 2017, terdapat 36,6 juta penerbangan yang mampu mengangkut sekitar 4,1 miliar penumpang ke seluruh penjuru dunia.
Relatif tingginya peningkatan jumlah penumpang itu menandakan transportasi udara kian menjadi kebutuhan utama masyarakat dunia. Efisiensi waktu merupakan salah satu alasan utamanya. Selain itu, juga karena tingginya tingkat keamanan dan keselamatan penumpang di pesawat. Meskipun setiap tahun selalu terjadi kecelakaan pesawat, moda ini tetap merupakan sarana transportasi teraman.
Sebagai ilustrasi, tahun 2014 terjadi sebanyak 97 kali kecelakaan pesawat di seluruh dunia dengan delapan kecelakaan paling fatal. Korban tewas mencapai 911 jiwa atau terbanyak dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan catatan ICAO, pada tahun ini total penerbangan dunia berkisar 32 juta penerbangan dengan angka accident rate berkisar pada angka 3. Artinya, dalam satu juta penerbangan, hanya terjadi tiga kali kecelakaan, itu pun belum tentu berujung fatal. Dengan kata lain, peluang terjadinya kecelakaan pesawat sangat kecil.
Sekarang, coba bandingkan dengan angka accident rate di jalan raya. Di Indonesia, pada tahun 2017, berdasarkan catatan WHO, angka accident rate-nya 16,64 dengan jumlah korban jiwa hampir 40.000 jiwa. Itu baru angka korban tewas di jalan raya yang ada di Indonesia, belum termasuk negara-negara lain di dunia. Jadi, hingga saat ini, pesawat adalah salah satu sarana teraman di dunia.
Selain efisien dan aman, ada faktor lain yang turut mendorong naiknya minat masyarakat dunia menggunakan sarana transportasi udara, yakni adanya tarif lebih murah atau low cost carrier (LCC). Hampir semua maskapai saat ini memiliki anak usaha penerbangan atau rute yang bertarif relatif murah untuk menarik minat konsumen.
Peranan LCC ini memiliki arti penting dalam mendongkrak pertumbuhan penumpang pesawat. Pada 2005, sekitar 984 juta orang atau 28 persen penumpang pesawat dunia menggunakan tarif LCC. Angka ini akan terus meningkat pada kisaran minimal 10 persen setiap tahun. Jadi, tak heran, banyak perusahaan berlomba-lomba dalam menyediakan sarana LCC tersebut. Tak terkecuali di Indonesia, seperti Citilink, Indonesia AirAsia, Lion Air, dan Wings Air.
Rute padat menguntungkan
Semakin banyak penumpang terbang akan semakin besar mendatangkan omzet bagi maskapai udara. Menurut data IATA, pada 2014-2017, omzet pendapatan penerbangan maskapai di seluruh dunia rata-rata berkisar 730 miliar dollar AS per tahun.
Keuntungan bersihnya setahun rata-rata 30 miliar dollar AS. Pendapatan dan keuntungan ini terdistribusi ke setiap maskapai di sejumlah negara di dunia. Di wilayah yang memiliki pesawat dan rute penerbangan terbanyak, maskapai di wilayah bersangkutan akan mendapatkan keuntungan yang juga lebih banyak.
ICAO membagi wilayah penerbangan di dunia ke dalam lima bagian, yakni Afrika, Asia, Eropa, Timur Tengah, serta Amerika Latin dan Utara. Dari kelima daerah itu, wilayah Amerika Latin dan Utara adalah daerah dengan lalu lintas penerbangan terpadat di dunia. Rata-rata setahun sekitar 36 persen lalu lintas penerbangan dunia berasal dari wilayah ini. Berikutnya, wilayah Asia 30 persen, Eropa berkisar 25 persen, Timur Tengah hampir 5 persen, dan Afrika 2,5 persen.
Tingginya lalu lintas penerbangan itu linear dengan tingkat pendapatannya. Wilayah Amerika Latin dan Utara sebagai daerah terpadat jalur udaranya setiap tahun rata-rata mendapatkan keuntungan bersih terbesar, sekitar 16 miliar dollar AS. Posisi selanjutnya terpaut cukup jauh, yakni Asia dan Eropa.
Kedua daerah ini hampir sama keuntungannya, berkisar 6,7 miliar dollar AS per tahun. Timur Tengah mendapat margin laba lebih kecil lagi, sekitar 1,4 miliar dollar AS per tahun, dan Afrika untuk saat ini masih merugi. Rata-rata kerugian di wilayah Afrika sekitar 0,5 miliar dollar AS per tahun.
Perbedaan pendapatan dan keuntungan tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah konektivitas antarkota atau wilayah di daerah bersangkutan yang terhubung lewat jalur udara. Bisa dikatakan, hampir seluruh wilayah Amerika, terutama Amerika bagian utara, memiliki konektivitas yang relatif bagus dan terhubung dengan pesawat dengan mudah.
Hampir semua kota terhubung dengan bandara dan memiliki konsumen yang senantiasa mengandalkan moda transportasi udara. Tak heran apabila daerah tersebut memiliki pendapatan dan keuntungan yang lebih banyak daripada wilayah lain.
Namun, di balik keuntungan itu, juga terselip potensi ancaman yang membahayakan. Tingginya lalu lintas udara di wilayah Amerika membuat daerah ini merupakan daerah paling rawan terjadi kecelakaan pesawat penumpang sipil.
Pada rentang 2014-2017, rata-rata sekitar 42 persen kecelakaan pesawat di dunia terjadi di wilayah Amerika Latin dan Utara. Rata-rata accident rate per tahun sebesar tiga kali per sejuta penerbangan. Peringkat ini menduduki yang kedua terbawah setelah Afrika yang memiliki accident rate sebesar 5,6 per tahun.
Prospek Menjanjikan
Di masa mendatang, wilayah Asia akan menjadi daerah yang memiliki potensi besar bagi kemajuan transportasi penerbangan udara sipil di dunia. Apabila dilihat dari segi keuntungan bisnis, memang saat ini masih dikuasai oleh maskapai dari wilayah Amerika Latin dan Utara. Namun, bukan tidak mungkin akan bergeser atau setidaknya dapat tersaingi.
Maskapai dari wilayah Asia-lah yang kemungkinan besar akan mampu bersaing dengan maskapai dari wilayah Amerika tersebut. Beberapa indikasinya terlihat dari sejumlah faktor, antara lain perkembangan lalu lintas penerbangan, kapasitas penumpang, jumlah keberangkatan pesawat, dan angka kecelakaan.
Pada kurun 2014-2017, perkembangan lalu lintas penumpang di wilayah Amerika hanya tumbuh sekitar 5 persen per tahun karena pertumbuhan jumlah kapasitas tempat duduknya atau penumpang hanya berkisar 4,6 persen. Hal ini mengindikasikan wilayah Amerika secara umum sudah relatif jenuh lalu lintas penerbangannya. Hampir semua wilayah terhubung dengan baik. Dengan kata lain, hampir mendekati titik optimum sehingga perkembangannya relatif kecil.
Kondisi tersebut berbeda dengan Asia yang tampaknya masih bersemangat mengembangkan rute baru dan meningkatkan jalur lalu lintas yang lebih banyak. Asia memiliki rata-rata pertumbuhan lalu lintas penumpang hampir 10 persen dan penambahan kapasitas penumpang hampir 9 persen per tahun. Perkembangan di wilayah Asia ini merupakan yang terbesar di dunia.
Apabila melihat besaran persentasenya, sebetulnya penerbangan di wilayah Timur Tengah adalah yang terbesar karena pertumbuhan lalu lintas dan kapasitas penumpangnya masing-masing sudah di atas 10 persen. Namun, karena jumlah keberangkatan pesawat di Timur Tengah masih relatif kecil, yakni sekitar 1 juta penerbangan, secara riil Asia adalah wilayah paling besar pertumbuhannya.
Dengan jumlah keberangkatan pesawat tahun 2017 hampir menyentuh 12 juta penerbangan, wilayah ini akan sangat menggiurkan bagi bisnis transportasi udara. Apalagi didukung tren pertumbuhan lalu lintas penumpang dan kapasitas angkut yang sangat tinggi di dunia. Bukan tidak mungkin, jumlah penerbangan di wilayah Amerika yang mencapai 13,5 juta per tahun akan dapat terkejar dalam beberapa tahun ke depan.
Ada satu hal lagi yang membuat wilayah Asia sangat menarik bagi bisnis penerbangan sipil, yakni angka accident rate terkecil di dunia saat ini. Dengan angka rata-rata accident rate 1,95 per tahun, kecelakaan pesawat di wilayah Asia hanya kurang dari 2 kejadian per sejuta penerbangan. Hal ini tentu saja akan menarik bagi investor karena menandakan sistem keselamatan udara di wilayah ini benar-benar diperhatikan.
Adanya kontrol yang ketat oleh otoritas keselamatan penerbangan sipil dunia beserta regulasi yang mendukung di setiap negara membuat investor pemilik maskapai selalu mematuhi prosedur yang telah ditetapkan. Jadi, keamanan penerbangan akan selalu menjadi prioritas utama di wilayah ini.
Berbagai keunggulan di wilayah Asia tersebut berpotensi besar akan membawa Asia sebagai wilayah penerbangan sipil terkuat di dunia. Intensitas penerbangan yang tinggi, penumpang dan jalur lalu lintas yang terus meningkat, dengan didukung keamanan udara yang maksimal sehingga minim terjadi kecelakaan. (LITBANG KOMPAS)