Keselamatan Kian Menjadi Prioritas Utama Penerbangan
Tingkat keselamatan penerbangan di dunia terus membaik. Jumlah kejadian kecelakaan pesawat terus berkurang sehingga jumlah korban tewas akibat kejadian ini menyusut drastis. Accident rate yang menunjukkan frekuensi kejadian kecelakaan per sejuta penerbangan turut berkurang signifikan.
Torehan prestasi ini terus diperbaiki setiap tahun di hampir semua negara. Hasilnya, pada 2017, dianggap sebagai tahun teraman bagi dunia penerbangan. Minim kecelakaan dan korban paling sedikit sepanjang sejarah kedirgantaraan dunia. Dengan kata lain, keselamatan penerbangan menjadi prioritas utama.
Berdasarkan data Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO), pada 2010-2017, rata-rata jumlah tragedi kecelakaan pesawat berkurang sebanyak dua kali kejadian per tahun. Sebelum 2011, jumlah kecelakaan pesawat secara global selalu bertengger di atas 100 kali kejadian per tahun.
Namun, pada tahun-tahun sesudahnya terus menyusut hingga di bawah 100 kali kejadian. Pada 2016 dan 2017 merupakan tahun dengan tingkat kecelakaan terendah sepanjang sejarah dengan jumlah kejadian sebanyak 75 kali dan 88 kali pada tahun bersangkutan.
Berkurangnya frekuensi kecelakaan tersebut menyebabkan besaran accident rate juga menurun drastis. Sebelum 2011, angka accident rate rata-rata selalu berada di kisaran angka 4 per tahun. Artinya, dalam setiap sejuta penerbangan terjadi empat kali kecelakaan pesawat di seluruh penjuru dunia. Dapat dibayangkan, apabila jumlah penerbangan pada tahun 2011 sekitar 30 juta penerbangan, artinya terdapat kecelakaan pesawat sekitar 120 kali pada tahun itu. Jumlah kecelakaan sebanyak kisaran ini selalu terjadi pada tahun-tahun sebelum 2011.
Seiring dengan ketatnya regulasi penerbangan internasional dan peningkatan standar kualitas keselamatan aviasi di sejumlah negara, angka kecelakaan pesawat terus berkurang. Setelah tahun 2011, yakni 2012-2017, angka accident rate menyusut relatif drastis hingga rata-rata sebesar 2,7 per tahun.
Prestasi tertingginya pada tahun 2016 dan 2017 dengan accident rate rata-rata 2,3 per tahun yang menandakan kejadian kecelakaan pesawat sekitar 2,3 kali dalam setiap sejuta penerbangan. Secara kebetulan, berkurangnya intensitas kecelakaan itu disertai dengan semakin minimnya jumlah korban tewas akibat kecelakaan fatal pesawat.
Mengapa dikatakan kebetulan dalam mengorelasikan jumlah kejadian kecelakaan dengan jumlah korban? Hal ini karena setiap penerbangan pesawat itu memiliki kapasitas angkut, tujuan, dan kepadatan penumpang yang berbeda-beda. Bisa jadi suatu peristiwa kecelakaan itu melibatkan pesawat yang sedang padat penumpang, tetapi bisa juga sebaliknya saat penumpang sepi. Jadi, tidak selalu penurunan jumlah kecelakaan disertai dengan berkurangnya jumlah korban jiwa.
Sebagai deskripsinya dengan membandingkan jumlah kecelakaan dan korban pada tahun 2010 dan 2014. Pada tahun 2014 terjadi jumlah kecelakaan pesawat sekitar 97 kali dengan jumlah kecelakaan fatal sebanyak 8 kali. Kejadian pada tahun 2014 ini menewaskan penumpang sebanyak 911 jiwa. Peristiwa ini merupakan jumlah korban terbanyak sepanjang sejarah penerbangan.
Data tersebut lalu dibandingkan dengan tahun 2010 yang memiliki frekuensi kecelakaan lebih banyak, yakni hingga 104 kali kejadian dengan jumlah kecelakaan fatal 22 kali. Korban tewas pada tahun 2010 sebanyak 768 orang. Gambaran data ini menunjukkan betapa kuantitas korban jiwa belum tentu linear dengan semakin bertambahnya intensitas kecelakaan. Tergantung dari jumlah muatan penumpang pada pesawat yang naas.
Peristiwa kecelakaan udara tahun 2016 dan 2017 agak berbeda dengan peristiwa tahun-tahun sebelumnya. Terjadi penurunan jumlah kecelakaan yang disertai dengan semakin minimnya jumlah korban tewas. Sebelum tahun 2015, jumlah korban tewas akibat kecelakaan fatal rata-rata lebih dari 300 jiwa setahun dengan jumlah kejadian kecelakaan bervariasi mulai dari kisaran 90 kali hingga lebih dari 100 kali.
Namun, pada tahun 2016 dan 2017, jumlah intesitas kecelakaan turun menjadi kurang dari 90 kali per tahun dengan jumlah korban tewas tidak lebih dari 200 jiwa per tahun. Bahkan, pada tahun 2017 korban meninggal akibat kecelakaan pesawat hanya berkisar 50 orang. Oleh sebab itu, ICAO menobatkan tahun 2017 sebagai tahun paling aman dalam sejarah penerbangan sipil.
Prestasi itu dianggap sebagai rekor tertinggi yang pernah dicapai sementara ini. Dengan intensitas penerbangan yang kian tinggi tetapi disertai dengan tingkat keamanannya yang kian profesional sehingga tingkat fatalitasnya rendah. Pada tahun 2017 hanya terjadi 5 kali kejadian fatal kecelakaan.
Kecelakaan parah ini merupakan terkecil sepanjang sejarah yang tercatatkan ICAO. Padahal, pada tahun 2017 merupakan tahun yang sangat sibuk bagi dunia aviasi sipil. Setidaknya ada 36,6 juta penerbangan yang mengangkut sekitar 4,1 miliar penumpang ke seluruh penjuru dunia. Jutaan penerbangan ini mengangkut miliaran penumpang ke 192 negara.
”High risk” penyebab utama
Dari semua kejadian kecelakaan pesawat di dunia hampir sebagian besar disebabkan oleh faktor risiko tinggi (high risk). ICAO menjabarkan kecelakaan yang disebabkan faktor risiko tinggi ini dalam tiga hal. Pertama, berhubungan dengan keamanan di landasan pacu (runway).
Selanjutnya karena lost control in flight, seperti malfungsi alat penerbangan dalam pesawat, dan control flight into terrain, seperti salah satunya berupa kegagalan pilot dalam mengendalikan pesawat dalam menghadapi cuaca alam, penguasaan medan, dan sejenisnya.
Ketiga faktor ini adalah faktor high risk yang selalu menjadi penyebab utama dalam mayoritas kecelakaan pesawat di seluruh dunia. Meskipun tidak menutup kemungkinan adanya faktor lainnya yang menjadi biangnya, seperti ground safety, operational damage, injuries to and/or incapacitation of person, faktor yang tidak diketahui, dan lainnya.
Untuk menunjukkan besarnya faktor high risk itu terhadap kecelakaan pesawat dapat dilihat dari data kecelakaan tahun 2010, 2014, dan 2017. Data tahun 2010 adalah salah satu data kecelakaan pesawat dengan jumlah frekuensi kejadian dan korban yang banyak.
Tahun 2014 adalah kecelakaan pesawat dengan jumlah korban terbanyak sepanjang sejarah yang mencapai 911 jiwa. Selanjutnya, tahun 2017 adalah data rekor terbaik karena jumlah frekuensi kejadian kecelakaan fatal dan jumlah korban terkecil sepanjang sejarah saat ini.
Dari ketiga perbandingan tahun tersebut menunjukkan kesimpulan yang sama. Faktor high risk menyumbang sekitar 60 persen peristiwa kecelakaan penerbangan di seluruh dunia. Dari setiap kecelakaan yang disebabkan faktor high risk tersebut mayoritas sekitar 70 persen merupakan kejadian yang menyebabkan kecelakaan fatal yang mengancam jiwa manusia. Rata-rata setiap kejadian yang disebabkan faktor risiko tinggi ini menyebabkan korban tewas sekitar 66 persen dari seluruh penumpang yang terlibat dalam seluruh kecelakaan pesawat per tahun.
Bila dipilah-pilah lebih lanjut dari ketiga hal faktor high risk itu, kecelakaan yang berhubungan dengan keselamatan di runway adalah yang terbanyak. Lebih dari 50 persen kecelakaan di tahun 2010, 2014, dan 2017 disebabkan oleh kondisi keamanan runway. Meski demikian, kecelakaan yang berhubungan dengan runway ini tingkat fatalitas atau menyebabkan korban tewas relatif kecil, yakni kurang dari 15 persen per tahun.
Kecelakaan di landasan pacu itu cukup berbeda dengan kecelakaan yang disebabkan oleh faktor lost control in flight dan control flight into terrain. Kedua faktor ini cenderung frekuensinya lebih sedikit tetapi tingkat fatalitasnya lebih tinggi. Jumlah insiden akibat kedua faktor itu rata-rata kurang dari 3 persen per tahun, tetapi tingkat fatalitasnya lebih dari 20 persen per tahun.
Bahkan pada tahun 2017, jumlah korban akibat kecelakaan pesawat akibat kedua faktor itu rata-rata lebih dari 45 persen. Boleh dikatakan, kecelakaan akibat lost control in flight dan control flight into terrain dapat dipastikan berujung fatal dan mengancam jiwa manusia.
Wilayah kecelakaan penerbangan
ICAO membagi wilayah udara penerbangan sipil menjadi lima daerah, yakni Afrika, Asia, Eropa, Amerika Latin dan Utara, serta Timur Tengah. Semua daerah tersebut sangat rawan terjadi kecelakaan penerbangan. Namun, jika dilihat dari perbandingan data tahun 2010, 2014, dan 2017, wilayah Amerika adalah daerah yang sering kali terjadi insiden kecelakaan pesawat penumpang sipil.
Hampir setiap tahun terjadi dari lebih dari 40 kecelakaan. Peringkat selanjutnya diduduki Eropa ataupun Asia. Kedua wilayah ini relatif sama frekuensi kejadian kecelakaannya, yakni pada rentang belasan hingga di atas 20-an setiap tahunnya. Daerah yang relatif paling jarang terjadi kecelakaan adalah wilayah Afrika dan Timur Tengah dengan intensitas belasan hingga di bawah 10 kali kejadian kecelakaan setahun.
Perbedaan tingginya intensitas kecelakaan itu tidak linear jumlah korban tewas di setiap wilayah. Daerah dengan jumlah korban kecelakaan terbanyak bukan di wilayah Amerika, tetapi di daerah Asia dan Eropa. Pada tahun 2010 dan 2014, wilayah Asia adalah daerah dengan korban kecelakaan pesawat terbanyak, yakni rata-rata lebih dari 400 jiwa per tahun. Untuk wilayah Eropa merupakan daerah yang paling banyak korban tewasnya pada tahun 2017, yakni mencapai 47 jiwa atau 94 persen dari seluruh korban tewas kecelakaan udara di dunia.
Sedikit banyaknya kejadian kecelakaan atau korban tewas tersebut tidak serta-merta menunjukkan baik-buruknya kualitas penerbangan pesawat di wilayah bersangkutan. Untuk mengukur baik-buruknya kualitas penerbangan salah satunya dengan mengukur tingkat accident rate di setiap wilayah.
Accident rate ini diukur dengan membandingkan jumlah keberangkatan pesawat dengan jumlah kejadian kecelakaan pesawat. Semakin banyak keberangkatan pesawat dan semakin rendah kecelakaannya, maka accident rate akan kian kecil atau semakin bagus. Dengan kata lain semakin jarang terjadi kecelakaan.
Pada tahun 2017, daerah dengan accident rate terendah atau jarang terjadi kecelakaan adalah Eropa dengan angka 1,4. Peringkat selanjutnya adalah Timur Tengah 1,6, wilayah Asia 1,7, dan Amerika 3,5. Accident rate tertinggi atau rawan terjadi kecelakaan berada di wilayah Afrika dengan angka 5,3. Gambaran data tersebut menggabarkan bahwa dari semua wilayah di dunia, Afrika adalah wilayah yang relatif paling rawan terjadi kecelakaan pesawat.
Tingginya kerawanan kecelakaan penerbangan di Afrika itu sudah berlangsung sejak lama. Sejak tahun 2010-2015, Afrika selalu menduduki peringkat terbawah dalam acciden rate dengan angka rata-rata per tahun sekitar 9 kali kejadian dalam sejuta penerbangan. Daerah yang relatif paling aman dari kecelakaan pesawat udara itu bervariasi. Accident rate terendah atau jarang terjadi kecelakaan pada kurun 2010-2017 selang-seling mayoritas diisi oleh Asia dan Timur Tengah. (LITBANG KOMPAS)