Musibah Kebakaran California
California merupakan salah satu negara bagian yang terletak di barat Amerika Serikat. Jumlah penduduknya mencapai 39,3 juta orang, bermukim di wilayah dengan luas 424 kilometer persegi. Dua pertiga bentang lahannya berupa pegunungan panjang atau coast ranges yang sejajar dengan pesisirnya.
Luasnya bentang lahan di wilayah ini menyebabkan wilayah California rawan bencana. Dari semua negara bagian di AS, daerah yang sering disebut sebagai Golden State ini menempati peringkat kedua negara bagian yang paling sering diterpa bencana.
Kebakaran lahan, gempa bumi, longsor lumpur, dan kekeringan adalah contoh bencana alam yang berpotensi melanda California setiap tahunnya. Lembaga Pajak California mencatat sampai dengan Agustus 2018, sudah terjadi 11 bencana alam di California sepanjang tahun ini.
Paling banyak adalah kebakaran lahan, sebanyak sembilan kali. Selain itu, bencana longsor, angin topan, dan badai musim dingin melanda negara bagian ini pada awal dan pertengahan tahun.
Bukan hanya tahun ini, sejak 2015 kebakaran lahan menjadi bencana yang sering terjadi di California. Sebanyak 34 kebakaran lahan besar menghanguskan lahan hutan dan lahan terbangun di California.
Tahun ini, titik-titik api kembali menyambangi warga California. Pada Kamis, 8 November 2018, tiga kebakaran lahan besar terjadi. Di Chico, California utara, api menghanguskan lebih dari 36,4 ribu hektar lahan.
Di California selatan, api membakar 5,7 ribu hektar lahan di barat Los Angeles. Sedikitnya 75.000 warga Ventura dan Los Angeles diungsikan. Di wilayah ini, api juga menghanguskan 1,8 ribu hektar lahan.
Sampai 14 November 2018, jumlah korban meninggal terus bertambah dari 42 orang menjadi 56 orang. Sementara sedikitnya 228 orang lain dilaporkan hilang. Jumlah korban tewas ini melebihi korban dalam kebakaran hebat di kawasan Griffith Park, Los Angeles, pada 1933 yang membuat 29 orang meninggal.
Koran Los Angeles Times menggambarkan kengerian kebakaran lahan di California ini dalam berita utamanya yang berjudul ”It Was Like the Gates of Hell”. Gambaran kondisi itu karena api yang membara masih sulit dipadamkan. Hingga 12 November 2018, api yang terlokalisasi di Camp Fire hanya 10 persen. Dengan demikian, kobaran api yang tidak terkendali masih sangat besar.
Persentase api yang sudah terlokalisasi adalah persentase kemungkinan api tidak menjalar ke daerah lain karena terhalang suatu obyek penahan api alami. Obyek penahan api alami tersebut berfungsi sebagai penghalang api yang menjalar.
Obyek penahan api tersebut dapat berupa parit, sungai, atau lahan yang sudah terbakar. Para petugas juga dapat membuat parit dengan kedalaman 10-12 kaki (3-3,5 meter) sebagai obyek penahan api.
Jika persentase mencapai 100 persen, berarti petugas dapat menahan laju api yang menjalar. Tetapi, hal itu tidak berarti api padam. Jika sudah mencapai 100 persen, petugas dapat mulai masuk pada tahap pengendalian api (controlling). Tahap pengendalian api adalah memastikan bahwa api tidak dapat menyebar.
Pada tahapan ini para petugas memasang penghalang, menyingkirkan, atau membakar bahan bakar apa pun yang dapat menghambat penyebaran api. Selain itu, petugas memadamkan setiap titik api yang ada.
Kebakaran semakin parah karena berbarengan dengan datangnya angin kering yang berembus ke arah California selatan. Angin kering tersebut berembus dengan kecepatan 60 mph di pegunungan dan 50 mph di pesisir dan lembah. Selain dorongan angin kering, kelembaban rendah dan vegetasi kering yang tumbuh di daerah tersebut membuat api cepat menjalar.
Melihat sejarah kebakaran lahan di Caliornia dalam 16 tahun terakhir, tren kebakaran besar di California semakin meningkat setiap tahunnya. Data The New York Times menunjukkan, pada 2002, dua kebakaran besar terjadi dengan luas terdampak 113.000 hektar.
Luas areal kebakaran meningkat pada 2008 menjadi 258.000 hektar dengan 5 titik kebakaran besar. Dua tahun terakhir, 5 titik api membuat 387.000 hektar area dilalap api.
Lebih lanjut koran The New York Times mencermati penyebab fenomena kebakaran hutan di California. Mengutip Dr Fengpeng Sun, ahli ilmu bumi Universitas Missouri-Kansas, wilayah California memiliki dua musim kebakaran lahan.
Pada periode pertama dari bulan Juni sampai September, kebakaran lahan lebih banyak disebabkan karena cuaca yang lebih panas dan kering. Bencana ini sering terjadi di hutan lebat dengan elevasi tinggi.
Periode kebakaran lahan kedua terjadi dari bulan Oktober sampai April. Pada periode ini, angin kering yang dinamakan angin Santa Ana berembus dan menimbulkan potensi penyebaran api tiga kali lebih cepat.
Intensitas kebakaran hutan yang meningkat dalam satu dekade terakhir disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, iklim di California. Beberapa negara bagian barat Amerika Serikat termasuk California hanya memiliki kelembaban udara yang cukup ketika musim gugur dan musim dingin.
Sementara ketika musim panas, vegetasi mengering karena kurangnya curah hujan dan temperatur yang lebih tinggi. Dengan demikian, vegetasi yang kering rawan menjadi obyek menjalarnya api.
Kedua adalah faktor perilaku manusia. Beberapa kebakaran lahan di California selatan disebabkan oleh manusia. Contohnya Carr Fire pada tahun ini disebabkan oleh percikan api dari kesalahan mekanikal sebuah truk di Whiskeytown. Selain itu, merebaknya pembangunan perumahan ke dalam hutan lebat menyebabkan kebakaran rawan terjadi.
Ketiga, perubahan iklim dunia, yaitu kenaikan suhu bumi hampir 2 derajat celsius tidak dapat dipisahkan dari kejadian kebakaran lahan. Perubahan iklim tersebut turut memperpanjang musim kebakaran.
Bukan hanya di California saja, perubahan iklim bumi menyebabkan kebakaran lahan di negara lain. Organisasi Meteorologi Dunia mengatakan pada 2018 merupakan tahun dengan temperatur terpanas di banyak negara. Akibatnya beberapa negara mengalami kebakaran lahan hebat pada 2017 sampai 2018.
Kompas mencatat, kebakaran hutan di Yunani pada Juli 2018 menyebabkan 88 orang tewas. Selain itu, 800.000 hektar lahan di Portugal, Spanyol, dan Italia habis dilalap api pada 2017.
Upaya mengatasi kebakaran sudah dilakukan. Ribuan petugas dan peralatan pendukung diterjunkan untuk memadamkan api. Mencermati bencana ini, salah satu penyebab kebakaran menjadi penekanan karena sedikit banyak ada andil faktor manusia dalam makin meluasnya areal kebakaran.
Saat ini harus disadari memang telah terjadi perubahan iklim, dengan musim kering yang lebih panjang. Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional Amerika Serikat (NOAA) mencatat, suhu bumi naik sebesar 0,9 derajat celsius.
Seharusnya, dengan perkembangan iklim yang semakin mengkhawatirkan, manusia lebih arif dalam menyikapi lingkungan. Kontribusi nyata dari kesadaran ini adalah implementasi Protokol Kyoto oleh seluruh negara, termasuk Pemerintah Amerika Serikat yang ditujukan untuk mengerem pemanasan global. (DEBORA LAKSMI INDRASWARI/LITBANG KOMPAS)