Menjelajah Kehidupan Bumi Baru
”Mars is the New World”
(Robert Zurin, National Space Society, 1996)
Kondisi Bumi yang makin rusak menimbulkan imajinasi terhadap planet pengganti Bumi. Selain makin rusak, pertimbangan evolusi Bumi menguatkan pencarian kehidupan di tempat lain. Diperkirakan kehidupan Bumi lambat laun akan meredup.
Pemanasan global, pengembangan nuklir, dan kuman hasil bioteknologi menandai rusaknya peradaban Bumi. Kalangan ilmuwan kemudian berefleksi, ketika Bumi berubah, dapatkah manusia beradaptasi ataukah harus mati karenanya?
Salah satu cara yang sempat dipikirkan adalah keluar dari Bumi. Planet lain atau obyek luar angkasa dilirik sebagai pengganti Bumi. Bulan pernah dipandang sebagai obyek luar angkasa yang dapat menjadi hunian manusia kelak.
Namun, Bulan tidak layak huni. Tak hanya terbatas sumber daya penopang kehidupan, panjang hari di Bulan sekitar satu bulan hari di Bumi. Bulan tak punya atmosfer hingga tak ada pelindung radiasi atau hantaman komet dan asteroid.
Demikian pula Venus, planet yang hanya berjarak 38 juta-40 juta kilometer dari Bumi, yang dilirik sebagai pengganti Bumi. Namun, suhu permukaan yang mencapai 465 derajat celsius dan panjang satu hari yang lebih lama dibanding satu tahunnya dinilai tidak layak bagi manusia (Kompas, 5/8/2018).
Namun, para ahli lebih tertarik pada Mars. Imajinasi munculnya kehidupan di Mars pernah disebutkan oleh Michio Kaku, ahli teori fisika Amerika Serikat. ”One of the beautiful images you conjure is of ballet dancing on Mars,” sebutnya.
Mars memiliki karakteristik yang hampir sama dengan Bumi. Baik Bumi maupun Mars termasuk dalam rocky planet atau planet berbatu. Material pembentuk planet berbatu sama-sama tergabung melalui proses yang disebut accretion.
Planet berkembang lebih luas dan meningkat temperaturnya seiring dengan tekanan dari inti planet. Meskipun memiliki banyak kemiripan dengan Bumi, Mars tetap memiliki keunikan sendiri.
Atas pertimbangan tersebut, Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) sejak tahun 1960 telah melakukan pengamatan tentang Mars. Meskipun sudah berjalan 59 tahun, sampai saat ini belum ada manusia yang melakukan perjalanan pengamatan di Mars secara langsung.
NASA sejak tahun 1960 telah melakukan pengamatan tentang Mars. Meskipun sudah berjalan 59 tahun, sampai saat ini belum ada manusia yang melakukan perjalanan pengamatan di Mars secara langsung.
NASA hanya menggunakan robot atau perangkat luar angkasa untuk mengeksplorasi kondisi Mars. Dengan perangkat ini, kita dapat meneliti kondisi planet lain tanpa astronot.
Perangkat luar angkasa yang digunakan untuk meneliti Mars terbagi menjadi tiga jenis, yaitu orbiter, lander, dan rover. Orbiter adalah pesawat luar angkasa yang mengorbit dan berada jauh dari daratan Mars. Alat ini digunakan untuk mengamati lingkungan planet dan mengidentifikasi situs menarik yang berguna bagi investigasi selanjutnya.
Selain itu, perangkat ini juga dapat berperan sebagai media relay komunikasi dan navigasi bagi perangkat luar angkasa lainnya. Orbiter juga memiliki teknologi untuk menerima data perangkat lain yang telah selesai mengamati planet kemudian mengirimkannya ke Bumi.
Perangkat yang kedua adalah lander. Lander adalah perangkat luar angkasa yang didesain untuk melakukan pengamatan di daratan planet. Alat ini dilengkapi dengan sistem untuk memastikan pendaratan di permukaan planet dalam kondisi aman. Sistem keamanan tersebut dapat menggunakan sistem airbag ataupun peredam guncangan (shock absorber).
Selain lander yang dapat menapaki permukaan Mars, rover juga dapat mengamati bagian tubuh Mars di permukaannya. Rover dapat mengeksplorasi permukaan Mars dengan jangkauan yang lebih luas.
Rover pertama yang menginjakkan kaki di Mars, Sojourner, dapat berkeliling sejauh 100 meter dalam waktu lebih kurang satu bulan. Sementara rover kedua, yaitu The Mars Exploration Rovers, mengelilingi bagian lain Mars dengan jarak 1 kilometer. Rover juga dilengkapi dengan teknologi lokasi keberadaan, tujuan pengamatan, dan materi yang layak dipelajari.
Tahun ini, NASA merayakan keberhasilan robot luar angkasanya yang mendarat di Mars pada 26 November 2018. Kegembiraan tim NASA tergambar dalam foto-foto yang terpampang di halaman utama beberapa koran internasional, seperti The New York Times, The Wall Street Journal, dan The Guardian.
Sorakan keberhasilan tersebut melukiskan keberhasilan awak luar angkasa pertama kali yang diluncurkan dari pesisir barat Amerika, di California. Sebelumnya, peluncuran perangkat luar angkasa dilakukan dari Florida.
InSight, sebutan bagi perangkat luar angkasa itu, berhasil mendarat di permukaan dataran Mars. Pendaratan kali ini menjadi spesial karena dalam misi ini akan dilakukan penyelidikan pertama tentang interior Mars.
Sesuai dengan namanya, Interior Exploration using Seismic Investigations, Geodesy and Heat Transport (InSight), alat ini akan mengumpulkan data temperatur, seismologi, dan elemen pembentuk Mars lainnya.
Nantinya, berbekal data yang dikumpulkan InSight ini, peneliti dapat mengeksplorasi interior daratan dan proses terbentuknya planet berbatu. Pendaratan InSight juga menjadi titik awal penyelidikan untuk mendapatkan data awal Mars sebagai bekal untuk rencana pengiriman astronot ke ”planet merah” ini.
InSight berhasil mendarat di Elysium Planitia, dekat ekuator di bagian kutub utara Mars, 600 meter dari titik pendaratan pesawat penjelajah Mars, Curiosity, tahun 2012. Daerah ini dideskripsikan mirip dengan Kansas tanpa ladang jagungnya. Pendaratan ditujukan ke daerah yang datar dan tanah berpasir.
Pendaratan InSight juga menjadi titik awal penyelidikan untuk mendapatkan data awal Mars sebagai bekal untuk rencana pengiriman astronot ke ”planet merah” ini.
Keistimewaan InSight terletak pada tiga perangkat utamanya. Pertama, seismometer atau Seismic Experiment for Interior Structure (SEIS) untuk mendeteksi getaran dan gelombang seismic di Mars.
Seismometer ini berhasil mendarat setelah Viking Lander juga menggunakan instrumen ini 40 tahun yang lalu. Melalui SEIS, peneliti dapat mengamati pembentukan dan revolusi Mars dari bahan dan letak lapisan batuan.
Kedua adalah HP3 (The Heat Flow and Physical Properties Probe). Sebelumnya, tidak ada wahana yang dapat merekam temperatur Mars. Namun, dalam misi InSight, HP3 dapat mengukur sumber dan besaran panas yang berasal dari badan planet. Penemuan ini menjadi kunci untuk mempelajari pembentukan dan revolusi planet berbatu dalam tata surya terbentuk.
Instrumen ketiga adalah Rotation and Interior Structure Experiment (RISE). Instrumen ini berfungsi mendeteksi lokasi lander sehingga dapat menentukan banyaknya gerakan kutub utara Mars dalam mengorbit Matahari. Data yang dikumpulkan instrumen ini dapat memberikan informasi komposisi inti Planet Mars.
Pendaratan awak luar angkasa NASA di Mars sudah dilakukan delapan kali. Pada 1976, NASA mengirim robot pendarat (landed robotic spacecraft), yaitu Viking 1 dan Viking 2. Robot ini bertugas mengambil gambar dan menganalisis sampel tanah di Mars.
Selanjutnya, tahun 1997, Pathfinder mendarat untuk melakukan analisis kimia pada batuan dan tanah serta mengumpulkan data angin dan faktor-faktor cuaca lainnya. Selain itu, instrumen ini juga digunakan untuk membuktikan bahwa pada masa lampau, Mars dalam kondisi hangat dan basah dengan air dan atmosfer yang lebih tebal.
Meski sempat hilang ketika pendaratan pada tahun 1999 dengan instrumen Mars Polar Lander, NASA kembali mengirim dua rover pada tahun 2004, yaitu Spirit dan Opportunity. Kedua alat ini berhasil melakukan observasi geologi dan atmosfer yang membuktikan pada masa lalu lingkungan Mars dapat mendukung untuk habitat makhluk hidup dan mikroba.
Empat tahun setelahnya, Phoenix meluncur ke Mars. Ia berfungsi mengidentifikasi mineral, tanah, dan es. Selain itu, Phoenix juga mengumpulkan data tentang atmosfer dan cuaca di Mars.
Selanjutnya, pada 2012, perangkat luar angkasa NASA lainnya, Curiosity, juga berhasil mendarat. Curiosity berhasil menemukan materi organik yang terkubur di dalam sedimen purba yang membentuk dasar danau luas lebih dari 3 miliar tahun lalu.
Meski telah dilakukan penelitian beberapa kali, Mars dan misterinya masih perlu untuk dielaborasi lebih dalam lagi. Lepas akan isu kolonisasi Mars, masih banyak karakteristiknya yang dapat dieksplorasi untuk dijadikan pijakan bagi penelitian di planet lain. Selain itu, tentu saja untuk menjawab imajinasi indah tentang kehidupan baru di luar Bumi. (DEBORA LAKSMI INDRASWARI/LITBANG KOMPAS)