Warisan Perdamaian George HW Bush
Kematian sering kali membuka ingatan tentang kebesaran seseorang. Satu minggu setelah meninggal, presiden ke-41 Amerika Serikat, George Herbert Walker Bush, masih menjadi sorotan pemberitaan media dunia. Di China, Jerman, Kuwait, dan Uni Soviet (sekarang Rusia), pengaruh kebijakan luar negeri AS di zaman Bush dapat ditemukan jejaknya.
Meninggal pada 30 November 2018 dalam usia 94 tahun, George HW Bush dikenang sebagai presiden AS yang memberikan pengaruh kuat di kancah internasional pada akhir ’80-an dan era ’90-an. Sejak awal pidatonya, saat inaugurasi menjadi presiden AS pada 20 Januari 1989, ia ingin menjadikan AS sebagai negara dengan wajah yang lebih ramah dan lembut serta menempatkan diri sebagai penjaga perdamaian dunia.
Menurut Stephen Knott, profesor urusan keamanan nasional di US Naval War College, Bush mempraktikkan visinya selama masa kepresidenannya pada 1989-1993 dengan banyak diplomasi kenegaraan ataupun pribadi, termasuk dengan Uni Soviet, musuh utama AS selama Perang Dingin.
Diplomasi luar negeri Bush Senior, panggilannya setelah anaknya yang bernama sama juga menjadi presiden AS, di awal masa kepresidenannya dapat dilihat dari reaksinya terhadap Pemerintah China pada Juni 1989.
Saat itu, militer China membungkam demonstrasi gerakan prodemokrasi di Lapangan Tiananmen dengan tank dan kendaraan lapis baja. Meskipun menentang tindakan China, Bush Senior tidak serta-merta mengorbankan relasi AS-China dengan reaksi yang berlebihan.
Ia mencoba melihat situasi yang paling menguntungkan bagi relasi kedua negara serta perdamaian dunia. Ketidaksetujuannya terhadap sikap Pemerintah China ia ungkapkan dengan memberikan sanksi terbatas terhadap China.
Dalam perkembangannya, Bush Senior mencoba membangun kembali relasi dengan China hingga kedua negara dapat memperoleh keuntungan dalam perdagangan. Ternyata, jauh sebelum menjadi presiden AS, Bush Senior pernah menjabat Kepala Kantor Liaison AS di China pada 1974-1975. Harian China Daily mengangkat kisah memorabilia masa awal Bush Senior bertugas di China.
Demi memahami seluk-beluk masyarakat Beijing, Bush Senior mengikuti saran diplomat senior AS di kawasan Asia, Nicholas Platt, untuk bersepeda di jalanan Beijing. Cara tersebut terbukti ampuh sebagai pintu masuk memahami budaya serta moral kehidupan orang China.
Dengan cara tersebut, Bush Senior ingin agar staf di kantor Liaison AS di China merasa nyaman dengan kepemimpinannya walaupun relasi AS-China masih terpengaruh kemelut Perang Vietnam. Salah satu hasilnya, Bush Senior disebut sebagai ”kawan lama” oleh China, khususnya karena kedekatannya dengan pemimpin China Deng Xiaoping (Kompas, 28/1/1989).
Uni Soviet
Kepiawaian diplomasi Bush Senior juga tampak saat berelasi dengan Uni Soviet. Ia membangun relasi dengan Mikhail Gorbachev yang dikenalnya sejak menjadi wakil presiden dalam pertemuan tingkat tinggi pada Desember 1988 antara AS dan Uni Soviet.
Saat tembok Berlin runtuh pada November 1989, Bush Senior tidak segera memproklamasikan kemenangan AS atas runtuhnya kekuasaan komunis di Eropa Timur. Kembali, Bush Senior mencoba untuk berhati-hati dan tidak segera membuat keputusan yang sembrono sehingga meningkatkan hubungan AS-Uni Soviet.
Hasilnya, Bush Senior malah dapat memperkuat relasi dengan Uni Soviet dalam tiga pertemuan membahas pengurangan senjata nuklir, senjata kimia, serta penarikan pasukan dan tank dari Eropa secara bertahap. Pertama dalam pertemuan tingkat tinggi Desember 1989 di Malta, kedua di Washington DC pada Juni 1990, dan ketiga di Moskwa pada Juli 1991 (Kompas, 4/12/1989).
Terhadap Jerman yang bersatu setelah runtuhnya tembok Berlin, Bush Senior hadir sebagai penengah. Saat itu, Jerman bersatu ingin bergabung dengan NATO, tetapi Uni Soviet menentang dan menginginkan Jerman yang bersatu menjadi bagian dari Pakta Warsawa atau malah masuk negara non-Blok.
Setelah Bush Senior hadir sebagai penengah, akhirnya Jerman menjadi bagian dari NATO dengan beberapa syarat. Pertama, tak ada pasukan NATO yang ditempatkan di bekas Jerman Timur. Selain itu, Uni Soviet juga akan menarik pasukannya dari Jerman Timur dalam waktu empat tahun. Di bidang ekonomi, Jerman akan memberikan bantuan ekonomi kepada Uni Soviet.
Terhadap kontribusi tersebut, bertepatan dengan pemakaman Bush Senior, koran Jerman, Frankfurter Allgemeine, menurunkan judul ”Letzte ehre fur George HW Bush” (Penghormatan Terakhir untuk George HW Bush) sebagai bentuk apresiasi terhadapnya.
Perang Teluk
Posisi AS sebagai penjaga perdamaian dunia mendapat tantangan saat Irak menginvasi Kuwait. Pada saat itu pun, Bush Senior memilih untuk membangun koalisi alih-alih bertindak sendiri melawan Irak.
Karena yakin bahwa Irak melanggar hukum internasional, Bush Senior segera membangun dukungan internasional untuk menentang Irak. Ia segera mendapat dukungan tak terduga dari PM Inggris Margaret Thatcher. Bahkan, yang paling mengejutkan, bersama AS, Uni Soviet ikut mengecam tindakan Irak.
Di samping itu, negara-negara Arab bergabung dengan koalisi yang dibentuk oleh AS. Untuk memperkuat koalisi, Bush Senior juga melakukan kontak secara pribadi dengan para pemimpin dunia, terutama Israel, agar tidak masuk dalam koalisi. Langkah tersebut diperlukan agar negara-negara Arab tetap mau memperkuat koalisi sehingga Irak makin tertekan.
Baca Juga: Penghormatan untuk George HW Bush
PBB mengeluarkan resolusi mengecam tindakan Irak serta memberikan sanksi ekonomi. Ketika Irak tak mempan dengan sanksi ekonomi dan bergeming dengan diplomasi yang diadakan di Geneva, Swiss, akhirnya negara-negara koalisi yang dipimpin AS menggelar serangan terhadap Irak dengan sandi ”Operation Desert Storm”. Operasi berlangsung tak sampai dua bulan, sampai Irak bersedia meninggalkan Kuwait.
Lagi-lagi Bush Senior menempatkan AS sebagai penjaga perdamaian dunia. Saat Kuwait berhasil dibebaskan, operasi militer dihentikan. Tak ada penggulingan terhadap Saddam Hussein ataupun penghancuran Irak. Perang terjaga hanya sampai pada pembebasan Kuwait. Sejak saat itu, Kuwait membangun hubungan baik dengan AS.
Dengan utang budi atas peran utama AS membebaskan negaranya dari Irak, koran Kuwait Times menulis ”US, Foreign Leaders Gather for Bush Funeral in Show of Unity”. Bahkan, Emir Kuwait, Sheikh Sabah Al-Ahmad Al-Jaber Al-Sabah, menyampaikan surat ucapan dukacita melalui Duta Besar Kuwait untuk AS Sheikh Nasser Al-Mohammad Al-Ahmad Al-Sabah kepada George W Bush.
Tata Dunia Baru
Pasca-Perang Teluk, daya tawar AS makin besar. Relasi Bush Senior secara personal dengan para pemimpin dunia membuat relasi AS dengan banyak negara mencair. Bush Senior kemudian menyuguhkan konsepnya tentang ”Tata Dunia Baru”.
Ia menegaskan kepada komunitas internasional bahwa negara-negara Timur dan Barat dapat hidup makmur dalam harmoni. Baginya, lebih penting menciptakan sekutu daripada mencari musuh. Konkretnya, AS bersama Uni Soviet dan Spanyol mensponsori konferensi di Madrid untuk mengarahkan pada perdamaian yang lebih luas.
Pertemuan tersebut membuat sikap negara-negara yang selama ini menggantungkan perlindungan dari Uni Soviet, seperti negara-negara di Timur Tengah, mulai melunak. Tindakan tersebut menggarisbawahi kebijakan luar negeri Bush Senior sebagai penjaga perdamaian dunia.
Walau perannya dipuji oleh banyak negara, tak semua orang setuju dengan kebijakan luar negeri Bush Senior, termasuk publik AS sendiri. Buktinya, Bush Senior tidak mendapat dukungan dalam pencalonan yang kedua sebagai presiden. Dalam pemilu, ia dikalahkan oleh Bill Clinton.
Dalam pidato perpisahan sebagai presiden AS, Bush Senior mencoba menegaskan, semua yang dilakukan selama masa kepresidenannya konsisten. Dalam pidato yang diselenggarakan di Akademi Militer AS West Point pada 5 Januari 1993 itu, Bush menyatakan AS perlu terus mendorong terciptanya perdamaian dunia tanpa harus bertindak sebagai polisi dunia.
Dalam kasus Perang Teluk, Bush Senior menyatakan, penggunaan kekuatan dapat dilakukan dengan pertimbangan yang jelas dan rencana yang realistis sehingga pasukan harus segera ditarik apabila misi telah selesai. Pada saat itu, AS dapat melanjutkan perang dengan Irak untuk menurunkan Saddam Hussein, tetapi hal itu tidak dilakukan. Saat itu, AS lebih ingin menciptakan Tata Dunia Baru.
Di tengah kebijakan luar negeri Presiden Trump yang terkesan konfrontatif, meninggalnya George HW Bush membuka ingatan banyak negara tentang sosok yang konsisten menyuarakan perdamaian dunia. Banyak negara mengapresiasi kebijakan luar negeri AS di zaman Bush Senior yang terukur walau terkesan konservatif dan pragmatis, tetapi disukai oleh negara-negara lain.
Pesan tersembunyi dari meninggalnya Presiden Bush Senior ini disuguhkan oleh koran Inggris, The Guardian, dengan menulis ”United in Grief, Divided by a President: Leaders Pay Tribute to Bush Sr”. Koran ini menyoroti sikap dingin yang ditunjukkan para mantan presiden AS terhadap Presiden Trump. Seakan, The Guardian ingin mengatakan: carilah sekutu dan bukan musuh! (LITBANG KOMPAS)