Dunia dalam Bencana
Gempa bumi bermagnitudo 7 mengguncang wilayah Alaska, Amerika Serikat, pada 30 November 2018. Walaupun berkekuatan besar, tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Kerugian yang diderita berupa tanah ambles dan merekah.
Rekahan tanah merusak jalan dan bangunan di Kota Anchorage. Kota pesisir dengan penduduk 300.000 jiwa ini sempat khawatir akan diterjang tsunami. Nasib baik, hingga kondisi darurat selesai tidak terjadi tsunami.
Gempa bumi menjadi salah satu bencana yang mematikan. Sepanjang 2018, korban jiwa terbanyak adalah saat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, Indonesia. Peristiwa yang terjadi pada 28 Oktober 2018 itu menyebabkan sedikitnya 1.424 orang meninggal.
Bencana dengan korban jiwa terbanyak kedua adalah banjir besar di Negara Bagian Kerala, India. Bermula dari hujan tanpa henti sejak 8 Agustus 2018 menimbulkan banjir besar dan merenggut 324 korban jiwa. Banjir besar tersebut diakibatkan curah hujan yang sangat tinggi.
Curah hujan tinggi menyebabkan bendungan kelebihan kapasitas. Akibatnya, terpaksa kelebihan debit air dibuang demi keamanan struktur bendungan. Pembuangan air dari bendungan berakibat terendamnya 220.000 permukiman penduduk di Kerala. Kondisi diperparah dengan longsoran lumpur dan curah hujan yang tidak kunjung berkurang.
Setahun sebelumnya, banjir merupakan bencana yang paling banyak menelan korban jiwa. The International Disaster Database-Center for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED)mencatat, total korban meninggal akibat banjir di seluruh dunia pada 2017 mencapai 3.331 jiwa.
Selain gempa dan bajir, kepiluan dunia datang juga dari Republik Guatemala di Benua Amerika. Pada 3 Juni 2018 Gunung Fuego meletus. Letusan gunung tersebut merenggut 165 korban jiwa, selain itu masih ada korban yang tidak ditemukan sebanyak 260 orang.
Kebakaran California
Catatan bencana yang terjadi pada 2018 adalah kebakaran hutan di California, Amerika Serikat. Dari semua negara bagian di AS, daerah yang sering disebut sebagai Golden State ini menempati peringkat kedua negara bagian yang paling sering diterpa bencana. Kebakaran lahan, gempa bumi, longsor lumpur, dan kekeringan adalah contoh bencana alam yang berpotensi melanda California setiap tahun.
Lembaga Pajak California mencatat, sampai dengan Agustus 2018, sudah terjadi 11 bencana alam di California sepanjang tahun. Paling banyak adalah kebakaran lahan, sebanyak sembilan kali. Selain itu, bencana longsor, angin topan, dan badai musim dingin juga melanda negara bagian ini pada awal dan pertengahan tahun 2018.
Hambatan muncul saat memadamkan api karena berbarengan dengan datangnya angin kering yang berembus ke arah California selatan. Angin kering tersebut berembus dengan kecepatan 60 mil per jam di pegunungan dan 50 mil per jam di pesisir dan lembah. Selain dorongan angin kering, kelembaban rendah dan vegetasi kering yang tumbuh di daerah tersebut membuat api cepat menjalar.
Kebakaran hutan pada November lalu setidaknya menelan 77 korban jiwa. Departemen Kehutanan California menyebutkan, kebakaran yang melanda California sejak 8 November 2018 hingga 20 November 2018 telah menghancurkan lahan seluas 611 kilometer persegi dan menghancurkan sekitar 1.500 bangunan.
Wabah campak
Selain bencana alam, warga Eropa dikejutkan dengan munculnya kembali ”bencana” wabah campak. Tercatat sejak Januari hingga Juni 2018, penyakit campak di Eropa terus meningkat hingga 41.000 kasus. Jumlah tersebut mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 24.000 kasus. Sedikitnya 37 orang meninggal akibat campak dalam enam bulan pertama di tahun ini.
Ukraina menjadi salah satu negara yang memiliki kasus penyakit campak terbesar di Eropa dengan 23.000 kasus. Jumlah kasus campak di Ukraina separuh dari total kasus di Eropa. Selain Ukraina, negara-negara besar, seperti Perancis, Italia, dan Rusia, juga dominan menjadi penyumbang kasus campak, yakni lebih dari 1.000 penderita yang terinfeksi penyakit campak di tahun 2018.
Ada tiga faktor utama penyebab meningkatnya kasus campak di Eropa. Pertama, longgarnya kepedulian masyarakat terhadap vaksinasi MMR. Masyarakat Eropa masih mengalami ketakutan atau waswas ketika akan melakukan vaksinasi terhadap anaknya. Mereka takut dampak dari vaksinasi tersebut bisa memicu berbagai jenis penyakit yang sebelumnya tidak ditemukan pada anak.
Faktor kedua, menurunnya kewaspadaan masyarakat terhadap gejala awal penyakit campak. Gejala permulaan campak dapat berupa demam, rasa lemah, dan tak nafsu makan yang berlangsung 2-4 hari.
Penderita biasanya juga mengalami batuk dan mata kemerahan (konjungtivitis). Ruam kulit biasanya dimulai di belakang telinga kemudian menyebar ke wajah, dada, tubuh, lengan, dan kaki. Kelenjar limfa leher dapat membengkak.
Faktor lain yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit campak di Eropa tidak terlepas dari pengaruh iklim. Wilayah Eropa yang rata-rata memiliki iklim dingin menyebabkan infeksi virus campak semakin berkembang di wilayah tersebut. Udara dingin yang diakibatkan iklim memacu infeksi perkembangan virus dan peradangan dalam tubuh meningkat.
Terjangan badai
Selain kebakaran hutan, bencana yang rutin terjadi adalah angin tornado atau badai topan. Badai merupakan bencana yang paling sering terjadi. Pada tahun 2017, berdasarkan catatan The International Disaster Database, telah terjadi 127 bencana badai. Badai yang terjadi di penjuru dunia tahun lalu merenggut korban sejumlah 2.510 jiwa.
Selain paling sering terjadi, badai menyebabkan kerugian finansial paling besar di antara jenis bencana lainnya. Badai menimbulkan kerugian senilai 284,7 miliar dollar AS pada tahun 2017. Badai dapat terjadi di belahan bumi mana pun.
Kawasan yang sering diterjang adalah wilayah Amerika Serikat dan Amerika Tengah. Badai Michael yang terbentuk di perairan Atlantik ini menghantam wilayah pesisir Florida pada 10 Oktober 2018. Sebulan sebelumnya, daratan Amerika diterjang badai Florence.
Badai Michael sedikitnya merenggut 16 korban jiwa di Amerika Serikat. Di wilayah lain, badai dengan kecepatan lebih dari 250 kilometer per jam ini menelan 13 korban jiwa di Amerika Tengah. Sebanyak 6 korban di Honduras, 4 orang di Nikaragua, dan 3 orang di El Savador.
Selain di Benua Amerika, di kawasan Asia Timur juga langganan dilalui topan. Topan Jebi dengan kecepatan angin hingga 216 kilometer per jam menerjang Jepang bagian tengah dan barat. Terdeteksi sejak Minggu (2/9/2018), badai Jebi bergerak mendekati Kepulauan Jepang. Dua hari kemudian, angin topan menyapu ”Negara Sakura” ini.
Terjangan angin membuat Bandara Internasional Kansai di Osaka tutup. Sebagian landasan pacu bandara yang terletak di Teluk Osaka terendam banjir. Semua penerbangan dibatalkan, akibatnya 30.000 penumpang terjebak di bandara.
Dua minggu berselang, giliran negara tetangga Jepang, yakni Filipina, Hong Kong, dan China, disapu topan Mangkhut. Badai ini memorakporandakan Filipina pada Sabtu (15/9/2018) dengan kecepatan angin 200 kilometer per jam.
Sehari berikutnya, giliran Hong Kong dan China bagian selatan yang disambangi topan Mangkhut. Tidak sekeras saat menerjang Filipina, kecepatan angin topan Mangkhut di Hong Kong sekitar 155-162 kilometer per jam.
Di Filipina, topan membawa hujan deras sehingga menyebabkan banjir. Topan super mendatangkan bencana bagi 105.000 orang yang harus meninggalkan rumah untuk dievakuasi ke tempat yang lebih aman.
Mangkhut dan Florence yang masuk kategori badai super semakin sering muncul setelah tahun 2010. Badai tropis ini disebut sebagai topan super karena memiliki kecepatan maksimal angin 185 kilometer per jam. Badai siklon sendiri merupakan badai dengan kecepatan angin 118 kilometer per jam.
Badai super akan semakin sering terbentuk karena kenaikan suhu air laut. Sepanjang 2018, di Samudra Pasifik bagian utara dan Laut China Selatan telah terjadi empat badai besar, yakni Jelawat, Maria, Jebi, dan Mangkhut (Kompas 17/9/2018).
Kenaikan suhu air laut merupakan faktor utama terbentuknya badai super. Laksana mesin raksasa, badai siklon tropis terbentuk dan semakin besar karena mendapat asupan bahan bakar utama dari uap air dari kenaikan suhu permukaan laut di sekitar ekuator. Belajar dari penyebab bencana badai tersebut, menjaga bumi dari pemanasan global merupakan pencegahan yang paling mujarab untuk menjaga penduduk bumi dari hantaman badai super. (LITBANG KOMPAS)