Empat Babak Nuklir Korea Utara
Kemajuan perdamaian nuklir Korea Utara tidak dapat dilepaskan dari peran Korea Selatan. Kontribusi Korsel membantu keberhasilan pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 12 Juni 2018 di Singapura menjadi babak pertama kemajuan krisis nuklir Korea.
Langkah perdamaian bermula saat delegasi khusus Korsel pergi ke Korut pada 5 Maret 2018. Delegasi yang dipimpin oleh Kepala Keamanan Nasional Korsel Chung Eui-yong itu merupakan utusan khusus Presiden Moon Jae-in.
Mereka membawa pesan Moon yang mengharapkan agar Pyongyang mau mengendurkan ketegangan di kawasan Semenanjung Korea dengan menutup program nuklirnya. Keberangkatan delegasi Korsel ke Korut merupakan kunjungan balasan atas kehadiran Kim Yo Jong yang memimpin tim olahragawan Korut ke Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korsel.
Sejumlah perubahan besar dicapai dari hasil kunjungan delegasi Korsel. Pertama, saat pertemuan di Pyongyang, Pemimpin Korut Kim Jong Un melakukan pembicaraan dengan Utusan Khusus Presiden Korsel Moon Jae-in. Pertemuan pejabat tinggi Korsel dengan Jong Un ini merupakan yang pertama kali sejak pemimpin Korut itu berkuasa pada 2011. Hasilnya, kedua negara sepakat menggelar konferensi tingkat tinggi antarpemimpin negara.
Perubahan besar kedua yang dicapai dari diplomasi perdamaian Korsel adalah kesediaan Kim Jong Un untuk melakukan dialog dengan AS terkait perlucutan nuklir dan sebagai timbal baliknya Korut menuntut jaminan keamanan.
Kemajuan selanjutnya adalah kesediaan Presiden Donald Trump untuk bertatap muka dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Keputusan besar ini merupakan hasil pertemuan Kepala Keamanan Nasional Korsel Chung Eui-yong dan Presiden Trump di Gedung Putih, AS.
Deklarasi Panmunjom
Babak berikutnya kemajuan perdamaian di Semenanjung Korea adalah pertemuan bersejarah Pemimpin Korut dan Korsel pada 27 April 2018. Disebut bersejarah karena bukan hanya pertama kalinya seorang pemimpin Korut menginjakkan kaki di selatan.
Namun, juga komitmen untuk merundingkan perjanjian untuk menggantikan gencatan senjata yang telah membuat perdamaian yang tidak nyaman di Semenanjung Korea. Kondisi yang sudah berjalan selama lebih dari enam dekade.
Kedua pemimpin menyepakati Deklarasi Panmunjom, yang berisi menghapus semua senjata nuklir dari Semenanjung Korea. Selain sepakat soal nuklir, kedua pemimpin juga berkomitmen melanjutkan pembicaraan dengan AS untuk menyatakan akhir resmi untuk Perang Korea, yang pernah menghancurkan Semenanjung Korea dari tahun 1950 hingga 1953.
Korut dan Korsel terlibat dalam perang Korea pada 1950-1953. Walaupun perang sudah berakhir, hingga saat ini belum ada pakta perdamaian yang ditandatangani oleh kedua pihak. Status Perang Korea hingga saat ini hanya pada gencatan senjata.
Kedua negara juga sepakat membentuk kantor penghubung gabungan di wilayah Gaeseong untuk memfasilitasi kerja sama di antara masyarakat. Selain itu, juga disepakati pembahasan dan pemecahan berbagai masalah, termasuk melanjutkan program reuni untuk keluarga yang terpisah.
Dua pemimpin Korea juga setuju melanjutkan proyek-proyek yang sebelumnya disepakati dalam Deklarasi 4 Oktober 2007 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan kemakmuran bersama bangsa. Sebagai langkah awal, kedua pihak sepakat membahas pembangunan perkeretaapian dan jalan di koridor transportasi antara Seoul dan Sinuiju.
Babak ketiga
Peristiwa bersejarah berlanjut dengan pertemuan Presiden Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un di Singapura pada 12 Juni 2018. Keduanya sepakat menjalani perundingan demi perdamaian dan kestabilan keamanan Semenanjung Korea. Presiden Trump juga berkomitmen memberikan jaminan keamanan kepada Korut, sementara Kim menegaskan kembali komitmen menyelesaikan denuklirisasi Semenanjung Korea.
Setelah KTT AS-Korea Utara di Singapura, pertemuan ketiga antara Korsel dan Korut digelar pada 18 September 2018 di Pyongyang. Hal menarik pada pertemuan kali ini, Kim Jong Un dan Moon Jae In menandatangani pakta perjanjian denuklirisasi Korut.
Kesepakatan ini merupakan kemajuan berarti pasca-perjumpaan Presiden Trump dengan Jong Un pada 12 Juni 2018. Dalam pertemuan ini, Jong Un berjanji akan menutup fasilitas uji coba dan peluncuran roket Tongchang-ri serta menutup kompleks nuklir Nyonbyon. Selain berjanji membongkar fasilitas nuklirnya, Jong Un juga mempersilakan pihak internasional yang kredibel dalam bidang nuklir untuk mengawasi proses denuklirisasi.
Pertemuan juga berbuah kesepakatan pembetukan zona larangan terbang di perbatasan Korut dengan Korsel. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghindari potensi terjadi kontak fisik dan konflik di ruang udara dua negara Korea tersebut.
Menagih komitmen
Bagian terpenting mewujudkan perdamaian Korea adalah menagih komitmen Korut dan AS untuk menyelesaikan krisis nuklir Korut. Tanda keseriusan Korut dalam memenuhi komitmen mengubur proyek senjata nuklirnya mulai terlihat.
Citra satelit bertanggal 20 Juli 2018 menunjukkan aktivitas pekerja membongkar sebuah fasilitas yang diindikasikan sebagai lokasi pusat peluncuran rudal balistik. Fasilitas yang dibongkar tersebut adalah Peluncuran Satelit Sohae, Changya-dong.
Namun, tampaknya Kim Jong Un belum sepenuh hati dalam melaksanakan denuklirisasi. Korea Utara dilaporkan kembali melakukan uji coba senjata ”taktis” modern pada pertengahan November 2018. Walaupun begitu, Trump masih ingin terus menyelenggarakan KTT AS-Korea Utara pada tahun 2019. Presiden Trump menyatakan bahwa ia akan mengadakan KTT pada Januari atau Februari 2019 dan akan mengundang Kim Jong Un ke AS.
Kemunduran negosiasi denuklirisasi mulai tampak ketika pertemuan antara Mike Pompeo dan Kim Jong Un batal pada awal November 2018. Walaupun telah satu pemikiran dalam hal denuklirisasi dan membangun hubungan baru, tampaknya belum ada kesepakatan atas siapa yang lebih dulu mengambil langkah.
Di satu sisi, AS terus menagih komitmen dan keseriusan Korut untuk membongkar fasilitas nuklirnya. Di sisi lain, Korut berharap agar AS mau membuka lembaran baru dalam berhubungan dengan Korut dan mengangkat sanksi-sanksi yang selama ini membebani.
Korut bahkan mengancam mangkir dari kesepakatan jika sanksi-sanksi tersebut tidak diangkat. Inilah babak terakhir yang harus terus diupayakan untuk membuat Semenanjung Korea benar-benar damai. (RANGGA EKA SAKTI/LITBANG KOMPAS)