Jamal Khashoggi, Tokoh Tahun Ini
Pengorbanan selalu dibutuhkan bagi siapa pun yang mengejar, menyuarakan, dan mempertahankan kebenaran. Itu juga yang menjadi bagian dari pergulatan profesi wartawan. Beberapa jurnalis mengorbankan kebebasan mereka dan sebagian lagi harus membayar dengan nyawanya demi menyuarakan kebenaran.
Lembaga Committee to Protect Journalist mencatat, setidaknya 61 wartawan hilang dan 53 orang meninggal dunia karena menjalankan tugas jurnalistik sepanjang 2018. Kasus terakhir menimpa wartawan radio Fresh, Raed Fares, yang meninggal di Suriah pada 23 November 2018.
Jika ditelusuri lebih jauh lagi dari 1992 sampai 20 Desember 2018, setidaknya 681 jurnalis di seluruh dunia hilang. Dalam kurun waktu yang sama, 1.333 jurnalis tewas dengan motif kematian yang teridentifikasi dan 855 wartawan di antaranya tewas dibunuh.
Pelaku pembunuhan sering kali berasal dari kaum elite pemerintah dan kelompok-kelompok tertentu. Dalam Indeks Impunitas Global 2016 yang disusun oleh Committee to Protect Journalist (CPJ), tertulis bahwa 40 persen tersangka pelaku pembunuhan jurnalis berasal dari kelompok-kelompok politik. Pejabat pemerintah dan militer menjadi tersangka utama dari hampir seperempat kasus pembunuhan jurnalis di dunia.
Laporan CPJ itu dianalisis berdasarkan kasus pembunuhan wartawan di setiap negara yang terjadi sepanjang 2006-2016. Beberapa negara yang disoroti merupakan negara yang memiliki lebih dari lima kasus pembunuhan jurnalis yang tidak ditindaklanjuti secara hukum.
Pemberitaan tentang politik, tindak korupsi, dan kejahatan yang diberitakan jurnalis sering kali mengancam kelompok-kelompok tertentu sehingga tak heran apabila mereka tega melakukan tindak kriminal kepada jurnalis. Sekitar 95 persen korban pembunuhan jurnalis adalah wartawan lokal yang sering meliput peristiwa politik dan korupsi di negara asal mereka.
Misteri Khashoggi
Jamal Khashoggi adalah salah satu wartawan yang dibunuh pada 2 Oktober 2018 di gedung Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki. Keberadaanya sempat menjadi misteri selama sekitar tiga pekan, hingga akhirnya otoritas Arab Saudi menyatakan Khashoggi meninggal di konsulat Istanbul.
Sampai saat ini belum ada kepastian mengenai misteri kematian Khashoggi meski otoritas keamanan Arab Saudi telah melakukan penyelidikan hampir dua bulan. Jasadnya juga masih menjadi misteri sampai saat ini.
Selain Arab Saudi, otoritas Turki juga mengikuti proses investigasi. Tidak heran karena area pembunuhan Khashoggi masuk wilayah negara Turki. Pada 10 Desember 2018, Turki bahkan menyebut akan membawa kasus pembunuhan Khashoggi ke penyidikan internasional agar penyelesaiannya lebih transparan.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Turki juga mengeluarkan nota permintaan kepada otoritas Arab Saudi agar segera menyerahkan 18 warga Arab Saudi yang diduga terlibat pembunuhan ke Turki. Namun, Saudi menolak ekstradisi terhadap 18 warga Saudi yang menjadi tersangka.
Misteri meninggalnya Khashoggi menyita perhatian dunia. Dewan HAM PBB juga telah membuka kasus Khashoggi. Perwakilan dari sejumlah negara, antara lain Australia, Belgia, Kanada, dan Italia, pada 5 November 2018, berkumpul di Geneva untuk melakukan dengar pendapat dengan Dewan HAM PBB terkait pembunuhan wartawan senior Arab Saudi tersebut.
Sikap pemerintah Amerika Serikat mendukung otoritas Arab Saudi. Walau mengakui adanya pembunuhan terhadap Khashoggi, Presiden Donald Trump menolak ada reaksi lebih keras terhadap Saudi. Trump juga mengesampingkan laporan Badan Pusat Intelijen AS (CIA), yang menduga Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman mengetahui peristiwa itu.
Berbeda dengan Trump, Senat AS pada 13 Desember 2018 mengeluarkan resolusi yang menyatakan Pangeran Mohammed bertanggung jawab dalam kasus pembunuhan Kashoggi (Kompas, 18/12/2018). Arab Saudi langsung bereaksi dengan mengecam resolusi tersebut.
Terlepas dari ketidakjelasan penyebab, pelaku, dan kronologi tewasnya Khashoggi, majalah Time menobatkannya sebagai ”2018 Person of the Year”. Penghargaan diberikan kepada seseorang atau kelompok yang paling berpengaruh di dunia dalam satu tahun itu.
”We are living through nothing short of a ‘\'war on truth’—but it is in such a time that ‘professional truth seekers are more important than ever” ujar Time saat mengumumkan penghargaan itu. Penghargaan dengan sebutan ”The Guardians and the War on Truth” diberikan kepada empat orang dan satu kelompok yang mewakili semua jurnalis yang turut mengekspos manipulasi dan penyalahgunaan kebenaran di seluruh dunia.
Pilihan hidup Khashoggi
Sampai akhir hidupnya, Jamal Khashoggi meninggalkan nilai-nilai kehidupan yang dapat menginspirasi banyak orang. Integritas dan keberaniannya untuk menyampaikan kebenaran layak dihidupi orang lain.
Sejak ia pindah ke Washington tahun lalu, Khashoggi menempatkan dirinya sebagai ”jurnalis independen yang hanya menggunakan penanya untuk kebaikan negaranya”.
Khashoggi memilih untuk menggunakan penanya untuk mewujudkan kebaikan bagi Arab Saudi. Sebab, kemajuan dan perubahan sebuah bangsa berada di tangan rakyatnya, bukan di tangan orang asing.
Dalam kolom The Washington Post April 2018, ia menyatakan diri bahwa ia tidak pernah berusaha untuk menjadi pengganggu dan lawan dari pemerintah. Sebaliknya ia adalah seorang yang mendukung reformasi sederhana dalam sistem pemerintahan.
Setiap kritik dan tulisan tentang pemerintah Arab Saudi yang dipublikasikan bukan untuk menjatuhkan pemerintahan. Kritik Khashoggi dilakukan dengan santun dan hormat sebagai wujud kecintaan terhadap negaranya.
Kritiknya kepada pemerintah dapat dikelompokkan dalam empat hal besar yang semuanya dihubungkan dengan janji reformasi yang diserukan putra mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS).
Pertama, ia menekankan tranparansi melawan korupsi melalui tindakan penahanan yang seharusnya dilakukan melalui pengadilan yang adil. Di sisi lain ia juga menuliskan tindakan MBS ketika melakukan penangkapan tebang pilih yang dianggapnya sebagai pemusatan kekuasaan penguasa daripada keinginan untuk memberantas korupsi.
Kedua, Khashoggi mengungkapkan ketidaksetujuannya atas bentuk reformasi yang diiringi dengan represi, penahanan, dan pembungkaman di bawah pemerintahan MBS yang sebelumnya berjanji untuk membuat Arab Saudi lebih terbuka dan toleran.
Ketiga, Khashoggi berpendapat bahwa Arab Saudi turut bertanggung jawab dan berperan aktif untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah, bukan malah menciptakan persoalan bagi dirinya sendiri.
Keempat, ia menegur pemerintahan yang lebih berkepentingan untuk melakukan pembangunan fisik yang megah dibandingkan mengupayakan pembangunan manusia.
Namun, justru karena kritik itu, Khashoggi dianggap sebagai seseorang yang berbahaya. Pemerintah sempat memintanya untuk diam selama enam bulan sebelum ia pindah ke Amerika Serikat pada Juni 2017.
Kebebasan pers
Jalan berbahaya itulah yang ia ambil dan ia jalani. Bertindak sebagai penegak kebenaran melalui jurnalisme tanpa memandang siapa pun yang dikritiknya. Integritas dan keteguhan atas nilai-nilai hukum yang berlaku selama ini menjadi pedomannya dalam menjalankan tugas sebagai jurnalis. Khashoggi percaya, bekerja dalam parameter hukum akan menjadikan kondisi di negaranya lebih baik.
Ia juga tidak berusaha mencari bantuan kepada jejaringnya di Barat dan sangat waspada serta menghindari kompromi terhadap integritas jurnalistiknya meski dengan bebas ia dapat bertemu dan bekerja sama dengan agen intelijen dan pejabat dari AS serta negara Barat lainnya.
”Must we choose, between movie theaters and our rights as citizens to speak out, whether in support of or critical of our government’s actions?” tulis The Time mengutip kegelisahan Jamal Khashoggi. Ia kemudian menggemparkan dunia melalui kematiannya. Kematiannya menjadikan jurnalis sebagai pendebat paling keras di Arab dan simbol kebebasan ekspresi di dunia internasional.
Kematian Khashoggi menggambarkan luka kebebasan pers di Arab Saudi. Lembaga internasional Reporters Without Borders mengecam cara-cara kekerasan oleh Arab Saudi untuk membungkam jurnalis kritis, termasuk hilangnya Jamal Khashoggi.
Kekerasan terhadap wartawan mengancam kebebasan pers di Arab Saudi. Tahun ini, organisasi Reporters Without Borders menempatkan Arab Saudi di urutan ke-169 dari 180 negara dalam pemeringkatan kebebasan pers di dunia atau World Press Freedom Index 2018. Posisi ini termasuk dalam kategori rendah, yang artinya pers di Arab Saudi belum dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Pers yang bebas ditandai dengan kerja jurnalistik yang bebas dari tekanan dan ancaman penguasa. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia menyatakan hak fundamental dari kebebasan berekspresi mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, serta menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa pun. Sebuah perjuangan hak asasi yang harus dibayar mahal oleh Jamal Khashoggi. (DEBORA LAKSMI INDRASWARI/LITBANG KOMPAS)