Makin Senang Wisata ke Luar Negeri
Jumlah wisatawan Indonesia yang bepergian ke luar negeri untuk tujuan wisata dan sebagainya meningkat tiap tahun. Keindahan destinasi wisata di dalam negeri yang beragam tidak mengurangi antusiasme kalangan berduit untuk merasakan pengalaman menjejak ikon-ikon wisata negara lain.
Barangkali kita pernah mendengar atau mengetahui ajakan untuk tidak berwisata ke luar negeri untuk sementara waktu saat nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Ajakan ini dimaksudkan untuk menekan penggunaan devisa demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Tentunya juga sebagai wujud rasa cinta kepada Tanah Air.
Ajakan menunda berwisata ke luar negeri ini bukan tanpa alasan. Semakin banyak orang Indonesia yang berwisata ke luar negeri, yang disebut juga dengan wisatawan nasional, dan semakin banyak biaya yang dikeluarkan untuk menunjang perjalanan itu, penggunaan devisa dalam bentuk dollar AS akan semakin besar.
Tren meningkat
Anggapan orang Indonesia makin senang berwisata ke luar negeri bukan isapan jempol. Tren wisatawan nasional yang berwisata ke luar negeri naik dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2011 wisatawan nasional baru berjumlah 6,7 juta orang, tahun 2017 lalu jumlahnya mencapai 9,1 juta orang. Angka tersebut naik 36 persen dalam kurun enam tahun atau rata-rata 6 persen per tahun.
Rata-rata pengeluaran wisatawan nasional yang umumnya bepergian 7-10 hari ini sekitar 1.000 dollar AS per orang per kunjungan. Pada periode 2011-2013, rata-rata pengeluaran masih di bawah 1.000 dollar AS per orang per kunjungan. Apabila disimulasikan, jika pada 2017 terdapat 9,1 juta orang Indonesia yang ke luar negeri, uang dollar AS yang mereka bawa untuk dibelanjakan total mencapai 9,1 miliar dollar AS.
Tren wisatawan nasional yang berwisata ke luar negeri naik dari tahun ke tahun.
Menurut laporan Neraca Satelit Pariwisata Nasional 2017 dari Kementerian Pariwisata, dari sisi pengeluaran atau konsumsi hingga tahun 2016, total pengeluaran wisatawan Indonesia yang ke luar negeri masih lebih kecil dibandingkan dengan total pengeluaran wisatawan mancanegara yang ke Indonesia. Dengan demikian, devisa yang dihasilkan masih bernilai positif atau surplus.
Meski demikian, seiring dengan meningkatnya jumlah perjalanan penduduk Indonesia ke luar negeri, ada kekhawatiran surplus tersebut akan semakin berkurang dan bisa menjadi seimbang atau bahkan negatif (defisit).
Meningkatnya jumlah perjalanan orang Indonesia ke luar negeri mengindikasikan meningkatnya kesejahteraan penduduk Indonesia. Angka pendapatan per kapita Indonesia memang menunjukkan peningkatan selama lima tahun terakhir, yaitu sekitar 5 persen per tahun.
Selain faktor meningkatnya kesejahteraan penduduk Indonesia secara umum, faktor kenyamanan dan keamanan berada di negara yang dikunjungi juga menjadi pemicu meningkatnya jumlah wisatawan nasional. Faktor pemicu yang tak kalah pentingnya adalah semakin kompetitifnya biaya perjalanan yang ditawarkan biro perjalanan.
Faktor pemicu adalah semakin kompetitifnya biaya perjalanan yang ditawarkan biro perjalanan.
Maraknya angkutan bertarif murah yang ditandai dengan ketatnya persaingan antarmaskapai penerbangan, serta gencarnya promosi dari negara-negara lain, turut membangkitkan antusiasme berwisata ke luar negeri. Promo-promo travel fair yang menggoda, model kerja sama antara pihak perbankan dan maskapai penerbangan, kini semakin sering dijumpai.
Hasil survei dari Kementerian Pariwisata menyebutkan, negara-negara tetangga (ASEAN) seperti Singapura dan Malaysia masih menjadi destinasi wisata yang paling banyak dikunjungi penduduk Indonesia. Kedekatan geografis yang berkonsekuensi dengan biaya yang relatif murah memungkinkan untuk hal itu.
Ditambah lagi kedua negara tersebut gencar berpromosi tentang obyek-obyek wisata baru yang ada di negara mereka. Selain itu, promosi layanan kesehatan di Malaysia dan Singapura juga masih menjadi daya tarik bagi orang Indonesia.
Terus naik
Meningkatnya perjalanan penduduk Indonesia berwisata ke luar negeri sudah diprediksi sebelumnya. Tahun 2016, laporan Mastercard yang berjudul ”Future of Outbound Travel in Asia Pasific 2016-2021” menyebutkan jumlah perjalanan penduduk Indonesia ke dunia internasional diestimasi mencapai 7 juta orang pada 2016. Perkiraan ini tidak termasuk trip ke Singapura melalui jalur laut dan juga ke Malaysia dalam hari yang sama.
Jumlah itu diperkirakan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,6 persen per tahun hingga menjadi 10,6 juta orang pada 2021. Pertumbuhan wisatawan nasional ini terjadi lebih cepat dibandingkan pertumbuhan jumlah rumah tangga di Indonesia yang sekitar 1 persen.
Realisasinya, wisatawan nasional pada 2016 berjumlah 8,4 juta orang, melebihi angka perkiraan laporan Mastercard. Melihat tren pertumbuhan yang terjadi, angka wisatawan nasional sebanyak 10,6 juta orang itu bisa tercapai sebelum 2021. Kemungkinan tercapai pada 2019.
Laporan Mastercard juga menyebutkan 55,8 persen perjalanan penduduk Indonesia ke luar negeri ini dilakukan oleh rumah tangga yang berpenghasilan di atas 30.000 dollar AS per tahun. Jika dirupiahkan dengan kurs rata-rata rupiah terhadap dollar AS tahun 2016 sebesar Rp 13.436, berarti perjalanan ke luar negeri dilakukan oleh rumah tangga yang berpenghasilan di atas Rp 400 juta per tahun.
Perjalanan ke luar negeri dilakukan oleh rumah tangga yang berpenghasilan di atas Rp 400 juta per tahun.
Laporan Mastercard menambahkan, perjalanan orang Indonesia ke luar negeri pada 2021 tidak lagi didominasi kalangan atas yang berpenghasilan di atas 30.000 dollar AS per tahun, tetapi beralih dilakukan rumah tangga kelompok kelas menengah yang berpenghasilan 10.000 dollar AS hingga 30.000 dollar AS per tahun.
Tren perjalanan wisata orang Indonesia ke berbagai belahan negara mengikuti tren penduduk negara-negara lain. Perjalanan wisatawan dari satu negara ke negara lain (outbound) di Asia Pasifik diperkirakan bertumbuh 6 persen atau lebih pada periode 2016-2021.
Penduduk China, mengikuti besaran jumlah penduduknya, adalah yang terbesar menyumbang perjalanan ke negara-negara di dunia. Diikuti oleh Korea Selatan dan India. Diproyeksikan, jumlah wisatawan China ke negara-negara lain pada 2021 akan mencapai 103,4 juta perjalanan.
Jumlah ini sekitar empat atau lima kali lipat dibandingkan wisatawan dari Korea Selatan dan India. Porsi wisatawan China ini hampir 40 persen dari total wisatawan penduduk Asia Pasifik yang melakukan perjalanan pada 2021 nanti.
Posisi Indonesia berdasarkan jumlah wisatawan nasionalnya pada 2021 berada pada urutan ke-9 setelah Jepang, Taiwan, Malaysia, Australia, dan Singapura yang berada di urutan ke-4 hingga ke-8.
Dengan tren perjalanan ke luar negeri yang cenderung naik, tampaknya ajakan untuk tidak ke luar negeri sementara waktu akan menemui tantangan yang cukup berat. Namun, hal itu bukan pula mustahil.
Jika alasannya adalah untuk mengerem penggunaan devisa, tugas yang paling utama tentunya ada di pundak dan menjadi tanggung jawab pemerintah. Solusi jangka pendek untuk menjaga nilai tukar rupiah adalah melalui kebijakan moneter dan menaikkan suku bunga acuan Bank Indonesia. Adapun strategi jangka panjang adalah menaikkan ekspor dan mengurangi impor sehingga neraca transaksi berjalan tidak defisit.
Peran pelaku usaha juga bisa diharapkan, yaitu dengan menjual valas mereka, misalnya. Mengandalkan peran masyarakat semata dari menahan membeli dollar AS tidak akan berpengaruh signifikan. (LITBANG KOMPAS)