Adu Jaringan Politik dan Popularitas di Dapil Kaya
Oleh
BI PURWANTARI
·2 menit baca
Perebutan suara calon anggota legislatif di daerah pemilihan DKI Jakarta I akan berjalan sengit. Pasalnya, sejumlah tokoh politik dan pesohor ikut bertarung memperebutkan 2.246.279 suara. Para caleg ini akan saling bersaing mengandalkan kekuatan jaringan politik, modal ekonomi, dan popularitas mereka. Perebutan suara akan semakin ketat karena 5 dari 6 caleg yang terpilih pada Pemilu 2014 kembali bertarung pada pemilu tahun ini.
Kekuatan jaringan politik, misalnya, dimiliki oleh beberapa caleg petahana, seperti Achmad Fauzan Harun, Wiryanti Sukamdani, Bambang Wiyogo, Mayjen (Pur) Asril Hamzah Tanjung, dan Dwi Astuti Wulandari. Tak hanya jaringan politik, beberapa caleg petahana juga memiliki modal ekonomi kuat seperti Wiryanti Sukamdani dan Bambang Wiyogo.
Medan pertarungan juga akan disesaki oleh para caleg pesohor. Eko Patrio, Wanda Hamidah, Mardani Ali Sera, Putra Nababan, atlet peraih medali emas bulu tangkis Taufik Hidayat, penyanyi cilik 1980-an Chicha Koeswoyo merupakan beberapa nama populer yang ikut mewarnai perebutan kursi di dapil ini.
Faktor lain yang akan menciptakan persaingan ketat adalah antusiasme pemilih yang tergolong rendah. Dapil DKI Jakarta I yang meliputi Kota Jakarta Timur pada Pemilu 2014 memiliki antusiasme memilih yang relatif rendah, yaitu 72,42 persen, ada di urutan 56 dari 77 dapil kala itu.
Angka ini bisa saja berulang kembali dan menjadi tantangan besar bagi para caleg yang bertarung karena jumlah suara yang diperebutkan semakin berkurang.
Meski angka partisipasi politik relatif rendah, wilayah ini menjadi rebutan partai dan calegnya karena pencapaian ekonomi yang cukup tinggi. Dari 80 dapil, angka PDRB 2016 dapil ini ada di peringkat ke-7 dengan nilai Rp 380,92 triliun, Angka kemiskinan dapil ini (3,31 persen) pun jauh di bawah angka nasional (11,2 persen).
Dari aspek sosial, IPM dapil ini ada di peringkat ke-2 tertinggi dari 80 dapil lainnya dengan menyentuh angka 81,61 pada 2017. Cermin tingkat pendidikan yang baik ini bisa jadi merupakan pendorong terbukanya penerimaan terhadap caleg perempuan. Pada Pemilu 2014, persentase caleg perempuan yang lolos sebesar 33 persen atau 15,7 persen di atas rata-rata nasional. (YOHANES MEGA HENDARTO/LITBANG KOMPAS)