Lika-liku Pemakzulan Presiden AS
Dimakzulkan oleh DPR, bukan merupakan akhir karier seorang presiden Amerika Serikat. Dalam sejarahnya, usaha pemakzulan presiden belum pernah berhasil.
Pemakzulan presiden di Amerika Serikat melewati tahapan yang berliku. Butuh energi besar melakukannya, mengingat tahapan pemakzulan berimpitan dengan komposisi kekuatan politik di Senat dan perdebatan intepretasi tentang alasan yang dapat dikenakan.
Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat mendakwa Trump menyalahgunakan kewenangan pada Rabu (18/12/2019). Pembicaraan Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melalui telepon pada 25 Juli 2019 menjadi awal mula pemakzulan.
Trump menekan Zelensky untuk menyelidiki mantan Wakil Presiden AS Joe Biden dan anaknya, Hunter Biden. Joe Biden adalah salah satu kandidat kuat lawan Trump dalam pilpres 2020 dari Partai Demokrat. Saat bersamaan, Trump juga dinilai berusaha menghalangi proses penyelidikan terhadap dirinya.
Dimakzulkan oleh DPR, belum menjamin akhir dari karier seorang presiden. Linimasa kepresidenan AS mencatat, usaha pemakzulan presiden malah belum pernah berhasil dilakukan sampai saat ini.
Sebelum Trump, ada tiga presiden yang berhadapan dengan proses pemakzulan, yakni Andrew Johnson (1868), Richard Nixon (1974), dan Bill Clinton (1998). Andrew Johnson dan Bill Clinton telah dimakzulkan oleh DPR, tetapi dua-duanya lolos di Senat. Sementara Richard Nixon belum sempat diproses untuk dimakzulkan karena mengundurkan diri sebelum pemakzulan DPR dibawa ke Senat.
Berliku
Susahnya memakzulkan presiden di AS disebabkan adanya beberapa tahap yang harus dilewati. Pertama-tama seorang anggota DPR harus meminta proses pemakzulan. Selanjutnya, DPR akan meminta proses pemakzulan dimulai.
Ketua DPR akan merujuk proses kepada Komite Kehakiman DPR untuk menentukan apakah terdapat cukup alasan untuk melanjutkan proses pemakzulan. Jika ditemukan cukup bukti, akan dibuat artikel pemakzulan dan akan diadakan voting untuk menentukan apakah akan membawa artikel tersebut dalam sidang DPR.
Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat mendakwa Trump menyalahgunakan kewenangan.
Kasus pemakzulan kemudian dibahas oleh semua anggota DPR. DPR melakukan voting untuk melakukan pemakzulan. Apabila tercapai mayoritas sederhana untuk menggunakan pasal-pasal pemakzulan, pejabat yang diadili dapat dimakzulkan.
Pasal-pasal pemakzulan yang dimaksud terdapat dalam Konstitusi AS, dalam Artikel I Bab 2 Ayat 5, Artikel I Bab 3 Ayat 6-7, dan Artikel II Bab 4. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa yang memiliki kekuatan untuk melakukan pemakzulan adalah DPR.
Selain itu, pelaksanaan pemakzulan ada di tangan Senat. Aturan terakhir mengatur siapa yang dapat dimakzulkan dan alasan tindakan pemakzulan oleh DPR dan Senat.
Interpretasi
Berdasarkan Konstitusi AS, yang dapat dimakzulkan adalah presiden, wakil presiden, dan semua pejabat sipil di AS. Pemakzulan dilakukan dengan memberhentikan mereka dari jabatan dan dihukum sesuai kejahatan yang dibuat.
Alasan yang dapat dikenakan untuk proses pemakzulan adalah pengkhianatan, penyuapan, atau kejahatan berat dan pelanggaran ringan lainnya. Jadi, terdapat empat alasan, tiga alasan cukup jelas sedangkan satu alasan, ”pelanggaran ringan lainnya”, butuh interpretasi lebih lanjut.
Setelah DPR sepakat untuk memakzulkan, artikel pemakzulan perlu dibawa ke Senat. Senat akan memutuskan apakah seorang pejabat bersalah atau tidak atas dakwaan dalam pasal-pasal pemakzulan.
Apabila Presiden adalah pejabat yang diadili, Ketua Mahkamah Agung akan memimpin sidang tersebut. Apabila dua per tiga dari Senat memutuskan untuk menghukum, pejabat akan dicopot dari jabatan publik.
Selain dicopot dari jabatan publik, pejabat yang dimakzulkan dapat juga menghadapi dakwaan pidana atau perdata sesuai pasal yang didakwakan.
Menguras energi
Melihat proses berjenjang dari proses pemakzulan, dapat dipahami bahwa dalam sejarah AS usaha ini belum pernah berhasil. Hanya 3 dari 44 presiden AS sebelum Trump yang pernah mengalami proses pemakzulan. Artinya, hanya 7 persen atau angka yang sangat kecil dibandingkan dengan 93 persen presiden lain.
Angka tersebut hanya akan bertambah menjadi 16 persen ketika dibandingkan dengan presiden-presiden AS yang pernah menghadapi penyelidikan khusus seperti yang sedang dihadapi oleh Trump.
Terdapat tujuh presiden AS sebelum Trump yang pernah diivestigasi langsung karena skandal-skandal yang mereka hadapi, mulai dari Richard Nixon dengan skandal Watergate sampai dengan George W. Bush dengan skandal Plamegate.
Selain harus melewati tahap yang berjenjang, pemakzulan terhadap Presiden di AS jarang terjadi karena sangat menguras waktu dan energi. Ditambah lagi, alasan kejahatan yang dilakukan presiden harus benar-benar jelas dan terbukti, entah dalam hal pengkhianatan, penyuapan, atau kejahatan berat dan pelanggaran ringan lainnya.
Di sisi lain, partai pendukung Presiden juga akan melihat dukungan rakyat terhadap proses tersebut. Kasus pemakzulan Bill Clinton bisa menjadi cermin bagi Demokrat yang berniat mencoba memakzulkan Trump.
Walau sedang mengalami proses pemakzulan di DPR, saat itu Bill Clinton ternyata masih populer di kalangan warga Amerika. Temuan jajak pendapat Gallup pada Desember 1998 menyebutkan, Bill Clinton merupakan tokoh paling dikagumi rakyat AS. Tingkat popularitas Bill Clinton 4 persen lebih tinggi daripada sebelum pecahnya skandal dengan Monica Lewinsky (Kompas 2/1/1999).
Saat ini, publik AS terbelah menyikapi proses pemakzulan Trump. Jajak pendapat Gallup yang digelar 2-15 Desember 2019 mencatat dukungan publik untuk proses pemakzulan mencapai 46 persen. Berita baiknya bagi pendukung Trump, persentase ini menurun enam poin jika dibandingkan dengan tiga bulan lalu saat Ketua DPR Nancy Pelosi mengumumkan impeachment inquiry.
Namun, jajak pendapat lain menemukan fakta berbeda. Pengumpulan opini publik ABC News/Washington Post yang dirilis pada 17 Desember 2019, menyebutkan sebanyak 49 persen responden menyetujui bahwa Trump harus dimakzulkan. Lainnya, sebanyak 46 persen menyatakan tidak perlu.
Akhir pemakzulan Trump masih menunggu proses di Senat AS. Mencermati linimasa pemakzulan sebelumnya, energi besar proses pemakzulan Trump bisa jadi berakhir sama dengan pemakzulan sebelumnya. Tantangan persetujuan pemakzulan di Senat lebih berliku, mengingat saat ini Partai Republikan, partai pengusung Trump, menguasai kamar legislatif tersebut. (Litbang Kompas)