Sepanjang 2019, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, terjadi 3.768 bencana di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 99 persen merupakan bencana hidrometeorologi, sedangkan 1 persen bencana geologi.
Oleh
ANDREAS YOGA PRASETYO
·3 menit baca
Sepanjang 2019, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, terjadi 3.768 kejadian bencana di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 99 persen merupakan bencana hidrometeorologi, sedangkan 1 persen lainnya merupakan bencana geologi.
Bencana hidrometeorologi adalah bencana alam yang terjadi sebagai dampak dari fenomena meteorologi atau cuaca, seperti curah hujan, kelembaban, temperatur, dan angin.
Bencana hidrometeorologi menyebabkan banjir, tanah longsor, angin puting beliung, gelombang tinggi, gelombang panas, kekeringan lahan ataupun kebakaran hutan dan lahan.
Berdasar data Kaleidoskop Bencana 2019 yang dirilis BNPB, bencana yang paling banyak terjadi adalah angin puting beliung, yaitu sebanyak 1.370 kejadian. Bencana berikutnya adalah kebakaran hutan dan lahan dengan 746 kejadian.
Untuk tanah longsor, terjadi 710 kejadian bencana yang mengakibatkan 117 orang meningal dan 1.748 rumah rusak. Selain itu, terdapat 18 kejadian gelombang pasang yang mengakibatkan 1 orang meninggal dan 205 rumah rusak.
Satu dekade
Kejadian bencana alam di Indonesia meningkat tajam dalam sepuluh tahun terakhir. Berdasarkan data BNPB sepanjang 2009-2019, total kejadian bencana mencapai 24.270, didominasi bencana hidrometeorologi.
Pada 2009 terdapat 1.246 kejadian bencana. Sebanyak 66 persen di antaranya merupakan bencana hidrometeorologi. Jumlah kejadian bencana meningkat lima tahun kemudian, menjadi 1.963 kejadian bencana pada 2014. Lagi-lagi bencana hidrometeorologi mendominasi dengan 69 persen kejadian. Sisanya merupakan bencana geologi.
Peningkatan kejadian bencana juga terekam pada 2019, menjadi 3.768 bencana. Jumlahnya meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 3.406 kejadian.
Dari 3.406 bencana yang terjadi pada 2018, sebanyak 2.455 bencana merupakan bencana hidrometeorologi. Banjir sepanjang 2018 terjadi 679 kejadian yang mengakibatkan 119 orang meninggal.
Selama 2018 terdapat beberapa bencana hidrometeorologi yang menimbulkan korban jiwa, seperti banjir bandang di Lampung Tengah pada Februari 2018 yang menyebabkan 7 orang meninggal.
Selain itu, ada pula bencana longsor di Brebes, Jawa Tengah, yang menyebabkan 11 orang meninggal dan 7 orang hilang. Kemudian banjir bandang di Mandailing Natal pada Oktober 2018 yang menyebabkan 17 orang meninggal dan 2 orang hilang.
Sekalipun menunjukkan tren penurunan jumlah kejadian dalam empat tahun terakhir, bencana banjir tidak dapat dianggap remeh. Bencana banjir pada 2016 dan 2017 merupakan jenis bencana yang paling banyak terjadi.
Pada 2016 terjadi 823 kejadian banjir yang mengakibatkan 250 orang meninggal dan hilang. Sementara pada 2017 terdapat 978 kejadian banjir dengan korban jiwa 162 orang.
Prediksi 2020
Melihat tren kejadian bencana dalam satu dekade terakhir, bencana hidrometeorologi diperkirakan masih mendominasi bencana alam di Indonesia. Data Informasi Bencana Indonesia BNPB yang diakses pada 1 Januari 2020 memperlihatkan, sepanjang 2019 setidaknya terjadi 343 kejadian banjir, 340 tanah longsor, dan 554 puting beliung.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dari 342 zona musim di Indonesia, sekitar 40 persen zona telah memasuki musim hujan. Sebaran hujan diprediksi merata pada akhir Desember hingga awal 2020.
Puncak musim hujan diprediksi terjadi pada Januari 2020 sehingga berpotensi tinggi terjadi banjir, longsor, dan puting beliung. Curah hujan Januari-Maret 2020 diperkirakan tinggi, terutama di bagian selatan Pulau Sumatera, Pulau Jawa, hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian tengah, Sulawesi, dan Papua.
Total 489 kabupaten/kota masuk daerah bahaya sedang-tinggi banjir dengan total penduduk terpapar 63,7 juta jiwa. Untuk bencana longsor, 441 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dengan jumlah penduduk terpapar 57,4 juta jiwa. Adapun kejadian puting beliung memiliki potensi hampir seragam di seluruh wilayah.
Menghadapi potensi bencana hidrometeorologi, BNPB mengimbau agar masyarakat mulai melakukan persiapan dini melalui upaya-upaya pencegahan, seperti memangkas daun dan ranting, terutama pohon-pohon besar, tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan lingkungan, dan membersihkan saluran air hingga sungai.
Tidak lupa juga selalu membawa payung atau jas hujan selama beraktivitas di luar ruangan, dan selalu memperbarui informasi prakiraan cuaca yang bersumber dari pihak berwenang.
Untuk upaya jangka panjang, masyarakat bisa menanam pohon yang dapat mencegah terjadinya longsor sekaligus mengikat air tanah sebagai cadangan saat kemarau panjang tiba. Masyarakat dapat pula membuat lubang biopori di sekitar rumah sebagai sarana resapan air. (Litbang Kompas)