Sisi Lain Wisata Superprioritas
Pemerintah Indonesia saat ini berfokus membenahi sejumlah hambatan dalam mengembangkan pariwisata superprioritas.
Belum semua destinasi superprioritas benar-benar siap dipasarkan optimal. Walaupun penentuan obyek wisata ini sudah dilakukan dua tahun terakhir, nyatanya banyak kendala yang ditemukan. Salah satunya terkait daya dukung transportasi ke obyek wisata.
Pemerintah Indonesia saat ini berfokus membenahi sejumlah hambatan dalam mengembangkan pariwisata superprioritas. Akhir tahun lalu, Presiden Joko Widodo meminta jajaran pemerintahannya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung di lima kawasan destinasi superprioritas nasional. Tujuan percepatan ini, agar mulai 2020, obyek-obyek wisata tersebut dapat dipromosikan secara masif ke dunia internasional.
Upaya percepatan tersebut, salah satunya guna mendongkrak angka kunjungan turis asing ke Indonesia. Semakin banyak wisatawan mancanegara yang datang, maka pasokan devisa akan kian mengalir deras. Jumlah turis asing tahun 2018 tercatat 15,81 juta orang. Kontribusi turis asing terhadap penerimaan devisa 19,29 miliar dollar AS atau sekitar Rp 270 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000 per dollar AS.
Target devisa ini tentu akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya turis asing ke Indonesia. Hanya saja, peningkatan devisa itu tidaklah mudah. Salah satu syaratnya, volume kedatangan wisatawan luar negeri harus bertambah banyak dari waktu ke waktu. Sayangnya, pencapaian pariwisata internasional ke Indonesia belum seperti yang diharapkan. Pariwisata dipacu untuk terus meningkat, tetapi sepertinya melambat. Tren pertumbuhan pariwisata yang pesat setidaknya sejak tahun 2012-2018 sedang mengalami sedikit penurunan pada 2019.
Sepanjang Januari-Oktober 2019, angka kunjungan turis asing ke Indonesia baru sekitar 13,6 juta orang. Angka ini relatif masih sangat jauh dari target yang diestimasi mencapai 17,5 juta jiwa hingga akhir tahun 2019. Kondisi ini tentu memperkecil peluang pencapaian target devisa wisata yang diprediksi pada 2019 mencapai 20 miliar dollar AS. Kenyataan itu saja menunjukkan besarnya tantangan pemerintah untuk mendatangkan devisa lewat kunjungan wisatawan asing.
Sementara, target kunjungan wisata asing tahun ini dinaikkan lagi hingga 18,5 juta jiwa. Devisa dari turis asing tahun ini diharapkan mencapai 19 miliar-21 miliar dollar AS.
Transportasi destinasi
Sesuai hasil kajian Kementerian Perhubungan, tidak ada satu pun destinasi superprioritas yang benar-benar luput dari permasalahan infrastruktur transportasi. Danau Toba di Sumatera Utara, Candi Borobudur (Jawa Tengah), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), dan Likupang (Sulawesi Utara) masing-masing memiliki karakteristik permasalahan tersendiri terkait transportasi. Di kawasan Danau Toba, sejumlah masalah menonjol, antara lain terkait sistem transportasi di Sumut yang belum terintegrasi dengan baik.
Biaya penerbangan juga mahal karena terbatasnya konektivitas transportasi secara nasional. Persoalan serupa terjadi di kawasan wisata Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang. Ketiga destinasi wisata bahkan tak hanya membutuhkan pengembangan transportasi sisi udara. Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang memerlukan fasilitas pelabuhan laut yang menunjang agar mempermudah akses kedatangan para turis. Sementara, fasilitas angkutan jalan darat di tiga destinasi wisata itu juga menuntut perbaikan, baik dari segi sarana maupun prasarana.
Posisi kawasan wisata prioritas yang relatif jauh dari perkotaan dan pulau-pulau utama di Indonesia membuat segala permasalahan terkait transportasi dan perhubungan menjadi semacam dilema. Bagus, indah, dan menawan segenap potensi alamnya, tetapi tidak mudah dijangkau wisatawan.
Bahkan, destinasi Borobudur yang berada di Jateng sekalipun tidak luput dari hambatan transportasi. Lokasi Borobudur yang relatif dekat dengan Kota Yogyakarta tak menjamin obyek prioritas ini tanpa kendala aksesibilitas.
Hasil kajian Kemenhub menunjukkan, akses transportasi kawasan Borobudur pun minim. Integrasi transportasi antarmoda juga dinilai belum selaras. Koordinasi dan perencanaan dengan sejumlah pemangku kepentingan juga belum sejalan. Segala hambatan itu berpotensi meredam hadirnya turis asing.
Dukungan anggaran
Pada 2020 ini, Kemenhub yang bertanggung jawab besar melayani transportasi di Indonesia, menganggarkan sekitar Rp 2,9 triliun guna mendukung pariwisata superprioritas. Anggaran itu dialokasikan ke semua destinasi prioritas dengan mengukur skala permasalahan. Skala persoalan yang semakin kompleks juga menuntut kebutuhan alokasi anggaran lebih besar. Dari lima destinasi superprioritas, anggaran terbesar dialokasikan pada wisata Danau Toba dan Borobudur.
Anggaran peningkatan konektivitas transportasi di kedua kawasan wisata masing-masing senilai lebih dari Rp 1 triliun. Untuk destinasi lain bervariasi nilainya, mulai dari puluhan miliar hingga ratusan miliar rupiah. Terkecil adalah kawasan Mandalika yang dialokasikan sekitar Rp 40 miliar.
Besar-kecilnya anggaran tersebut mengindikasikan skala proyek yang akan dikerjakan Kemenhub. Kawasan yang menyedot dana hingga triliunan rupiah seperti Danau Toba dan Borobudur menandakan kedua destinasi itu akan didorong secara maksimal sehingga sarat fasilitas pendukung pariwisata.
Misalnya, di Danau Toba akan dibangun dan direhabilitasi pelabuhan danau di 12 lokasi serta peningkatan jalur kereta api dari Araskabu-Siantar sejauh 35 kilometer. Selain itu, juga akan dibuat runway strip tahap pertama di Bandara Sibisa. Masifnya proyek pembangunan sarana transportasi juga terjadi di kawasan Borobudur. Anggarannya mencapai Rp 1,25 triliun, terbanyak dari lima destinasi superprioritas. Besarnya anggaran dialokasikan untuk membangun kelengkapan infrastruktur pendukung.
Infrastruktur pendukung itu di antaranya pembangunan jalur kereta api dari Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo. Selain itu, akan dibangun juga elektrifikasi jalur kereta Yogyakarta-Surakarta, fasilitas integrasi angkutan jalan, dan subsidi angkutan antarmoda.
Tingginya alokasi anggaran di kedua destinasi itu mengindikasikan bahwa prioritas Kemenhub pada tahun ini baru terfokus pada destinasi tersebut. Namun, bisa jadi juga tingginya alokasi anggaran itu mengindikasikan bahwa daya dukung kedua obyek wisata ini dinilai sangat kurang.
Padahal, potensi devisa dari kedua destinasi wisata ini sesungguhnya sangat besar sehingga perlu diakselerasi dengan memfokuskan anggaran untuk proyek infrastruktur pendukung di wilayah itu.
Destinasi mana pun yang menjadi prioritas, idealnya telah dipertimbangkan matang oleh pemerintah. Harapannya, terciptanya fasilitas pendukung transportasi yang lebih baik, akan menambah durasi waktu kunjungan para turis. Sekaligus, menarik datangnya lebih banyak lagi turis asing. Semoga. (Litbang Kompas)