RUU Cipta Kerja mengubah beberapa aturan tentang penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia. Di satu sisi, perubahan aturan ini dapat memangkas tumpang tindih aturan pengawasan tenaga kerja asing hingga ke daerah.
Oleh
Dedy Afrianto
·5 menit baca
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja mengubah beberapa aturan tentang penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia. Pada satu sisi, perubahan aturan ini dapat memangkas tumpang tindih aturan pengawasan tenaga kerja asing hingga ke tingkat daerah.
Pada sisi lain, aturan ini bisa menimbulkan celah terbukanya sektor pekerjaan yang seharusnya dapat diisi oleh masyarakat lokal. Pemerintah telah menyerahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja kepada DPR pada Rabu, 12 Februari, lalu. Pada RUU ini terdapat perubahan dan penghapusan pasal-pasal dalam beberapa undang-undang yang berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja.
RUU setebal 1.028 halaman itu terdiri dari 10 ruang lingkup, seperti ketenagakerjaan, kemudahan berusaha, hingga pengadaan lahan. Selain itu, dalam RUU ini juga diatur mengenai investasi pemerintah pusat hingga dukungan terhadap riset dan inovasi.
Dari 10 ruang lingkup yang diatur, ketenagakerjaan adalah salah satu sektor yang paling disorot. Beberapa aturan, seperti pesangon hingga besaran bonus yang berhak diterima silih berganti, menghiasi jagat pemberitaan media massa.
Selain persoalan hak dan kewajiban, hal lainnya yang perlu memperoleh atensi dalam RUU Cipta Kerja adalah aturan tentang tenaga kerja asing di Indonesia.
Dalam RUU Cipta Kerja, terdapat tujuh pasal yang secara langsung menyinggung tenaga kerja asing. Dari aturan tersebut, terdapat sejumlah perubahan dari UU sebelumnya yang digunakan. Perubahan ini meliputi beberapa undang-undang, seperti UU Ketenagalistrikan dan UU Ketenagakerjaan.
Pada sektor ketenagalistrikan, terdapat perubahan dalam hal pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan tenaga kerja asing. Sementara dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan pada Pasal 46 Ayat 1 Huruf f, pembinaan dan pengawasan penggunaan tenaga kerja asing dalam usaha penyediaan tenaga listrik dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Artinya, pengawasan tenaga kerja asing dapat dilakukan secara berjenjang dari presiden hingga gubernur, bupati, wali kota, dan perangkat daerah lainnya. Dalam RUU Cipta Kerja, pembinaan dan pengawasan penggunaan tenaga kerja asing dalam usaha penyediaan tenaga listrik hanya dilakukan oleh pemerintah tanpa adanya frasa pemerintah daerah.
Pemerintah yang dimaksud adalah menteri, pimpinan lembaga, gubernur, hingga bupati dan wali kota. Artinya, pembinaan dan pengawasan tidak lagi dilakukan oleh presiden dan perangkat daerah.
Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, unsur perangkat daerah pada tingkat provinsi terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, inspektorat, dinas, dan badan pemerintah. Sementara unsur peringkat daerah di kabupaten atau kota sama seperti pemerintah provinsi dengan cakupan yang lebih luas hingga tingkat kecamatan.
Jika merujuk pada naskah akademik RUU Cipta Kerja, alasan dihilangkannya frasa pemerintah daerah adalah karena pemerintah dapat mendelegasikan kewenangan pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah daerah. Namun, aturan ini belum ditegaskan dalam RUU yang diserahkan kepada DPR.
Hilangnya unsur perangkat daerah pada satu sisi dapat menghilangkan tumpang tindih aturan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengawasan tenaga kerja asing sektor ketenagalistrikan. Namun, pada sisi lain, hal ini berpotensi memperlemah pengawasan penggunaan tenaga kerja asing hingga tingkat pemerintahan terkecil.
Izin
Perubahan berikutnya adalah pada sektor perizinan penggunaan tenaga kerja asing. Dalam UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 42 Ayat 1 disebutkan, setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Aturan tersebut mengalami perubahan dalam RUU Cipta Kerja. Dalam draf ini, setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat yang dimaksud adalah presiden yang dibantu oleh wakil presiden dan menteri.
Artinya, pengesahan rencana untuk mempekerjakan tenaga kerja asing dapat dipantau langsung oleh kepala negara. Perubahan juga terdapat dalam hal pengecualian perizinan. Dalam UU Ketenagakerjaan, kewajiban untuk memiliki izin tertulis dari menteri tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
Pengecualian ini mengalami perluasan dalam RUU Cipta Kerja. Selain pegawai diplomatik dan konsuler, syarat pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing tidak berlaku pada konteks anggota direksi atau anggota dewan komisaris dengan kepemilikan saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengecualian juga diberikan kepada pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing pada pemeliharaan mesin produksi untuk keadaan darurat.
Selain itu, pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing pada sektor vokasi, usaha rintisan, serta untuk keperluan kunjungan bisnis dan penelitian dalam jangka waktu tertentu juga tidak diwajibkan memiliki pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing.
Tenaga kerja asing harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang diduduki.
Walakin, di balik kelonggaran yang diberikan dalam hal perizinan, RUU Cipta Kerja mempertegas syarat tenaga kerja asing untuk bisa bekerja di Indonesia. Dalam UU Ketenagakerjaan, tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Bunyi aturan ini diubah dengan tambahan syarat harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang diduduki.
Kebutuhan
Penggunaan tenaga kerja asing pada satu sisi memang dibutuhkan oleh Indonesia, khususnya pada keahlian yang belum dimiliki oleh sektor tertentu. Namun, di sisi lain, keberadaan tenaga kerja asing harus tetap dibatasi sesuai dengan kebutuhan agar tidak mengurangi lapangan kerja bagi anak bangsa.
Ibarat dunia sepak bola, kebutuhan dan regulasi pemain asing berbeda-beda pada setiap negara. Setiap negara memiliki regulasi yang berbeda tentang kuota pemain asing untuk mengembangkan potensi pemain muda yang dimiliki.
Pendekatan ini tentu juga dapat digunakan dalam regulasi tenaga kerja asing di Indonesia. Selain untuk menarik minat investor, aturan tenaga kerja asing tetap harus mempertimbangkan kebutuhan masing-masing sektor pada setiap daerah. (LITBANG KOMPAS)