Perubahan orientasi publik yang semakin konservatif terhadap kondisi-kondisi sosial ataupun politik lingkungannya itu tersimpulkan dari tiga survei Kompas yang digelar periodik pada 2018-2019.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Dalam lingkup kehidupan sosial dan politik, kecenderungan sikap masyarakat yang berorientasi konservatif mulai menonjol. Sebaliknya, ada penurunan jumlah terhadap mereka yang moderat. Perubahan orientasi publik yang semakin konservatif terhadap kondisi-kondisi sosial ataupun politik lingkungannya itu tersimpulkan dari tiga survei Kompas yang digelar periodik pada 2018-2019.
Konservatisme, baik sosial maupun politik, dalam kajian ini merujuk pada suatu pola penyikapan individu yang diekspresikan terhadap berbagai persoalan-persoalan sosial ataupun politik yang dihadapinya. Kecenderungan bersikap ”konservatif” ditandai oleh kecenderungan setiap responden untuk bertahan dengan kondisi yang ada dan enggan mengambil risiko untuk berubah.
Dalam konstruksi survei, setidaknya ada lima indikator yang digunakan. Jika setiap responden menyatakan sikapnya menjadi terlalu berlebihan dalam memersepsi ancaman (over-perceiving), terlalu curiga pada hal-hal baru atau tidak familiar (over-suspicious), terlalu percaya pada otoritas atau institusi yang mapan (over-trusting), terlalu berlebihan dalam menghukum pelanggar aturan (over-punish), hingga dinilai terlalu melindungi apa pun yang telah mereka miliki (over-protective), sikap tersebut tergolong semakin konservatif.
Posisi berseberangan terjadi terhadap mereka yang tergolong ”moderat”. Dalam survei ini kelompok moderat cenderung permisif dalam setiap persoalan. Dikatakan moderat karena mereka tidak menutup rapat setiap potensi perubahan. Kecenderungan responden bersikap konservatif ataupun moderat diekspresikan dalam berbagai persoalan sosial dan politik. Dikategorikan sebagai konservatif secara sosial, misalnya, ditunjukkan dengan semakin tinggi derajat penolakan responden terhadap keberadaan pihak yang berbeda dari sisi identitas sosial dengannya.
Secara politik dikatakan konservatif jika responden cenderung memegang teguh sikap politiknya. Sebagai contoh, ketika dihadapkan dalam pilihan seorang pemimpin, kecenderungan memilih pemimpin yang berpengalaman dalam pemerintahan lebih banyak dijadikan sandaran daripada pemimpin yang menawarkan ide baru penyelesaian masalah bangsa.
Peningkatan dan penurunan proporsi
Dari kedua jenis persoalan tersebut, hasil survei menunjukkan adanya peningkatan proporsi responden yang tergolong konservatif dari sisi politik dan sosial. Pada survei Maret 2018 sebesar 19,4 persen responden tergolong konservatif. Setahun kemudian (Maret 2019) sebesar 22,8 persen responden tergolong konservatif. Begitu pula survei selanjutnya, Oktober 2019, kembali menunjukkan peningkatan. Saat itu 24,7 persen responden bersifat konservatif.
Jika di satu sisi terjadi peningkatan jumlah kelompok responden konservatif, di sisi lain justru terjadi penurunan jumlah responden yang bersifat moderat. Gambarannya, apabila hasil survei pada Maret 2018 menunjukkan sebesar 41,1 persen tergolong moderat, baik secara politik maupun sosial, pada survei terakhir menjadi 34,8 persen.
Sementara itu, mereka yang terkategorikan ”campuran” relatif tetap. Kelompok ini merupakan gabungan dari setiap responden yang di satu pihak secara politik bersikap moderat, tetapi secara sosial cenderung konservatif, dan sebaliknya cenderung bersikap moderat dalam persoalan sosial, tetapi beralih menjadi konservatif dalam politik.
Peristiwa politik sepanjang Pemilu 2019 tampaknya menggiring kaum laki-laki menjadi semakin konservatif.
Segenap perubahan demikian menunjukkan, arus orientasi sosial dan politik masyarakat tengah berubah belakangan ini. Orientasi mengalir dari mereka yang sebelumnya bersikap moderat menjadi cenderung konservatif. Sekalipun secara sosial dan politik tergolong konservatif, hasil survei ini juga mengungkapkan, peningkatan derajat konservatisme yang diekspresikan publik lebih menonjol pada persoalan-persoalan politik ketimbang sosial.
Perbedaan karakter konservatisme semakin signifikan jika dicermati dari beragam latar belakang identitas pembeda di setiap kelompok responden. Di konservatisme politik terlihat mereka yang berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih tinggi peningkatannya daripada kelompok perempuan. Hangatnya peristiwa-peristiwa politik sepanjang Pemilu 2019 tampaknya menggiring kaum laki-laki menjadi semakin konservatif. Kecenderungan yang sama berlangsung di kelompok sosial pendidikan menengah ke bawah dan di golongan sosial ekonomi bawah.
Di sisi lain perbedaan terjadi pada persoalan konservatisme sosial. Sejauh ini tidak tampak dinamika peningkatan yang menonjol. Dari periode pertama hingga terakhir survei, sikap-sikap konservatif konsisten diekspresikan oleh setiap lapisan identitas responden. Mereka yang berlatar belakang menengah ke bawah, baik dari sisi pendidikan maupun golongan sosial ekonomi, memang lebih konservatif.
Kalangan demikian, misalnya, konsisten mempertahankan dan membela sedemikian rupa pilihan keyakinan yang dianutnya. Di berbagai kasus yang bersinggungan dengan pilihan keyakinan yang berbeda dengannya, mereka cenderung menolak.
Faktor yang melatarbelakangi
Dengan peningkatan derajat konservatisme semacam ini, menarik untuk dibedah lebih jauh alasan-alasan yang melatarbelakanginya. Konservatisme dan ekspresi sikap konservatif, sesuai dengan pengertiannya, tidak lepas dari upaya menjaga ataupun mempertahankan nilai-nilai atau tindakan dari suatu ancaman perubahan. Jika dikaitkan dengan aspek politik, rasa kekhawatiran yang dirasakan melahirkan kepentingan bagi setiap individu ataupun kelompok untuk sedapat mungkin mempertahankan nilai politik yang dianutnya selama ini.
Oleh karena itu, peningkatan derajat konservatisme politik yang ditunjukkan dalam survei ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi potensi perubahan perpolitikan, khususnya yang tergambarkan dalam peta persaingan Pemilu 2019. Persaingan politik Pemilu 2019 yang memilah masyarakat secara diametral dalam dua kelompok pendukung tampaknya berkaitan dengan semakin konservatifnya orientasi sikap politik masyarakat.
Agama dan etnisitas, misalnya, menjadi bagian dari identitas sosial yang terbanyak digunakan.
Wilayah-wilayah persaingan yang semakin terkonsentrasi pada masing-masing pasangan calon dalam pemilu lalu cenderung diikuti peningkatan derajat konservatif responden. Wilayah Jawa Barat, misalnya, relatif menjadi semakin konservatif secara politik. Dari sisi sosial sikap konservatisme yang terbangun selama ini tidak terlepas dari kecenderungan menguatnya identitas sosial dalam masyarakat.
Agama dan etnisitas, misalnya, menjadi bagian dari identitas sosial yang terbanyak digunakan. Konservatisme agama (religious conservatism), sebagai pemahaman ataupun praktik yang berpegang secara ketat pada ajaran, kitab suci, dan tradisi keagamaan yang dianggap sebagai paling benar, kerap kali bersinggungan dengan sikap-sikap yang ditunjukkan oleh kehadiran kelompok keagamaan yang lain.
Persinggungan semacam itu dalam berbagai kasus memantik beragam konflik horizontal. Upaya sebagian kelompok masyarakat yang tidak menoleransi kehadiran rumah-rumah ibadah di sejumlah wilayah, misalnya, menjadi contoh begitu besarnya kekhawatiran terhadap kehadiran pemeluk agama lain. Menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan jika potensi konflik semacam itu muncul dalam kehidupan sosial masyarakat pluralis. Hasil survei ini sudah menunjukkan potensi-potensi konflik di tengah semakin meningkatnya konservatisme. (Litbang Kompas).