UMKM dan Koperasi dalam ”Omnibus Law” RUU Cipta Kerja
Pengembangan UMKM dan koperasi menjadi salah satu usaha yang dilakukan pemerintah demi meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Oleh
Arita Nugraheni
·5 menit baca
Pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi menjadi salah satu usaha yang dilakukan pemerintah demi meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Upaya ini terekam dalam RUU Cipta Kerja yang sudah diserahkan pemerintah kepada DPR. Seperti apa perubahan yang dibuat demi memperbaiki UMKM dan koperasi di Indonesia?
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau yang saat ini lebih populer disebut dengan omnibus law telah menarik perhatian sejumlah kalangan. Secara umum, omnibus law adalah peraturan sapu jagat yang berisi aturan-aturan yang mengatur banyak aspek. RUU Cipta Kerja sendiri merupakan omnibus law yang berorientasi pada percepatan investasi dan perluasan lapangan pekerjaan.
Draf RUU Cipta Kerja resmi diserahkan pemerintah kepada DPR pada Rabu, 12 Februari 2020. Pemerintah diwakili oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Draf diterima langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani ditemani dua Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin dan Rachmat Gobel. Naskah ini selanjutnya akan dibahas bersama-sama antara pemerintah dan tujuh komisi yang ada dalam DPR RI.
Naskah RUU Cipta Kerja setebal 1.028 halaman tersebut terdiri dari 79 RUU, 15 bab, dan 174 pasal. Cipta Kerja sendiri dalam RUU ini didefinisikan sebagai upaya penciptaan kerja melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional.
Ruang lingkup RUU ini terdiri dari 10 bidang, yaitu investasi, ketenagakerjaan, UMKM dan perkoperasian, kemudahan usaha, riset dan inovasi, pengadaan lahan, kawasan ekonomi, percepatan strategis nasional, administrasi pemerintahan, serta sanksi.
Salah satu yang menarik untuk dibahas adalah terkait upaya untuk memudahkan, melindungi, dan memberdayakan UMKM dan koperasi yang diatur dalam RUU ini.
Dari hasil analisis Litbang Kompas, setidaknya terdapat tujuh undang-undang (UU) terkait UMKM yang diubah dalam RUU Cipta Kerja ini. Dua di antaranya yang paling pokok adalah UU No 20/2008 tentang UMKM dan UU No 25/1992 tentang Perkoperasian.
Pada Pasal 94 RUU Cipta Karya, UU tentang UMKM dinyatakan diubah. Pasal 6 dalam UU UMKM yang mengatur kategori golongan usaha berdasarkan besaran nominal kekayaan bersih dan hasil penjualan diubah.
Ada penambahan indikator untuk penggolongan jenis usaha, yaitu indikator nilai investasi dan jumlah tenaga kerja sehingga dalam draf perubahan tidak ada lagi jumlah batasan nominal. Ketentuan selanjutnya terkait batas nominal akan diatur dengan peraturan pemerintah.
Dalam UU tentang Perkoperasian terdapat tiga pasal yang diubah. Perubahan pertama adalah pada Pasal 6 (1). Pada UU Perkoperasian, ayat ini mengatur bahwa koperasi primer dibentuk sekurang-kurangnya oleh 20 orang.
Sementara pada RUU Cipta Loka, ketentuan ini diubah menjadi koperasi primer dibentuk paling sedikit oleh tiga orang. Koperasi primer sendiri adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
Perubahan kedua adalah pada Pasal 22 yang mengatur tentang rapat anggota. Dalam UU Perkoperasian, Pasal 22 menyebutkan bahwa rapat anggota diatur dalam Anggaran Dasar.
Sementara pada RUU, pasal ini diubah dengan penambahan isi yang kurang lebih menyatakan bahwa rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi dan kehadiran anggota dalam rapat dapat diwakilkan.
Perubahan ketiga terkait dengan Pasal 43. Perubahan berupa penambahan satu ayat dari tiga ayat menjadi empat ayat. Ayat keempat dalam pasal ini menyebut bahwa koperasi dapat melaksanakan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Selain UU UMKM dan UU Perkoperasian, pasal dalam UU lain juga ditemukan perubahan. Pasal tambahan dimasukkan dalam UU No 38/2004 tentang Jalan.
Di antara Pasal 53 dan 54 disisipkan Pasal 53A yang menyatakan bahwa jalan tol antarkota harus dilengkapi tempat istirahat dan pelayanan untuk kepentingan pengguna jalan tol. Pengusahaan tempat istirahat dan pelayanan dilakukan dengan partisipasi UMKM melalui pola kemitraan.
UU lain yang juga diubah demi kemudahan pengembangan UMKM dan koperasi adalah UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal. Pada Pasal 13 ayat 2, RUU Cipta Kerja menambah ”pelatihan sumber daya manusia” dan ”akses pembiayaan” dalam program-program pembinaan dan pengembangan UMKM dan koperasi.
Redaksional Pasal 13 Ayat 1 dalam UU ini juga diubah dengan penekanan pada pemberian kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan bagi UMKM dan koperasi dalam pelaksanaan penanaman modal.
Koperasi disiapkan menjadi garda depan dalam penanaman modal di Indonesia.
UU kelima yang diubah dalam rangka peningkatan UMKM dan koperasi adalah UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil. Terdapat dua pasal yang diubah, yaitu Pasal 22A dan 22B.
Pada pasal 22A, bunyi pasal yang menyebut bahwa izin lokasi dan izin pengelolaan diberikan kepada koperasi diubah menjadi perizinan berusaha diberikan kepada koperasi.
Sementara pada Pasal 22B, syarat koperasi yang mengajukan izin pengelolaan harus memenuhi syarat teknis, administrasi, dan operasional diubah menjadi harus memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
Dua UU lainnya yang diubah terkait koperasi kurang menunjukkan dampak yang signifikan. Misalnya saja pada UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan Pasal 11 (3) hanya terjadi perubahan peran koperasi dalam penyediaan listrik bagi wilayah yang belum mendapatkan layanan listrik.
Dalam RUU disebutkan, koperasi wajib mengutamakan produk dan potensi dalam negeri dalam melakukan usaha penyediaan listrik. Pada UU No 39/2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pasal 5, dalam RUU Cipta Kerja koperasi disebutkan dalam detail badan usaha yang sebelumnya tidak disebutkan dalam UU KEK.
Dari temuan di atas tampak UMKM dan koperasi disiapkan menjadi garda depan dalam penanaman modal di Indonesia. Dari organisasi yang diperingkas hingga kemungkinan menggunakan model ekonomi syariah untuk koperasi. (LITBANG KOMPAS)