Mencermati Risiko Kontaminasi Sesium-137
Zat radioaktif dari material logam dan butiran sesium-137 ditemukan di Tangerang Selatan. Mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan, pemanfaatan tenaga nuklir harus dilakukan dengan kewaspadaan tinggi.
Temuan zat radioaktif sesium-137 (Cs-137) diketahui pada 30-31 Januari 2020 oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) di lahan kosong Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan. Zat radioaktif yang ditemukan tersebut termasuk dalam kelompok elemen kimia cesium (Cs). Jenis Cs-137 dihasilkan dari peluruhan uranium.
Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR) dan the Environmental Protection Agency (EPA) memasukkan sesium dalam kelompok zat bersifat radioaktif dan memiliki risiko toksik untuk manusia. Secara alami, sesium adalah zat yang terdapat di batuan, tanah, dan debu dalam jumlah sedikit serta tidak bersifat radioaktif.
Hanya ada satu jenis sesium di alam, yaitu Cs-133, yang bersifat stabil. Akan tetapi, ledakan nuklir atau peluruhan uranium dalam reaksi tenaga nuklir menghasilkan dua susunan radioaktif baru berjenis sesium, yaitu Cs-134 dan Cs-137.
Masa hidup zat radioaktif tidak dihitung secara utuh, tetapi berhenti pada perhitungan separuh masa hidup. Kadar kontaminasi Cs-134 pada suatu obyek akan berkurang separuh dalam waktu dua tahun, sementara Cs-137 membutuhkan waktu sedikitnya 30 tahun.
Berada di lokasi dengan kadar tinggi sesium hingga kontaminasi ke dalam tubuh mampu menyebabkan mual, muntah, diare, pendarahan, koma, hingga kematian. Sesium mampu merusak sel-sel dalam tubuh dan menimbulkan sindrom radiasi akut.
Jangkauan kontaminasi bisa sangat jauh, sebab sesium mampu berpindah melalui banyak agen, seperti udara, air, dan tanah. Tak hanya itu, sesium mampu tersimpan dan terikat kuat di tanah-tanah yang lembab serta luruh dalam air.
Kontaminasi sesium tidak memandang usia. Penduduk usia dewasa atau anak-anak memiliki risiko sama apabila terpapar zat radioaktif sesium. Secara alami, semua zat radioaktif ada di lingkungan tempat hidup dalam jumlah imbang. Oleh sebab itu, manusia memang tidak dapat menghindari kontaminasi.
Kasus kontaminasi di banyak tempat merupakan kejadian yang disebabkan oleh kelalaian manusia. Akan tetapi, metabolisme tubuh manusia mampu mengeluarkan sesium dalam kadar tertentu secara alami melalui urine dan feses. Sementara eliminasi dari dalam darah akan dilakukan oleh ginjal.
Penyebaran zat radioaktif
Bahan radioaktif yang berada di lingkungan mampu mengontaminasi udara, tanah, air, dan biota, termasuk manusia. Proses kontaminasi dipengaruhi oleh bentuk zat radioaktif tersebut. Beberapa zat luruh dalam udara dan air, sementara lainnya berupa padatan yang mampu tercampur di tanah.
Khusus kejadian kontaminasi tanah di Tangerang Selatan, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melakukan tahapan awal penanganan dengan metode pembersihan material tanah. Zat radioaktif yang berada di dalam tanah berisiko mencemari air tanah di lingkungan sekitar.
Sebagai upaya preventif penanganan kecelakaan di instalasi nuklir dan pencegahan kontaminasi zat radioaktif, Bapeten mengeluarkan Peraturan Kepala Bapeten Nomor 4 Tahun 2019 tentang evaluasi tapak instalasi nuklir untuk aspek dispersi zat radioaktif di udara dan air.
Setidaknya ada empat tahapan dalam evaluasi, yaitu pengumpulan data dan informasi terkait dispersi, pembuatan model dispersi, evaluasi dosis radiasi masyarakat, dan evaluasi kelayakan penerapan program kesiapsiagaan nuklir.
Tahapan pengumpulan data dan informasi terkait dispersi dilakukan dengan inventarisasi data zat radioaktif apa saja yang digunakan dan dihasilkan, kondisi meteorologi, sistem hidrologi permukaan dan air tanah wilayah, tata guna tanah, serta distribusi penduduk.
Tahapan pembuatan model dispersi terdiri dari tiga parameter, yaitu pemodelan udara, air permukaan, dan air tanah. Pemodelan kontaminasi udara perlu memperhatikan keberadaan gedung/bangunan, topografi, tutupan lahan, dan suspense ulang deposisi material radioaktif.
Pemodelan air permukaan didasarkan atas besarnya sumber kontaminasi, karakteristik zat radioaktif, jenis badan air (sungai/danau/waduk), penggunaan air, serta tingkat akurasi metode pemodelan yang digunakan.
Sementara pemodelan air tanah sangat dipengaruhi oleh arah pergerakan dan laju perpindahan air di dalam akuifer. Kondisi berbeda apabila kontur air tanah tidak tegak lurus dengan kontur topografi sehingga alirannya sulit diprediksi.
Tahapan evaluasi selanjutnya adalah evaluasi dosis radiasi masyarakat yang dilaksanakan untuk kondisi operasi normal ataupun kondisi kecelakaan yang melampaui dasar desain. Perhitungan dosis radiasi juga memasukkan perhitungan zat radioaktif yang terbawa oleh awan.
Tahapan terakhir, evaluasi kelayakan penerapan program kesiapsiagaan nuklir dituangkan dalam penentuan zona kedaruratan nuklir dan rute tindakan penanggulangan. Ada dua aspek utama penentuan kelayakan program nuklir, yaitu kepadatan penduduk dan potensi bencana alam.
Penanganan radioaktif
Kasus kontaminasi zat radioaktif yang telanjur terjadi di suatu tempat harus ditangani dengan tepat. Hal tersebut tak lepas dari dampak besar yang mungkin saja terjadi.
Terkait kasus di Tangerang Selatan, Batan membentuk tim yang terdiri dari pekerja radiasi dan petugas proteksi radiasi terlatih untuk melakukan pembersihan di lokasi. Fungsi kerja tim tersebut terbagi menjadi tiga, yaitu analisis radiologi, medik, dan unit pengamanan nuklir.
Total ada 28 orang yang terbagi dalam empat tim pembersihan material terkontaminasi. Mekanisme pembersihan dilakukan secara bergantian. Durasi bekerja tiap tim dibatasi selama satu jam.
Pergantian tim dan pembatasan waktu kerja bertujuan untuk membatasi dosis radiasi yang diterima oleh pekerja. Batas aman radiasi tim pembersihan material adalah 80 milisievert. Kadar radiasi yang terpapar perlu diawasi demi menjamin keselamatan para pekerja.
Jangkauan kontaminasi bisa sangat jauh, sebab sesium mampu berpindah melalui banyak agen, seperti udara, air, dan tanah.
Kerja sama lembaga untuk pembersihan bahan radioaktif dilakukan antara Batan, Pemerintah Kota Tangerang Selatan, dan Detasemen Kimia, Biologi, dan Radioaktif Polri. Tahapan pembersihan dimulai dari pengangkutan material terkontaminasi ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Batan.
Hingga 19 Februari 2020, total material terkontaminasi yang telah dipindahkan sebanyak 199 drum berukuran 100 liter, terdiri dari tanah dan vegetasi yang diindikasikan terpapar radiasi zat radioaktif.
Sementara pengambilan material terkontaminasi terus dilakukan, Batan melakukan pemeriksaan seluruh tubuh (whole body counting) terhadap sembilan warga di sekitar lokasi terpapar radiasi.
Pemeriksaan seluruh tubuh dilakukan agar status terdampak radiasi warga dapat diketahui serta mampu menentukan langkah selanjutnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebagai langkah penjaminan keselamatan masyarakat, program proteksi dan keselamatan radiasi perlu dilakukan. Penyusunan program tersebut dilakukan atas dasar evaluasi radiologik dan kajian keselamatan.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4 Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir, nilai batas dosis radiasi untuk masyarakat adalah satu milisievert per tahun.
Paparan radiasi memiliki intensitas toleransi yang berbeda-beda tiap anggota tubuh. Batas dosis untuk lensa mata 150 milisievert, sementara untuk kulit 50 milisievert tiap tahun.
Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan energi dan industri, tenaga nuklir memang menjadi salah satu solusi yang diambil banyak negara, termasuk Indonesia. Pemanfaatan tenaga nuklir dalam berbagai skala industri tetap harus dijalankan sesuai prosedur keselamatan yang berlaku agar kasus kontaminasi dan kebocoran zat radioaktif dapat dicegah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?