Tahapan Pilkada 2020 berkelindan dengan wabah Covid-19 yang terus menyebar ke beberapa wilayah. Padahal, sejumlah agenda pilkada yang memerlukan tatap muka menanti di depan mata. Upaya pencegahan penyebaran virus oleh pemerintah perlu dibarengi dengan kebijakan alternatif dari KPU pada setiap tahapan pelaksanaan pilkada.
Kasus positif Covid-19 telah menyebar pada sejumlah daerah di Indonesia. Selain Pulau Jawa, wabah yang disebabkan oleh virus korona baru ini telah menyebar pada sebagian wilayah di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Kondisi ini berpotensi menghambat tahap penyelenggaraan Pilkada 2020.
Menilik berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada 18 Maret lalu, terdapat sejumlah wilayah penyelenggara Pilkada 2020 yang terjangkit Covid-19. Pada tingkat provinsi, terdapat Sulawesi Utara dan Kepulauan Riau yang telah mengonfirmasi kasus positif Covid-19.
Sementara pada tingkat kabupaten/kota, terdapat enam wilayah yang telah terjangkit Covid-19. Keenam wilayah tersebut adalah Depok dan Kabupaten Cianjur (Jawa Barat), Solo dan Magelang (Jawa Tengah), Tangerang Selatan (Banten), dan Kabupaten Sleman (DIY).
Pada wilayah-wilayah ini terdapat beberapa tahapan pilkada yang berpotensi terganggu, khususnya tahapan yang memerlukan tatap muka secara langsung. Menurut catatan Badan Pengawas Pemilu, ada empat tahapan penyelenggaraan pilkada yang memerlukan proses tatap muka secara langsung. Tahapan ini berlangsung sejak 26 Maret hingga 23 September mendatang.
Tahap pertama adalah pelaksanaan verifikasi faktual pada berkas dukungan calon perseorangan. Tahapan ini akan dimulai pada 26 Maret hingga 15 April. Verifikasi faktual akan dilakukan pada tingkat desa dan kelurahan terhadap berkas yang diberikan oleh calon perseorangan baik gubernur, wali kota, maupun bupati. Ini dilakukan untuk memastikan kebenaran berkas dan dukungan yang diraih oleh setiap calon perseorangan.
Baca juga: Pilkada Tanpa Calon Tunggal
Tahapan selanjutnya yang memerlukan tatap muka secara langsung adalah pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Pada tanggal 18 April hingga 17 Mei nanti, KPU akan melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. Tahapan ini sangat krusial karena menyangkut ketetapan daftar pemilih yang berhak menggunakan hak suara dalam Pilkada 2020.
Selanjutnya tatap muka akan dilakukan saat memasuki masa kampanye pada 11 Juli hingga 19 September. Pada tahapan ini, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat melakukan pertemuan tatap muka, dialog, hingga debat terbuka di hadapan publik.
Tahap terakhir yang memerlukan tatap muka adalah saat pemilihan yang dijadwalkan pada tanggal 23 September. Para pemilih akan kontak langsung dengan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tempat pemungutan suara.
Rekomendasi Bawaslu
Tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020 yang bersisian dengan penularan wabah Covid-19 turut menjadi atensi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pada 16 Maret lalu, Bawaslu mengeluarkan rekomendasi kepada KPU terkait penyelenggaraan Pilkada 2020 di tengah wabah Covid-19. Rekomendasi ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor S-0235/K.BAWASLU/PM.00.00/3/2020.
Pertama, Bawaslu merekomendasikan kepada KPU untuk menyusun mekanisme pelaksanaan tahapan pemilihan yang melibatkan kontak langsung antarpenyelenggara pilkada dan masyarakat. Artinya, KPU perlu menyiapkan langkah untuk menjamin kesehatan penyelenggara pilkada di lapangan.
Kedua, Bawaslu juga merekomendasikan kepada KPU untuk membuat langkah antisipasi pada penyelenggaraan pilkada yang terdampak kondisi saat ini, khususnya yang berkaitan dengan wabah Covid-19. KPU perlu membuat rencana alternatif pada setiap tahapan penyelenggaraan pilkada.
KPU juga perlu memberikan kepastian hukum kepada pengawas pemilihan, partai politik, dan bakal calon perseorangan terhadap pelaksanaan pilkada. Ini menjadi tantangan KPU untuk membuat aturan kembali terkait perubahan penyelenggaraan Pilkada 2020. Kepastian hukum menjadi hal utama yang dibutuhkan jika Pilkada 2020 tidak terlaksana sesuai tahapan yang telah ditetapkan.
Bawaslu juga meminta KPU untuk melakukan pemetaan wilayah guna menentukan daerah yang dapat dan tidak dapat melaksanakan pilkada. Pemetaan dibutuhkan sebagai landasan kebijakan sebelum mengambil keputusan pilkada susulan atau lanjutan.
Selain rekomendasi, KPU juga memberikan beberapa opsi terkait penyelenggaraan pilkada di tengah wabah Covid-19. Opsi pertama adalah pelaksanaan pilkada sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, tak ada perubahan jadwal pada setiap tahapan penyelenggaraan pilkada. Namun, dibutuhkan ketentuan tambahan saat penyelenggara pilkada melakukan tatap muka pada berbagai kegiatan.
Pelaksanaan pilkada tentu harus tetap mengedepankan kesehatan para penyelenggara di lapangan dan masyarakat.
Opsi kedua adalah mekanisme lanjutan. Skema ini dapat dilakukan pada tahapan pilkada yang tidak dapat dilakukan akibat wabah Covid-19. Sementara pilihan terakhir adalah pemilihan susulan pada sebagian wilayah yang terjangkit Covid-19.
Jika merujuk pada Pasal 121 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, pelaksanaan pilkada susulan dapat dilakukan jika terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya seluruh tahapan penyelenggaraan pilkada pada suatu wilayah pemilihan.
Bencana nonalam memang tidak masuk pada kategori yang disebut dalam beleid ini. Namun, wabah Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai darurat bencana wabah penyakit oleh BNPB, dapat masuk pada kategori gangguan lainnya.
Pada pemilihan gubernur, penetapan pemilihan susulan dapat dilakukan oleh menteri atas usul dari KPU provinsi. Syaratnya, pemilihan gubernur tidak dapat dilaksanakan pada 40 persen dari jumlah kabupaten/kota dalam satu provinsi penyelenggara pemilu. Hal serupa juga dapat dilakukan jika 50 persen jumlah pemilih terdaftar tidak dapat mengikuti proses pemilihan.
Sementara pada pemilihan bupati atau wali kota, penetapan pemilihan susulan dapat dilakukan oleh gubernur atas usul dari KPU kabupaten/kota. Keputusan ini dapat diambil jika 40 persen kecamatan pada wilayah pemilihan atau sebanyak 50 persen pemilih terdaftar tidak dapat mengikuti pemilihan.
Langkah KPU
Saat ini, KPU belum memutuskan untuk menunda tahap pelaksanaan pilkada pada sejumlah wilayah. Namun, pada 16 Maret lalu, KPU telah mengeluarkan pedoman untuk bekerja hingga 31 Maret mendatang melalui Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020. Surat edaran ini mencakup lingkup kerja KPU pusat hingga tingkat kabupaten/kota.
Melalui surat edaran ini, KPU menunda setiap kegiatan tatap muka yang menghadirkan banyak orang. Sementara pada pertemuan yang mengharuskan tatap muka, setiap pegawai KPU yang bertugas harus menjaga jarak dalam berinteraksi.
Pada mekanisme pekerjaan, pimpinan KPU pusat hingga pejabat tinggi tingkat pertama tetap bekerja di kantor seperti biasa. Sementara pejabat administrator, pejabat fungsional tertentu, hingga pegawai non-PNS dapat bekerja dengan sistem piket. Jam kerja yang ditetapkan adalah sejak pukul 09.00 hingga 15.00 WIB.
Sementara bagi KPU di kabupaten/kota, sistem piket tidak berlaku bagi pejabat administrator dan pejabat pengawas. Mereka tetap harus melakukan pekerjaan di kantor, kecuali mengalami gangguan kesehatan.
Pelaksanaan pilkada tentu harus tetap mengedepankan kesehatan para penyelenggara dan masyarakat. Seperti yang pernah disampaikan oleh Pelatih Liverpool Juergen Klopp bahwa kesehatan jauh lebih penting dibandingkan ”pertandingan” sepenting apa pun. (LITBANG KOMPAS)
Baca Juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?