Hidup Sehat Menangkal Korona
Langkah terbaik untuk melawan virus korona adalah dengan mencegah infeksi sejak awal.
Sedari awal, ada sejumlah langkah sederhana yang bisa rutin dilakukan oleh masing-masing individu hingga lingkungan sekitar rumah untuk menangkal Covid-19. Namun tantangannya, belum semua rumah tangga di Indonesia bisa menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Cara penyebaran sejumlah virus dapat melalui kontak dekat, lingkungan atau benda yang terkontaminasi virus. Virus tertular melalui droplet yang berasal dari saluran napas seperti batuk, bersih atau saat berbicara. Selanjutnya droplet tersebut melekat ke lingkungan atau benda karena droplet yang memiliki berat tidak dapat bertahan di udara.
Bagaimana akhirnya droplet yang mengandung virus tersebut sampai masuk ke dalam tubuh manusia? Jawabnya adalah melalui tangan. Tangan menyentuh permukaan benda/lingkungan tempat droplet melekat. Selanjutnya tangan menyentuh muka, terutama mulut, hidung dan mata, sehingga akhirnya virus masuk ke dalam tubuh kita.
Kebiasaan tangan menyentuh muka ini memang tak terhindarkan dan hampir setiap saat dilakukan. Menurut penelitian “A Frequent Habit that has Implications for Hand Hygiene (Angela, 2015)”, dalam satu jam, rata-rata orang menyentuh muka sebanyak 23 kali. Bagian yang paling banyak disentuh adalah mulut, sebanyak empat kali dengan durasi 1 – 12 detik (Kompas.id, 19/03/2020).
Selain itu WHO menyebutkan, penularan langsung bisa terjadi saat seseorang pasien positif Covid-19 batuk, bersih atau bicara dan mengeluarkan droplet. Droplet bisa langsung terhirup oleh orang lain jika berada dalam jarak 1 – 2 meter.
Baca juga: Hidup Sehat Mencegah Covid-19
Cuci Tangan
Pencegahan yang cukup efektif adalah dengan sesering mungkin mencuci tangan. Cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, minimal 20 detik. Sebaiknya, jangan menyentuh hidung, mulut dan mata sebelum mencuci tangan. Jika tidak ada sabun dan air mengalir, bisa menggunakan cairan pembersih tangan (minimal 70 persen alkohol).
Catatan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2017), 93 persen masyarakat Indonesia sudah mempunyai kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan air. Sisanya, mencuci tangan hanya memakai air, air dan deterjen pembersih, serta sabun tanpa air. Hal ini menunjukkan, masyarakat Indonesia sudah mempunyai kebiasaan baik untuk mencuci tangan dengan sabun dan air. Hanya saja saat pandemik ini terjadi, frekuensinya bisa lebih ditingkatkan.
Namun jika dilihat per provinsi, baru 15 wilayah yang nilai persentasenya melebih angka Indonesia. Sisanya, 20 provinsi, berada di bawah nilai rata-rata Indonesia. Bahkan, di Nusa Tenggara Timur, hanya 76 persen rumah tangga terbiasa mencuci tangan dengan sabun dan air. Hal ini menjadi catatan khusus di saat pandemi Covid-19 melanda.
Bagaimana sabun dan air bisa menghilangkan virus? Bentuk virus korona yang ditutupi menara runcing, terlihat memiliki mahkota. Di dalam mahkota adalah lapisan luar virus yang terdiri dari lemak. Lemak ini bisa larut dengan sabun. Selain itu, sabun juga bisa menonakftifkan virus sehingga tidak dapat mengikat dan memasuki sel manusia lagi.
Adapun dengan alkohol yang terkandung dalam hand sanitizer bisa langsung membantu memecah dinding sel virus yang terdiri dari protein. Alkohol akan mendenaturasi dan menggumpalkan protein atau merusaknya. Namun, untuk membersihkan droplet mengandung virus yang menempel di tangan, lebih banyak membutuhkan alkohol dibandingkan air.
Baca juga: Budaya Masyarakat Indonesia Mencuci Tangan dengan Sabun
Kebersihan Rumah
Bagaimana dengan virus yang menempel di permukaan benda di lingkungan sekitar kita? Dari Penelitian “Persistence of Coronavirus on Inanimate Surfaces and their Inactivation with biocidal agents. Journal of Hospital Infection” yang diinformasikan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, virus korona paling lama bertahan di aluminium selama 2-8 hari. Selanjutnya virus melekat di plastik, kertas, kayu, dan kaca selama 4-5 hari.
Selama masa pandemic ini, penyemprotan desinfektan juga disarankan. Hanya saja, menurut kajian ITB, efektifitas dari desinfektan dievaluasi berdasarkan waktu kontak (wet time), yakni waktu yang dibutuhkan oleh disinfektan tersebut untuk tetap berada dalam bentuk cair/basah pada permukaan dan memberikan efek “membunuh” kumah. Waktu kontak disinfektan umumnya berada pada rentang 15 detik sampai 10 menit, yakni waktu maksimal yang ditetapkan oleh United States Enviromental Protection Agency (EPA).
Namun desinfektan hanyalah solusi sesaat yang tidak bisa berkelanjutan karena ada dampak negative pada tubuh manusia. Langkah yang tepat adalah kebiasaan membersihkan rumah secara rutin.
“Buku Bungai Rampai Covid-19” menyebutkan, ada sejumlah hal untuk menjaga kesehatan lingkungan tempat tinggal. Diantaranya, sirkulasi udara dalam ruangan, kebersihan lantai, tempat tidur, dapur, alat masak dan alat makan, karpet dan kursi, pakaian, serta alat kerja/belajar.
Riset etnografi yang diadakan oleh Perusahaan Scotch-Brite (2012) yang dikutip dari laman Kompas.com menyebutkan, kesadaran untuk merawat rumah sudah muncul. Namun, kebiasaan untuk menjaga rumah tetap bersih belum sepenuhnya bertumbuh.
Penelitian yang dilakukan di masyarakat perkotaan di 20 rumah tangga di Jabodetabek dan Bandung tersebut menunjukkan, banyak keluarga yang masih memprioritaskan membersihkan rumah hanya di area yang mudah dilihat termasuk oleh tamu, yakni ruang keluarga dan ruang tamu. Sementara dapur dan kamar mandi yang lebih berpotensi terkontaminasi kuman, justru dibersihkan ala kadarnya.
Kebiasaan yang belum memprioritaskan kebersihan dapur dan kamar mandi di masa pandemi korona ini harus diubah. Setiap ruangan dan sudut rumah hendaknya dibersihkan setiap hari dengan alat kebersihan yang tepat dan dibedakan antara ruangan dapur dengan kamar tidur.
Baca juga: Hikmah di Balik Pandemi Covid-19
Hidup Bersih Sehat
Selain kebiasaan rutin menjaga kebersihan tangan, hal penting lainnya adalah menjaga pola hidup bersih dan sehat. Pola hidup sehat serta lingkungan yang bersih dapat meningkatkan imunitas tubuh agar tidak mudah sakit.
Pola hidup bersih sehat menurut Kementerian Kesehatan adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan karena kesadaran pribadi sehingga keluarga dan seluruh anggotanya mampu menolong diri sendiri pada bidang kesehatan serta memiliki peran aktif dalam aktivitas masyarakat.
Terdapat sejumlah indikator yang terkait dengan kebiasaan menjaga kesehatan individu serta kebersihan lingkungan. Diantaranya, konsumsi buah dan sayur, melakukan aktivitas fisik setiap hari, cuci tangan dengan sabun dan air bersih, serta kebersihan lingkungan seperti menggunakan jamban sehat, air bersih, dan memberantas jentik nyamuk.
Makanan Bergizi
Makanan bergizi seimbang berperan penting dalam menunjang kesehatan seseorang. Makanan bergizi dapat digambarkan dalam satu piring makan. Menurut laman alodokter, setengah dari piring makan, terdiri dari sayur dan buah-buahan dengan beragam jenis dan warna.
Seperempat piring diisi dengan protein seperti ikan, ayam, atau kacang-kacangan. Adapun sisanya, dipenuhi dengan karbohidrat dari biji-bijian utuh, nasi merah, gandum, ataupun pasta. Lengkapi dengan sedikit minyak sehat seperti minyak zaitun, kedelai, jagung, dan kanola.
Bagaimana konsumsi buah/sayur masyarakat Indonesia? Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan 2018 mencatat, konsumsi sayur dan buah masyarakat Indonesia dikategorikan kurang. Mayoritas (66,5 persen) tercatat mengonsumsi makanan serat tersebut 1 – 2 porsi per hari dalam seminggu. Padahal menurut WHO, penduduk dikategorikan ‘cukup’ konsumsi sayur/buah jika mengonsumsinya minimal 5 porsi per hari dalam seminggu.
Meski demikian, ada sejumlah provinsi dengan catatan proporsi konsumsi sayur/buah di atas rata-rata nilai konsumsi nasional. Diantaranya, Provinsi Papua (10,4 persen), Maluku (8 persen), Maluku Utara (7 persen), Kepulauan Riau dan DI Yogyakarta, masing-masing 9 persen.
Data Riskesdas juga menyebutkan, sayur dan buah, lebih banyak dikonsumsi oleh usia 30 tahun ke atas, ketimbang usia anak dan remaja. Bisa jadi ini terkait dengan kesadaran untuk menjaga kesehatan seiring dengan pertambahan usia.
Baca juga: Jangan Sepelekan Sarapan
Olahraga
Selain makan makanan berserat, aktivitas fisik seperti rutin berolahraga juga disarankan. Orang yang gemar berolahraga akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik, sehingga jarang terkena serangan penyakit. Sejumlah manfaat olahraga menurut Penelitian “Peranan pola Hidup Sehat terhadap Kebugaran Jasmani (Suryanto)” adalah dapat memperlancar aliran darah ke otak serta metabolisme dan regenerasi sel-sel tubuh akan terjadi lebih cepat, sehingga terlihat awet muda. Manfaat lainnya, olahraga teratur dengan cara yang tepat akan menjaga postur tubuh tetap langsing dan terhindar dari tumpukan lemak sumber penyakit.
Namun, belum semua masyarakat punya kebiasaan berolahraga. Statistik Sosial Budaya (BPS,2018) mendata hanya sekitar 35,7 persen yang rutin berolahraga. Meski demikian, selama tiga tahun terakhir, angkanya menunjukkan kenaikan.
Siapa saja yang gemar berolahraga dari sepertiga bagian responden survei BPS tersebut? Ternyata mayoritas (81,7 persen) didominasi oleh usia anak hingga remaja (5-17 tahun). Agaknya hal ini terkait dengan adanya kurikulum olahraga yang seminggu sekali dilakukan di sekolah. Adapun usia 16-30 tahun, hanya 33 persen yang hobi berolahraga. Semakin usia tua, makin sedikit proporsi responden yang berolahraga.
Jika dilihat rutinitas berolahraga berdasarkan karakteristik wilayah, penduduk perkotaanlah (40,73 persen) yang lebih gemar berolahraga dibandingkan penduduk pedesaan (29,43 persen). Data tersebut sejalan dengan catatan kebiasaan berolahraga penduduk Jakarta yang tertinggi (44,93 persen). Bisa jadi hal tersebut terkait dengan kelengkapan sarana olahraga yang dimiliki Jakata. Adapun wilayah yang penduduknya jarang berolahraga adalah Papua (19,2 persen), Papua Barat (27,81 persen) dan Nusa Tenggara Timur (26,19 persen).
Baca juga: Jiwa Raga Sehat, Covid-19 Lenyap
Jamban Sehat
Penggunaan jamban sehat menjadi salah satu indikator pola hidup bersih dan sehat yang terkait dengan kebersihan lingkungan. Salah satu kriteria fasilitas buang air besar yang sehat menurut Kementerian Kesehatan adalah menggunakan kloset. Syarat kloset yang baik yaitu merupakan tempat penyimpanan feses yang baik, kuat, mudah dibersihkan, berbentuk leher angsa atau menggunakan tutup yang mudah diangkat.
Data Susenas BPS, 2018 menyebutkan, mayoritas rumah tangga (93,5 persen) di Indonesia sudah mempunyai jamban sehat berupa kloset leher angsa. Hanya tersisa sekitar 6,5 persen yang fasilitas buang air besarnya berupa plengsengan dan cubluk.
Selain penggunaan kloset, kriteria pendukung jamban sehat lainnya adalah Tempat Pembuangan Akhir Tinja. Tempat pembuangan tinja yang sehat adalah menggunakan tangka septic atau IPAL.
Mayoritas rumah tangga (79,5 persen) telah mempunyai Tempat Pembuangan Akhir Tinja yang sehat. Tersisa sekitar 20,54 persen yang masih memanfaatkan kolam/sawah/sungai, danau/laut, tanah, ataupun di pantai. Persentase rumah tangga semacam ini banyak terdapat di pedesaan.
Baca juga: Penularan Covid-19 Dapat Melalui Kotoran Manusia
Belum meratanya penggunaan jamban sehat ini di seluruh Indonesia ini sekarang menjadi perhatian khusus. Penyakit yang timbul karena ketiadaan jamban sehat bukan hanya sekadar diare, tifus, ataupun penyakit kulit saja. Kini, pandemic Covid-19 turut menambah daftar penyakit yang bisa muncul karena ketiadaan jamban sehat.
Mengutip dari laman Chinadaily.com, sejumlah ilmuwan di China dan Amerika telah menemukan bahwa sampel tinja dari pasien yang terinfeksi virus Korona positif mengandung virus. Penemuan ini menjadi bukti lain bahwa penyebaran virus korona tapi juga melalui tinja. Jika di beberapa wilayah , jamban sehat belum terpenuhi, pencemaran virus korona melalui tinja bisa menjadi ancaman tersendiri.
Penerapan pola hidup sehat dari masing-masing individu seperti rutin mencuci tangan, kebiasaan makan makanan sehat, serta aktif berolahraga setiap hari, akan meningkatkan imunitas untuk menangkal masuknya virus Korona. Di sisi lain, kebersihan lingkungan rumah dan sekitar juga ikut menunjang. Mari tangkal virus korona dengan hidup bersih dan sehat. (LITBANG KOMPAS)