Cara Media Memberi Solusi atas Pandemi
Menghadapi pandemi Covid-19, media tak hanya harus menjadi sumber informasi tepercaya, tetapi juga dituntut ikut memberikan solusi.
Menghadapi pandemi Covid-19, media tak hanya harus menjadi sumber informasi tepercaya, tetapi juga dituntut ikut memberikan solusi.
Media tak hanya melulu berurusan dengan tanggung jawab untuk memberikan informasi yang berkualitas kepada publik. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang informasi, media juga berhubungan dengan para pekerja media sebagai karyawan, pengiklan, dan pelanggan. Dengan kata lain, media hidup di tengah masyarakatnya.
Ketika masyarakat yang menjadi publik pembaca media sedang didera pandemi Covid-19, respons perusahaan media yang dinanti tak hanya sebagai sumber informasi tepercaya, tetapi juga dapat menawarkan solusi.
Refleksi tersebut dapat dilihat dari survei terbaru yang dilakukan oleh Edelman Trust Barometer 2020 terkait Covid-19 pada 23-26 Maret 2020. Survei ini melibatkan 12.000 responden dari 12 negara.
Hasil survei menunjukkan bahwa brand atau merek yang mendapatkan kepercayaan tinggi adalah brand yang menawarkan solusi, alih-alih semata penjualan. Lalu, bagaimana upaya perusahaan media menawarkan solusi dalam merespons pandemi Covid-19?
Bukan penjualan
Opini masyarakat yang terpotret dalam penelitian di atas menunjukkan, selama wabah, sebuah perusahaan perlu melindungi karyawannya, apa pun risikonya. Hal ini dibenarkan oleh 90 persen responden.
Secara praktis, setiap brand diharapkan memproduksi barang maupun jasa yang dapat membantu orang menghadapi tantangan serta menawarkannya secara cuma-cuma, atau dengan harga lebih murah. Setiap bentuk kepedulian tersebut diharapkan bisat dikomunikasikan dengan mengedepankan emosi, bela rasa, dan fakta. Artinya, mereka perlu berkomunikasi dengan memberikan solusi ketimbang semata mencari keuntungan.
Bahkan, setiap brand diharapkan dapat menjadi sumber informasi tepercaya terkait krisis yang sedang terjadi. Sebanyak 84 responden mengharapkan hal tersebut. Respons berbagai brand ternama sejauh ini ternyata sejalan dengan harapan yang muncul dalam survei.
Di bidang fashion, berbagai brand ternama, seperti Saint Laurent, Balenciaga, Gucci, dan Chistian Siriano, memproduksi masker bagi tenaga medis sebagai respons kelangkaan masker medis.
Masih terkait peranti medis, produsen otomotif dunia, seperti Ford dan General Motors, berkomitmen untuk memproduksi ventilator. Mesin ventilator merupakan salah satu alat medis yang sangat dibutuhkan oleh pasien positif Covid-19 yang mengalami gangguan pernapasan. Hingga saat ini, melonjaknya permintaan ventilator belum dapat dipenuhi oleh para produsen alat kesehatan dunia.
Langkah nyata juga ditempuh oleh perusahaan teknologi kelas dunia, seperti Google, Twitter, serta Microsoft. Mereka melakukan berbagai upaya mulai dari memperbesar dan menggratiskan layanan hingga memberikan sumbangan langsung kepada tenaga medis.
Langkah nyata ini kemungkinan akan menghindarkan merek-merek tersebut dari “hukuman” sosial yang terlihat di survei. Sebanyak 71 persen responden menyatakan bahwa mereka tak lagi akan percaya pada brand yang mengedepankan keuntungan daripada keselamatan orang selama pandemi Covid-19.
Tawaran solusi media
Sebagai perusahaan, media juga diharapkan mengedepankan solusi dalam pemberitaannya. Salah satu peran media dalam wabah Covid-19 adalah menjadi kanal utama pemberitaan terkait Covid-19.
Ketika kemudian Covid-19 menjadi pandemi, bagi para karyawannya, berbagai media mulai menerapkan sistem bekerja dari rumah. Akan tetapi, tak semua fungsi jurnalistik dapat dilakukan dari rumah. Mereka yang harus turun ke lapangan lantas dilengkapi dengan protokol keamanan dan berbagai dukungan nyata dari perusahaan.
Bagi pembaca, respons terkait Covid-19 dilakukan oleh berbagai situs berita dengan mendedikasikan halaman baru khusus untuk berita mengenai wabah. Langkah ini diikuti dengan memberikan diskon hingga akses gratis terhadap pemberitaan terkait Covid-19.
Media juga diharapkan mengedepankan solusi dalam pemberitaannya.
Pemberitaan khusus terkait Covid-19 dapat dilihat misalkan pada situs The New York Times, The Washington Post, The Guardian, The Wall Street Journal, The Straits Times, dan South China Morning Post. Media-media ini menambahkan porsi spesial untuk berita-berita Covid-19.
Halaman khusus ditata dengan berbagai elemen interaktif dan pilihan yang memudahkan pembaca untuk mengakses informasi terkait Covid-19. Mereka juga menawarkan langganan newsletter gratis untuk memberikan infromasi terbaru kepada pembaca melalui email.
Laman The Washington Post, The New York Times, South China Morning Post, dan The Straits Times menyuguhkan visualisasi perkembangan kasus korona.
Segmen tambahan yang ditampilkan juga meliputi tulisan riset, liputan mendalam, live update, opini, tanya jawab terkait virus korona, pengetahuan dasar tentang virus korona, panduan selama di rumah, hingga liputan khusus terkait Covid-19. Tiap eleman ini sebenarnya dimiliki oleh situs media tersebut, tetapi tak semuanya menata dan meramunya dalam halaman baru yang dibuat khusus bagi materi terkait Covid-19.
Di sinilah letak upaya berbagai media dalam menawarkan solusi menghadapi pandemi. Melalui berbagai segmen yang ditawarkannya, seperti liputan mendalam, rubrik riset, live update, maupun opini, media menawarkan solusi yang dapat diimplementasikan secara praktis oleh pembaca maupun menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan.
Menjaga kepercayaan
Media-media ini dituntut untuk semakin menjadi sumber berita tepercaya, seperti harapan 84 persen responden survei Edelman. Kepercayaan dijaga dengan selalu mematuhi kaidah jurnalistik dalam setiap penulisan berita.
Menurut protokol penyiaran berita terkait Covid-19 yang dibuat oleh Aliansi Jurnalis Indonesia, Jurnalis Kritis dan Bencana, serta Komite Keselamatan Jurnalis, hal utama yang perlu terus dilakukan adalah verifikasi informasi secara lebih ketat. Hal itu perlu didukung dengan menyertakan informasi yang bersifat pencegahan dari sumber-sumber resmi seperti WHO dan Kementerian Kesehatan.
Kepercayaan dijaga dengan selalu mematuhi kaidah jurnalistik dalam setiap penulisan berita.
Selain itu, media perlu menegakkan prinsip peka dan berempati dengan tidak mempublikasikan data pribadi pasien.
Agar tak menimbulkan kecemasan dan kesalahpahaman, media pun disarankan untuk menghindari kosakata yang belum dipahami oleh publik maupun kosakata yang memancing rasisme dan stigma dalam pemberitaannya.
(LITBANG KOMPAS)