Infodemik Ancam Kesehatan di Tengah Pandemi Covid-19
Di luar penyakit Covid-19, muncul pandemi baru berupa penyebaran berita-berita palsu seputar wabah korona. Informasi terkait pandemi atau infodemik tersebut tidak kalah berbahaya karena membuat publik bingung dan cemas.
“Kami tidak hanya memerangi epidemi, kami sedang berjuang melawan infodemik”
Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakannya dalam sambutan Konferensi Keamanan Dunia di Munich, Jerman pada 15 Februari 2020. Hal tersebut disampaikan mengingat berita palsu menyebar lebih cepat dan lebih mudah daripada virus korona. Sebaran berita palsu tersebut dan sama berbahayanya dengan virus SARS-CoV-2.
“Itulah sebabnya kami juga bekerja dengan perusahaan pencarian dan media seperti Facebook, Google, Pinterest, Tencent, Twitter, TikTok, YouTube, dan lainnya untuk melawan penyebaran desas-desus dan informasi yang salah” ungkap Tedros.
Lebih lanjut, Tedros meminta semua pemerintah, perusahaan media, dan organisasi berita untuk turut bekerja bersama dengan WHO memberitakan bahaya wabah korona tanpa menimbulkan histeria.
Beberapa berita palsu yang beredar antara lain, mitos mandi air panas, penularan melalui gigitan nyamuk, pengering tangan, dan makan bawang putih. Laman “Newsweek” mencatat mitos-mitos seputar Covid-19 dan upaya WHO menunjukkan fakta yang sebenarnya.
Pertama, informasi cuaca yang lebih hangat akan mematikan virus SARS-CoV-2. Namun menurut WHO narasi ini kurang, virus korona dapat ditularkan di semua area, termasuk iklim panas dan lembab.
Mitos berikutnya, mandi air panas mencegah virus korona. Faktanya, mandi air panas tidak akan mencegah siapa pun untuk menangkap virus korona karena suhu tubuh normal tetap sekitar 36-37 derajat Celcius, terlepas dari suhu bak mandi atau pancuran.
Ada pula mitos virus korona baru dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk. Menurut WHO, sampai saat ini, belum ada informasi atau bukti yang menunjukkan bahwa virus korona dapat ditularkan oleh nyamuk.
Lebih lanjut dijelaskan Covid-19 dipicu virus pernapasan yang menyebar terutama melalui tetesan yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin atau melalui tetesan air liur atau keluarnya cairan dari hidung.
Tak kalah seru adalah mitos tentang pengering tangan yang disebut efektif membunuh Covid-19. Faktanya pengering tangan tidak efektif untuk membunuh virus korona. Demikian pula dengan mitos makan bawang putih dapat membantu mencegah infeksi virus korona.
Mitos yang membuat orang memborong bawang putih ini menurut WHO belum ada bukti klinisnya. Walaupun bawang putih adalah makanan sehat, belum ada bukti bahwa makan bawang putih telah melindungi orang dari virus korona.
Stigma kelompok rentan juga tak luput dari peredaran berita palsu. Beredar mitos Covid-19 hanya menyerang lansia. Stigma ini dibantah WHO. Dijelaskan, orang-orang dari segala usia dapat terinfeksi oleh virus korona.
Tetapi orang yang lanjut usia dan orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti menderita penyakit asma, diabetes, dan penyakit jantung, lebih rentan untuk menjadi sakit parah dengan virus.
Mitos terakhir menyangkut pengobatan. Disebutkan antibiotik efektif dalam mencegah dan mengobati virus korona. Ini juga dijelaskan WHO dengan penjelasan bahwa antibiotik tidak bekerja melawan virus, namun bakteri.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di dunia. Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat setidaknya ada 384 informasi hoaks yang beredar melalui media sosial, aplikasi percakapan Whatsapp, dan tautan pada situs internet. Rupa-rupa hoaks itu antara lain penyebab korona, penularan, penanganan, lockdown, obat, dan dampak Covid-19.
Kesehatan psikis
Maraknya fenomena infodemik tidak dapat dilepaskan dari minimnya literasi media digital masyarakat. Kepala Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran UGM, Fatwa Sari Tetra Dewi menyambaikan bahwa banjir informasi menimbulkan infodemik.
Akibatnya masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan solusi yang tepat. Infodemik mengakibatkan kepanikan karena informasi yang beredar membingungkan dan tidak dapat diverifikasi keabsahannya.
Saat ini, setiap orang yang memiliki ponsel pintar dan terkoneksi dengan internet dapat menerima sekaligus meneruskan bahkan memproduksi informasi. Grup chatting dalam aplikasi WhatsApp misalnya, setiap anggota dapat meneruskan berbagai informasi tanpa adanya pemilahan yang layak.
Misinformasi serta berita bohong kerap terdistribusikan melalui kanal-kanal komunikasi berkelompok semi privat ini. Ekosistem media digital yang dihuni oleh pengguna tanpa penyaringan informasi dengan mudah meningkatkan penyebaran infodemik.
Ragam persoalan baru muncul dari kehadiran infodemik. Kepanikan atau kekhawatiran yang dapat berujung pada kesalahan dalam mengambil keputusan dan serta dapat menimbulkan penyakit akibat psikosomatik. Hal ini terjadi ketika seseorang mencapai titik kelelahan akibat tidak mampu memilah dan mengolah informasi maka timbul stres dan kecemasan secara berlebih.
Kondisi ini dapat menimbulkan risiko laten berupa gangguan kesehatan mental. Dr Jo Hemmings ahli psikologi perilaku mengatakan dalam wawancara dengan The Guardian bahwa rasa cemas atau khawatir dapat menimbulkan gejala sakit serupa dengan Covid-19.
Kejiwaan dalam kondisi cemas dapat meningkatkan hormon adrenalin dan kortisol yang dapat menimbulkan gejala; sulit bernapas, dada terasa sesak, dan denyut nadi terasa kuat atau jantung berdegup kencang. Ciri-ciri tersebut mirip dengan gejala infeksi virus korona baru.
Hal lain yang menjadi risiko gangguan psikologis adalah terjadinya psikosomatik. Psikosomatik yakni gangguan kesehatan psikis dan juga mental yang dapat mengganggu atau menurunkan kesehatan fisik.
Putus rantai infodemik
Infodemik dapat menimbulkan penyakit fisik dengan perantara mekanisme psikosomatik. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dalam artikel “Stress and Coping”, dipaparkan tentang siapa saja yang rentan mengalami stres dan kecemasan berlebih di masa krisis Covid-19.
Mereka adalah lansia dan orang dengan penyakit kronik, anak dan remaja, orang yang menghadapi pasien Covid-19 diantaranya dokter, perawat, atau pelayan terdepan fasilitas kesehatan. Selain itu orang dengan masalah kesehatan mental serta pengguna narkoba juga merupakan kelompok rentan.
Berita palsu menyebar lebih cepat dan lebih mudah daripada virus korona.
Secara umum, setiap orang yang mengalami kekhawatiran berlebih memiliki risiko psikosomatik. Seseorang yang semula sehat, dapat mengalami sakit fisik. Hal ini juga terjadi terhadap pasien yang sedang dalam pemulihan. Apabila kondisi psikisnya tertekan, maka proses penyembuhan akan sulit dan memakan waktu lebih panjang.
Untuk menghadapi infodemik, masyarakat perlu memilih sumber informasi yang kredibel terkait Covid-19. Sumber resmi bisa didapat dari WHO, Kementerian Kesehatan, serta laman informasi Covid-19 yang dibuat pemerintah daerah.
WHO telah meluncurkan platform baru untuk melawan "Covid-19 Infodemic", nama resmi yang diberikan kepada penyebaran massa informasi yang tidak akurat atau tidak dikonfirmasi, berkontribusi pada histeria, panik, dan kebingungan masyarakat.
Infomasi yang dikelola WHO mencakup segala sesuatu mulai dari rekomendasi pengobatan, sampai ke teori konspirasi. Ada beberapa jenis informasi yang disatukan ke dalam infodemik ini, seperti berita palsu di media sosial yang salah, dibantah, atau ditemukan bohong.
WHO juga merekomendasikan cara terbaik untuk mendapatkan informasi yang akurat saat terjadi badai informasi seperti infodemik ini. Caranya adalah membatasi konsumsi informasi dari sumber resmi, dari pemerintah termasuk Kementerian Kesehatan.
Senada dengan WHO, untuk meredakan kecemasan CDC menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menenangkan diri dan orang disekitar.
Baca juga: Tantangan Maskapai Dunia Hadapi Pandemi
Pertama, batasi konsumsi informasi termasuk dari media sosial. Kedua, menjaga kebugaran tubuh dengan melakukan peregangan otot, bermeditasi, makan makanan bergizi, olahraga secara rutin, dan tidur dengan waktu yang cukup.
Berikutnya, luangkan waktu untuk bersantai dan lakukan aktivitas yang menyenangkan. Terakhir, berkomunikasi dengan relasi atau orang-orang tersayang secara langsung jika berada dalam satu tempat tinggal atau secara daring jika berjarak jauh. Hal-hal tersebut dapat memberikan kelegaan dari tekanan dan rasa khawatir berlebih dalam kondisi krisis Covid-19, termasuk melawan pandemi informasi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?