Pentingnya Data Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Pasien Covid-19
Keterbukaan data pasien Covid-19 merupakan salah satu upaya membendung penyebaran virus korona. Data tersebut penting sebagai dasar penentuan pola penyebaran virus dan penyusunan kebijakan kesehatan yang tepat sasaran.
Hingga 20 April 2020, data jenis kelamin dan kelompok umur pasien terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia belum dibuka untuk publik. Data demografi tersebut penting sebagai dasar penentuan pola penyebaran dan dasar bagi penyusunan kebijakan di bidang kesehatan yang lebih tepat sasaran.
Dalam dokumen yang terbit pada 20 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta agar setiap negara anggota memberikan data terkait pandemi Covid-19. Dalam panduan yang dibuat WHO, terdapat tujuh jenis data dan dua metadata yang setiap minggu perlu dikumpulkan oleh setiap negara anggota.
Ketujuh jenis data Covid-19 mingguan tersebut meliputi jumlah kasus baru, jumlah meninggal baru, jumlah dirawat baru, jumlah sembuh baru, jumlah dites baru, kategori umur kasus baru, dan proporsi jenis kelamin kasus baru.
Adapun metadata yang diminta berupa definisi kasus yang digunakan oleh setiap negara sejak laporan pertama dan laporan epidemiologi mingguan dari setiap negara.
Maksud dari definisi kasus dalam metadata diperjelas oleh WHO dengan pembagian empat kategori pola penyebaran virus, yakni pola tanpa kasus, kasus sporadis, kasus kluster, dan penularan komunitas.
Pola tanpa kasus berarti tak ada kasus di suatu negara. Sementara pola kasus sporadis berarti terdapat satu atau beberapa kasus yang terdeteksi di suatu negara, baik kasus impor maupun lokal.
Data terkait Covid-19 di Indonesia per 19 April 2020. Sumber : Kementerian Keuangan.Lain lagi dengan pendefinisian pola kasus kluster. Hal ini berarti bahwa di suatu negara terdapat kasus yang telah dikelompokkan berdasarkan tempat, waktu, dan atau temuan umum penularan.
Kategori keempat, yakni penularan komunitas, menyatakan bahwa di suatu negara terdapat wabah dalam jumlah besar karena penularan lokal yang ditetapkan atas dasar beberapa faktor.
Terdapat minimal tiga faktor yang menjadi acuan penetapan jenis pola penularan komunitas. Pertama, sejumlah besar kasus tidak saling terkait dengan rantai penularan. Kedua, sejumlah besar kasus berasal dari laboratorium uji sampel. Ketiga, beberapa kluster tidak saling terkait di beberapa lokasi di suatu negara.
Baca juga: Mewaspadai Rangkaian Peristiwa Kedua Covid-19
Menurut WHO, tujuh data dan dua metadata tersebut menjadi masukan untuk menentukan pola penularan serta menjadi bagian dari strategi setiap negara untuk meningkatkan kesiapsediaan, kewaspadaan, dan responsnya dalam menghadapi Covid-19.
Dalam panduan strategi, rencana, dan aksi menghadapi Covid-19, setiap negara diminta untuk menilai risiko dan dengan cepat mengimplementasikan langkah-langkah yang diperlukan pada skala yang tepat.
Secara khusus, pentingnya data di atas juga berhubungan dengan tiga tujuan strategi, rencana, dan aksi setiap negara dalam menghadapi Covid-19.
Pertama, memperlambat dan menghentikan penularan, mencegah terjadinya wabah, dan menunda penyebaran. Kedua, memberikan perawatan yang optimal untuk semua pasien, terutama pasien yang mengalami sakit serius.
Ketiga, meminimalkan dampak epidemi pada sistem kesehatan, layanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, data yang diminta oleh WHO di atas menjadi penting untuk disediakan oleh setiap negara anggota.
Data Covid-19 di Indonesia
Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebagai saluran utama informasi terkait Covid-19 di Indonesia. Setiap hari terdapat update perkembangan kasus dan data yang diumumkan secara langsung oleh lembaga tersebut tanpa data tentang jenis kelamin dan kategori umur.
Informasi secara lebih rinci juga ditampilkan melalui laman covid19.go.id. Selain laman tersebut, terdapat juga dua laman pendukung yang menjadi rujukan data Covid-19, yakni laman BNPB dan Kementerian Kesehatan.
Dilihat dari tujuh permintaan data dari WHO, dashboard yang ada di laman utama Pemerintah Indonesia telah menampilkan empat data, yakni kasus baru, kasus meninggal baru, kasus dirawat baru, dan kasus sembuh baru.
Laman dari BNPB menampilkan dashboard pemantauan yang serupa dengan gugus tugas. Akan tetapi, BNPB juga menambahkan data yang lebih mendetail terkait monitoring data Covid-19 di beberapa wilayah dan kumpulan data geospasial untuk penanganan Covid-19 di Indonesia.
Terdapat enam data geospasial yang dapat diakses, yakni kasus Covid-19, fasilitas kesehatan, tenaga medis, logistik, transportasi perhubungan, dan pergerakan masyarakat.
Khusus untuk data geospasial kasus Covid-19, BNPB menampilkan statistik perkembangan Covid-19 di Indonesia, data harian kasus Covid-19 per provinsi di Indonesia, dashboard InaCOVID-19, dan dashboard pemantuan InaCOVID-19.
Untuk data statistik perkembangan Covid-19 di Indonesia, terdapat 14 jenis data meliputi jumlah kasus dirawat per hari, jumlah kasus kumulatif, jumlah pasien dalam perawatan, jumlah pasien meninggal, jumlah pasien sembuh, dan kasus terkonfirmasi.
Data berikutnya adalah kasus sedang investigasi lapangan, pasien meninggal, pasien sembuh, pembaruan terakhir, penambahan kasus terkini, persentase pasien dalam perawatan, persentase pasien meninggal, dan persentase pasien sembuh.
Adapun data harian kasus Covid-19 per provinsi di Indonesia berisi data harian kasus meninggal, kasus positif, dan kasus sembuh. Tambahan data yang lebih detail dari BNPB ini secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat jenis data, yakni jumlah kasus, jumlah meninggal, jumlah dirawat, dan jumlah sembuh.
Berbeda dengan laman Gugus Tugas dan BNPB, dashboard di laman Kementerian Kesehatan menampilkan lima data seperti yang diminta oleh WHO, yakni kasus baru, kasus meninggal baru, kasus dirawat baru, kasus sembuh baru, dan kasus yang dites baru.
Perbedaan paling mencolok terdapat pada data jumlah mereka yang dites beserta hasilnya. Selain itu, laman ini juga menampilkan data jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).
Pentingnya data demografi
Data kategori umur dan jenis kelamin serta data demografi sering digunakan untuk menentukan kelompok mana yang paling rentan yang harus segera ditolong. Selain itu, data ini juga penting untuk menentukan alokasi sumber daya dan membuat perencanaan.
Secara umum, data demografi digunakan untuk menyasar target kebijakan dengan lebih spesifik. Selain itu, penggunaan data demografi dapat menjadi acuan untuk berkomunikasi dengan kebutuhan suatu kelompok dengan ”bahasa” mereka.
Sebagai contoh, komunikasi sebuah kebijakan atas suatu data kehamilan kelompok umur di bawah 14 tahun lebih tepat disampaikan melalui Instagram ataupun Twitter yang lebih banyak diakses oleh mereka dengan kelompok umur remaja.
Di bidang kesehatan, data demografis sangat penting untuk mengindentifikasi sasaran pelayanan kesehatan dengan tepat. Situs Health Knowledge dari Departemen Kesehatan Inggris menunjukkan pentingnya data demografis bagi kesehatan. Secara umum, data struktur dan jumlah populasi akan menjadi rujukan dalam membuat kebijakan terkait pelayanan kesehatan di rumah sakit, terutama bagi kelompok umur bayi, wanita produktif, dan lansia.
Menurut WHO, tujuh data dan dua metadata tersebut menjadi masukan untuk menentukan pola penularan serta menjadi bagian dari strategi setiap negara dalam menghadapi Covid-19.
Selain itu, data demografi dapat digunakan untuk membedakan populasi yang telah mendapatkan intervensi optimal dan yang belum. Data demografi di bidang kesehatan juga bisa digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu praktik kesehatan yang telah dilaksanakan dapat diterima secara kultural dengan baik.
Penggunaan data demografi dalam penelitian Covid-19 banyak dilakukan oleh para ilmuwan. Dalam bank data penelitian di seluruh dunia tentang Covid-19 yang dikumpulkan oleh WHO, terdapat 58 artikel ilmiah yang langsung menggunakan data demografi dalam penelitiannya per tanggal 21 April 2020.
Dalam salah satu artikel di bank data di atas, ditunjukkan karakter pasien lansia yang terinfeksi Covid-19 di Beijing sepanjang Januari-Februari 2020. Salah satu temuannya adalah sebanyak 56,7 persen lansia yang terinfeksi Covid-19 di Beijing adalah perempuan.
Keterbukaan data
Sambil menanti senjata pamungkas bagi Covid-19, yaitu vaksin, pemanfaatan data demografi sangat dibutuhkan oleh pemangku kebijakan dan tenaga kesehatan.
Bagi pemangku kebijakan, data semacam ini dapat memberikan masukan dalam merancang strategi, misalnya memberikan perlakuan berbeda terhadap para lansia. Bagi tenaga kesehatan, hasil penelitian tersebut akan menjadi rujukan dalam memberikan tindakan preventif dan kuratif terhadap pasien yang mengalami gejala seperti disebutkan di atas.
Melihat pentingnya data demografi dan epidemiologi, sudah sepantasnya jika data semacam itu dapat dibuka kepada publik. Pada 7 April 2020, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Agus Wibowo menyatakan bahwa data yang dikirim ke WHO mencakup data usia dan jenis kelamin pasien Covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya data tersebut tersedia, tetapi belum dibuka karena suatu alasan tertentu.
Pada 14 April 2020, Presiden Joko Widodo memberikan arahan untuk membuka segala informasi yang berkaitan dengan penanganan virus korona. Bersamaan dengan arahan tersebut, Pemerintah Indonesia telah membuka data terkait jumlah ODP dan PDP.
Belajar dari negara lain, salah satu contoh pembukaan data publik yang cukup lengkap dilakukan oleh Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit AS (CDC). Terhadap data demografi, lembaga tersebut bahkan mencantumkan hal yang lebih spesifik, yakni mencantumkan kategori umur dan etnisitas dalam semua kasus terkonfirmasinya.
Keterbukaan data merupakan salah satu bagian dari berbagai upaya pemerintah untuk membendung penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, sambil menunggu dibukanya data tersebut, arahan pemerintah untuk memutus penyebaran Covid-19 perlu terus diikuti dengan disiplin. Semoga wabah korona semakin mereda. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?