Seruan kepada Semua Dokter
Kekurangan dokter spesialis paru membuat penanganan Covid-19 di Indonesia semakin berat.
Kekurangan dokter spesialis paru membuat penanganan Covid-19 di Indonesia semakin berat. Sejumlah upaya dilakukan untuk menambal kekosongan tenaga dokter spesialis ini, mulai dari memberikan wewenang penanganan Covid-19 kepada dokter umum dan spesialis lainnya hingga merekrut para sukarelawan dokter.
Sebagaimana diketahui, Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan virus dan menyerang sistem pernapasan. Di tengah terjangan wabah korona yang kian menjangkit masif, kehadiran dokter spesialis penyakit paru menjadi yang paling diperlukan. Namun, fakta menguak bahwa jumlah dokter spesialis paru yang dimiliki Indonesia masih jauh dari standar pelayanan.
Data terbaru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menunjukkan, jumlah dokter spesialis paru nasional hanya sekitar 1.107 orang. Sebarannya pun tak merata di semua daerah. Angka tersebut bahkan masih kurang dari separuh dari semestinya.
Menurut perhitungan PDPI, setidaknya Indonesia memiliki tidak kurang dari 2.600-an dokter spesialis paru dengan asumsi 1 per 100.000 penduduk. Asumsi tersebut bahkan sudah yang paling minimimal dari standar pelayanan seharusnya.
Bagian timur wilayah Indonesia menjadi daerah dengan tenaga dokter spesialis paru paling minim.
Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua Barat merupakan deretan provinsi dengan tenaga dokter spesialis paru paling sedikit. Di Sulawesi Barat dan Maluku Utara, misalnya, provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta jiwa tersebut bahkan hanya memiliki tak lebih dari dua dokter spesialis paru.
Pasien Covid-19 idealnya memang memerlukan penanganan penyembuhan dari dokter yang memiliki keahlian penyakit paru. Namun, penambahan pasien positif yang masif mencapai 6.760 orang (data per 20 April 2020) membuat penanganan tak mungkin hanya harus bergantung pada keberadaan dokter spesialis paru.
Kewalahan dalam penanganan pasien Covid-19 oleh tenaga medis ini dirasakan oleh banyak rumah sakit di daerah-daerah. Di Maluku Utara, misalnya, rumah sakit rujukan setempat sulit untuk melakukan tes swab Covid-19 akibat kekurangan dokter spesialis paru. Hanya ada dua dokter spesialis paru di provinsi itu, satu orang bertugas di RSUD Halmahera Selatan dan satu lagi di RSUD Chasan Boesoirie Ternate.
Semua dokter
Untuk memenuhi minimnya tenaga dokter, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bahkan membuat seruan kepada seluruh dokter di Indonesia untuk siap bergabung dalam penanganan Covid-19. Imbauan itu bertajuk ”Gerakan Dokter Semesta Melawan Covid-19”.
Seruan mengabdi untuk kemanusiaan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Umum IDI Daeng M Faqih. Melalui surat organisasi IDI tanggal 30 Maret 2020, secara resmi disampaikan kepada seluruh dokter di Indonesia dapat melakukan gerakan secara serempak dan sistematik dalam menanggulangi pandemi Covid-19.
IDI memberikan kewenangan dan kompetensi kepada seluruh dokter, baik spesisalis maupun umum, untuk menangani pasien Covid-19. Seluruh dokter tersebut diharapkan dapat mengikuti pelatihan keahlian penanganan yang melingkupi penggunaan alat pelindung diri, pemeriksaan, hingga perawatan pasien positif ataupun orang yang diduga terpapar Covid-19.
Dengan begitu, seluruh dokter baik umum, bahkan spesialis, yang bukan berlatar belakang penyakit paru dapat melakukan tindakan medis penanganan pasien korona sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku.
Dalam hal ini, IDI juga telah bekerja sama dengan Dokter Lintas Batas (MSF) untuk melakukan pelatihan bagi para dokter sukarelawan untuk menangani kasus Covid-19. Pembekalan bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya dilakukan secara daring yang sebagian besar berbasis di Jakarta.
Inisiatif yang diambil IDI tersebut juga tak lepas dari upaya percepatan penanggulangan oleh pemerintah dengan membangun rumah sakit darurat korona. Meskipun tak sepenuhnya dapat terpenuhi, imbauan kepada seluruh dokter ini diharapkan dapat menyeimbangkan dan mengisi kekosongan tenaga dokter di rumah sakit khusus rujukan yang tersebar di seluruh daerah.
Rumah sakit darurat Covid-19 yang berada di Wisma Atlet Kemayoran, misalnya, memiliki kapasitas tampung hingga lebih dari 1.750 pasien. Dengan jumlah tersebut, tentulah kebutuhan dokter dan perawat yang menanganinya juga tak sedikit.
Terbaru, pemerintah juga telah membangun rumah sakit darurat korona di Pulau Galang, Batam. Beroperasi sejak 6 April lalu, rumah sakit darurat hanya disokong setidaknya 50 tenaga kesehatan. Padahal, kapasitas rumah sakit ini jika dioptimalkan dapat menampung hingga 1.000 pasien. Dengan begitu, kebutuhan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain pun juga tak sedikit.
Pengabdian
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengatakan bahwa setidaknya Indonesia memerlukan 1.500 dokter spesialis dan 2.500 perawat untuk mengatasi wabah korona. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, gugus tugas juga telah membuka pendaftaran sukarelawan tenaga kesehatan yang tersebar ke daerah-daerah.
Sejauh ini hingga 19 April 2020, sudah terdaftar setidaknya 4.880 sukarelawan medis dan tenaga kesehatan lainnya. Termasuk pula di dalamnya para dokter spesialis, jumlahnya hanya sekitar 22 orang.
Sementara itu, ada 424 dokter umum dan 1.907 perawat yang juga mendaftar. Jumlah sukarelawan medis diisi pada bidang tugas logistik dan tenaga administrasi yang masing-masing mencapai lebih dari 5.000 orang.
Tak hanya di Indonesia, krisis dokter dan tenaga medis juga dialami oleh negara-negara lain di belahan dunia. Bahkan, di wilayah dengan jumlah ledakan Covid-19 begitu tinggi memaksa pemerintah setempat untuk kembali memberdayakan para pensiunan dokter.
Di Inggris, setidaknya pemerintah setempat meminta lebih dari 65.000 pensiunan dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk kembali bekerja dalam mengatasi wabah. Selain itu, mahasiswa kedokteran dan keperawatan tingkat akhir juga diminta untuk terjun menangani pasien.
Demikian pula di Italia, peningkatan kasus dan kematian yang tinggi membuat pemerintah ”Negara Pisa” itu untuk mengaryakan kembali dokter dan paramedis yang telah pensiun. Kebijakan tersebut diutamakan bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang telah pensiun dalam dua tahun terakhir.
Selain itu, lebih dari 10.000 mahasiswa kedokteran dan tenaga medis di Italia yang sudah diminta untuk membantu mengatasi pandemi. Meminta bantuan kepada dokter dan tenaga medis lainnnya yang telah pensiun bahkan juga dilakukan oleh Amerika Serikat dan Kanada.
Cerita heroik dari seorang dokter pensiunan juga sempat menjadi perhatian warganet Indonesia. Beberapa waktu lalu, media massa ramai dengan unggahan yang dibagikan sebuah akun Facebook yang berisi foto seorang dokter berusia 80 tahun menggunakan APD lengkap.
Unggahannya itu juga disertai narasi cerita dan memohon doa kepada sosok dokter bernama Handoko Gunawan, seorang spesialis paru di RS Graha Kedoya, yang terus semangat turun tangan ikut dalam penanganan Covid-19, bahkan hingga larut pagi.
Bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya, masa bakti boleh berakhir, tetapi pengabdian untuk kemanusiaan tak boleh selesai. Bahkan, sekalipun harus menanggung risiko besar.
Seruan dan gerakan nyata yang diinisiasi oleh para dokter ini menegaskan kembali kepada seluruh pihak bahwa perang dalam menangani Covid-19 ini memang harus dilakukan dengan bergotong royong. Tak ada yang menguatkan kerja para dokter selain pengabdian pada kemanusiaan. (LITBANG KOMPAS)