Popularitas Donald Trump di Tengah Pandemi
Walau kerap menuai kritik akibat semakin meningkatnya kasus Covid-19 di Amerika Serikat, dukungan publik terhadap kepemimpinan Donald Trump di masa krisis Covid-19 justru menguat.
Di luar China, Amerika Serikat termasuk negara yang menghadapi masalah besar dari melonjaknya kasus Covid-19. Salah satu titik episentrum pandemi korona kini berada di Amerika Serikat.
Sejak 26 Maret 2020, kasus terbanyak Covid-19 di dunia berada di Amerika Serikat. Lebih dari 83.840 penduduknya positif Covid-19. Angka tersebut melebihi jumlah kasus di China yang pada waktu itu mencapai 81.780 kasus.
Hingga 24 April 2020, jumlah kasus di AS mencapai 886.709 kasus. Dengan jumlah kasus itu, hingga kini Amerika Serikat masih menempati peringkat pertama kasus Covid-19 terbanyak.
Berbagai langkah diambil pemerintahan Donald Trump untuk mencegah penularan wabah Covid-19. Presiden Trump pada 13 Maret 2020 mengumumkan keadaan darurat nasional akibat wabah korona. Pemerintah AS juga memberlakukan larangan masuk terhadap warga dari China, Iran, dan 26 negara Eropa.
Dari sisi anggaran, Trump memberikan paket stimulus ekonomi senilai 2,2 triliun dollar AS. Paket stimulus tersebut, antara lain, digunakan untuk memberikan bantuan tunai 3.400 dollar AS per keluarga dan dana 100 miliar dollar AS untuk mendukung fasilitas kesehatan.
Terbaru, Presiden Trump mengeluarkan kebijakan mengejutkan pada 14 April 2020. Trump membekukan pendanaan AS pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dukungan dana dihentikan karena Trump menilai WHO gagal menghentikan pandemi Covid-19. Trump juga kecewa karena WHO tak mengingatkan China untuk bersikap transparan dalam penanganan awal Covid-19 hingga menyebar ke seluruh dunia.
Kurang serius
Situasi memburuknya kasus Covid-19 di Amerika Serikat menghadirkan kritik terhadap penanganan wabah. Argumentasi kritik ditujukan pada lambannya langkah pencegahan dan antisipasi penanganan.
Sebelumnya, WHO sudah memperingatkan saat menetapkan kedaruratan penyakit ini sebagai pandemi. Namun, Presiden Trump dalam beberapa bulan sebelumnya sangat optimistis untuk mencegah penyebaran pandemi ini.
Nada optimisme Trump tampak dalam pernyataan-pernyataannya. Misalnya, dalam pernyataannya pada 22 Januari 2020, Trump mengatakan bahwa ada 15 orang positif Covid-19 sehingga semuanya itu dalam beberapa hari akan berkurang mendekati nol. Namun, fakta menunjukkan, saat ini AS menempati puncak urutan kasus Covid-19.
Hingga saat ini, lima negara bagian menjadi lokasi paling banyak terjadinya wabah Covid-19. Kelimanya adalah New York, New Jersey, Massachusetts, California, dan Pennsylvania. Pada 24 April 2020, jumlah kasus Covid-19 di New York mencapai 268.581, tertinggi di Amerika Serikat.
Lonjakan dukungan
Walau kerap menuai kritik akibat semakin meningkatnya kasus Covid-19 di Amerika Serikat, dukungan masyarakat terhadap kepemimpinan Donald Trump di masa krisis Covid-19 justru menguat. Salah satu indikatornya, tingkat dukungan publik kepada pemerintahannya.
Hasil survei tingkat dukungan atau approval rating yang dilakukan lembaga FiveThirtyEight menunjukkan peningkatan tersebut. Per 16 April 2020, tingkat dukungan kepada pemerintahan Trump mencapai 44,4 persen.
Jumlah ini meningkat jika dibandingkan tanggal yang sama tahun lalu. Pada 16 April 2019, dukungan kepada pemerintahan Trump mencapai 42,1 persen. Fenomena serupa terlihat jika dibandingkan dengan tiga bulan terakhir.
Dukungan kepada Trump pada pertengahan April 2020 tersebut masih lebih tinggi daripada 20 Januari 2020. Saat itu muncul laporan kasus pertama Covid-19 di Amerika dan dukungan kepada pemerintahan Trump 42,7 persen.
Sepanjang April 2020, hingga 16 April 2020, angka dukungan kepada Trump cenderung meningkat dengan rentang kisaran 42,7 persen sampai 45,8 persen. Bersamaan dengan itu, ketidakpuasan masyarakat terhadap Pemerintah AS juga menurun, dengan rentang berkisar 53,2 persen hingga 50,2 persen.
Jika dilihat, dukungan publik terhadap kepemimpinan Trump malah memuncak kala Amerika Serikat sedang dilanda pandemi. Selama hampir empat tahun kepemimpinannya, jarang Trump bisa menuai dukungan di atas angka 45 persen.
Dukungan terbaiknya dari jajak pendapat yang dihimpun lembaga FiveThirtyEightdiraih ada di awal pemerintahannya pada 25 Januari 2017. Saat itu, dukungan kepada pemerintahan Trump mencapai 47,5 persen.
Meningkatnya dukungan publik terhadap Trump kala krisis tentu terlihat seperti anomali. Namun, fenomena ini bukanlah kejadian baru di Amerika Serikat. Menilik sejarah, meningkatnya dukungan terhadap pemerintah saat krisis juga dialami saat Perang Teluk dan ketika aksi teror 9/11.
Saat Perang Teluk, Presiden Bush pada 1991 berhasil mendapatkan dukungan approval rating 89 persen. Padahal, sebelumnya dukungan kepada pemerintahan Bush hanya 59 persen.
Hal serupa dialami oleh putranya, George W Bush, yang menjadi presiden saat krisis keamanan yang dipicu aksi terorisme 9/11 pada 2011. Situasi yang sulit tersebut di sisi lain membuat dukungan kepada sang presiden saat itu meningkat hingga lebih dari 30 persen.
Bukan jaminan
Sekalipun dukungan kepada pemerintahan Trump meningkat, ini tidak menjamin pemerintahan Trump bisa tidur nyenyak memeluk popularitasnya. Trump masih menghadapi tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap wabah Covid-19.
Sisi lain jajak pendapat FiveThirtyEight juga menunjukkan, selain dukungan kepada pemerintahan Trump, muncul juga kekhawatiran masyarakat AS terhadap pandemi korona.
Hasil jajak pendapat menangkap kekhawatiran publik AS terhadap infeksi virus korona. Saat pemerintah mengumumkan kasus kematian pertama di AS, lebih dari sepertiga publik Amerika Serikat (42,9 persen) menyatakan khawatir terhadap infeksi Covid-19 di negaranya.
Jika dilihat, dukungan publik terhadap kepemimpinan Trump malah memuncak kala AS sedang dilanda pandemi.
Persentase ini semakin meningkat sesaat sebelum Trump mengumumkan situasi darurat nasional pada 13 Maret 2020. Kecemasan akan wabah korona disuarakan lebih dari separuh publik (61,7 persen).
Seiring berjalannya waktu, ketakutan publik kian bertambah, terutama setelah jumlah kematian yang melewati angka 10.000 pada 6 April 2020, yaitu mencapai 69,5 persen.
Kekhawatiran publik tidak hanya disebabkan oleh kemungkinan terinfeksi Covid-19 saja. Kecemasan lain yang disebutkan masyarakat adalah dampak ekonomi dan munculnya pengangguran akibat terpaan pandemi.
Hal lain yang tidak kalah penting dicermati adalah meningkatnya kekecewaan publik terhadap penanganan Covid-19 di AS yang semakin hari semakin banyak memakan korban jiwa.
Minimnya persepsi publik ini tecermin pada hasil jajak pendapat yang menanyakan seberapa setuju mereka dengan langkah pemerintahan Trump dalam menangani wabah Covid-19.
Pada 17 Februari 2020, seperempat bagian publik AS menyatakan tidak setuju dengan langkah pemerintah menangani wabah. Angka ini terus meningkat hingga 38 persen saat munculnya kematian perdana kasus korona pada 29 Februari 2020.
Hingga 16 April 2020, ketidakpuasan publik terhadap penanganan wabah korona semakin membesar. Hal ini diungkapkan oleh hampir separuh publik Amerika Serikat (48,9 persen).
Meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap penanganan wabah korona menjadi tantangan popularitas pemerintahan Trump di era krisis Covid-19. Di sisi lain, fenomena meningkatnya dukungan kepada pemerintahan Trump di era krisis wabah dapat dimaknai sebagai munculnya modal dukungan bagi Trump untuk menghadapi pandemi.
Modal itu tergambar dari dukungan publik yang meningkat, terutama sepanjang wabah terjadi. Namun, dukungan ini harus dapat dimanfaatkan oleh pemerintahan Trump untuk menjawab meningkatnya kecemasan publik AS terkait infeksi korona.
Baca juga: Joe Biden Melawan Korona
Harapannya, dengan penanganan wabah korona yang cepat dan tepat, jumlah kasus Covid-19 di Amerika Serikat dapat ditekan. Hal ini sekaligus juga menjawab ketidakpuasan masyarakat terhadap penanganan wabah korona oleh pemerintahan Trump.
Namun, jika penanganan wabah tak kunjung memadai, bukan tidak mungkin peningkatan kekhawatiran dan ketidakpuasan publik tersebut dapat menggerus dukungan masyarakat kepada pemerintahan Trump.
Terlebih, pandemi ini muncul di tengah masa kampanye pemilu presiden. Di seberang Trump, kandidat presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, juga sedang menanjak popularitasnya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?