Di tengah pandemi Covid-19 yang kini berkecamuk di berbagai belahan dunia, penduduk di sejumlah wilayah juga masih menghadapi bahaya penyakit malaria. Di Indonesia, ancaman terutama di kawasan Indonesia timur.
Oleh
KRISHNA P PANOLIH
·4 menit baca
Tahun ini, Hari Malaria Internasional, yang diperingati setiap 25 April, mengangkat tema ”Zero Malaria Starts with Me”. Tema tersebut merupakan bentuk kampanye pencegahan malaria dari WHO, melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari level terbawah (grassroot), swasta, hingga pemerintahan, untuk bersama-sama memberantas malaria.
Zero malaria (nol kasus malaria) menjadi asa baru setelah hampir satu dekade penurunan kasus malaria seakan diam di tempat. Mengutip laporan World Malaria Report 2019 (WHO), laju penurunan angka kematian akibat malaria per tahun masih relatif tinggi, yaitu dari 585.000 (2010), 416.000 (2017), dan 405.000 (2018).
Tak pelak, malaria termasuk penyakit yang masih mengancam kehidupan manusia, sama mengancamnya seperti Covid-19 saat ini. Laporan kasus malaria oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis 4 Desember 2019 menunjuk kawasan negara-negara di Benua Afrika sebagai wilayah pandemi malaria. Menurut laporan tersebut, hampir semua (93 persen) kasus malaria di dunia terjadi di Benua Afrika.
Data WHO menunjukkan, jumlah kasus positif malaria di Afrika rata-rata mencapai lebih dari 200 juta orang per tahun. Tahun 2018, misalnya, tercatat 213 juta kasus malaria di ”Benua Hitam” ini. Bandingkan dengan jumlah kasus di wilayah Asia Tenggara pada tahun yang sama yang ”hanya” 7,9 juta kasus.
Malaria termasuk penyakit yang masih mengancam kehidupan manusia, sama mengancamnya seperti Covid-19.
Lebih dari setengah kasus malaria di Afrika terjadi di enam negara. Kasus terbanyak terjadi di Nigeria yang mencapai 25 persen kasus, disusul Kongo (12 persen), berikutnya Uganda (5 persen kasus), Pantai Gading, serta Mozambik dan Niger (masing-masing 4 persen kasus).
Parahnya, pandemi Covid-19 kini juga mulai merambah wilayah Afrika, setelah ”menyapu” penduduk negara-negara di Asia Tengah (China), Benua Eropa, dan Amerika Utara (AS). Hingga 29 April 2020, 52 negara di Benua Afrika sudah terkena virus korona tipe baru, dengan 23.105 kasus serta kematian mencapai 916 orang.
Jumlah yang terkonfirmasi positif Covid-19 di enam negara pandemi malaria Afrika tercatat lebih dari 4.000 orang atau sekitar 18 persen dari total kasus di Afrika.
Dalam situasi wabah Korona, WHO mengingatkan negara-negara dengan angka prevalensi malaria yang tinggi agar tetap konsisten menjalankan program pemberantasan nyamuk. Penekanan tersebut muncul belum lama berselang pada Hari Malaria Internasional.
Kasus Indonesia
Bagaimana dengan Indonesia? Secara nasional, angka kesakitan malaria selama tahun 2009-2018 cenderung menurun, yaitu 1,8 per 1.000 penduduk (2009) menjadi 0,84 per 1.000 penduduk (2018). Sampai 2018, sekitar 72 persen penduduk Indonesia sebetulnya sudah bebas dari malaria.
Walaupun cenderung turun, pencapaian eliminasi antarprovinsi sangat bervariasi. Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara tercatat sebagai provinsi yang sama sekali belum mencapai eliminasi. Setidaknya ada 10,7 juta penduduk yang tinggal di daerah endemis menengah dan tinggi malaria di timur Indonesia, khususnya di lima provinsi tersebut.
Parahnya, virus korona pun sudah muncul di lima wilayah itu. Mengacu pada data laman covid19.go.id, hingga 28 April 2020, jumlah kasus tercatat Papua (177 kasus), Papua Barat (37 kasus), Maluku Utara (26 kasus), Maluku (22 kasus), dan NTT (1 kasus). Jumlah kasus terkesan masih kecil, tetapi tidak berarti tak berbahaya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Siti Nadia Tarmizi menambahkan, penyakit malaria bisa memperberat kondisi seseorang yang terinfeksi Covid-19. Terlebih, gejala malaria memang mirip dengan Covid-19, seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot.
Efektivitas kelambu
Saat ini, sejumlah metode dikembangkan untuk pemberantasan dan penyembuhan malaria. Metode itu di antaranya kontrol vektor (pembawa patogen atau parasit yang menimbulkan penyakit), penggunaan kelambu berinsektisida, penyemprotan dalam rumah, dan obat-obatan.
Dari semua itu, kelambu adalah salah satu cara penanganan yang dipandang efektif. Kelambu dengan kandungan insektisida ini tahan terhadap pencucian. Selain itu, aktivitas biologisnya dapat bertahan lama, 3-5 tahun.
Peran kelambu sangat penting dalam mencapai dunia bebas dari penyakit ini. Fungsi kelambu berinsektisida adalah penghalang sekaligus pembasmi. Insektisida pada kelambu yang menempel pada kaki nyamuk yang hinggap akan mematikannya. Kelambu sedemikian bekerja ampuh hingga memunculkan ungkapan, ”Every single net matters”. Setiap kelambu berharga (menyelamatkan nyawa).
Program penggunaan kelambu di Indonesia dimulai sekitar tahun 2005. Kampanye penggunaan kelambu pencegah malaria ini dimulai di wilayah timur Indonesia dan sebagian Sumatera. Pada 2009, pemerintah mengadakan pembagian kelambu di 16 provinsi, dengan prioritas utama NTT.
Selanjutnya, setiap dua tahun sekali program kampanye kelambu dilaksanakan di wilayah-wilayah endemis tinggi. Setidaknya dalam 20 tahun terakhir sudah ada sekitar 29 juta kelambu, ditambah dengan penyemprotan rumah, sampai kepada masyarakat di wilayah yang terjangkit malaria.
Tidak layak
Namun, secara umum prevalensi malaria di Indonesia masih tetap memprihatinkan, terutama di wilayah endemis di timur Indonesia. Dari hasil penelitian diketahui, ternyata penggunaan kelambu berinsektisida tidak digunakan secara layak. Misalnya, kelambu berinsektisida hanya dipakai jika ada tamu menginap.
Kelambu yang seharusnya sudah kedaluwarsa juga masih kerap dipakai. Sosialisasi penggunaan kelambu berinsektisida juga kurang utuh diterima masyarakat, menunjukkan peran pemerintah yang belum sepenuhnya efektif dalam pemberantasan malaria.
Kini di tengah ancaman wabah Covid-19, pemerintah perlu mengingatkan lagi untuk mencegah ancaman kesehatan dobel dan serius, yakni Covid-19 dan juga malaria. Jika kurang waspada, keduanya bisa mengancam kehidupan saudara-saudara kita, khususnya di wilayah endemis di Indonesia timur. (LITBANG KOMPAS)