Tren Hidup Sehat Pascapandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 menunjukkan betapa penting menerapkan pola hidup sehat di tengah masyarakat. Melihat manfaatnya dalam menurunkan risiko penyakit parah, tren hidup sehat akan terus menguat bahkan hingga setelah pandemi.
Pandemi Covid-19 menunjukkan betapa penting menerapkan pola hidup sehat di tengah masyarakat. Melihat manfaatnya dalam menurunkan risiko penyakit parah, tren hidup sehat akan terus menguat bahkan hingga setelah pandemi.
Risiko terkena penyakit ditentukan oleh kualitas kesehatan seseorang. Menghadapi pandemi Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan perilaku hidup sehat, antara lain mencuci tangan sesering mungkin dan tidak mengusap area wajah. Perilaku sehat ini diperlukan untuk menghindari terjangkit penyakit.
Setidaknya ada empat parameter yang sering digunakan untuk menunjukkan kualitas hidup sehat, yaitu aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur, kebiasaan mencuci tangan, serta tidak merokok. Semua parameter bersifat saling melengkapi yang harus berjalan dengan imbang.
Risiko terkena penyakit ditentukan oleh kualitas kesehatan seseorang.
Di Indonesia, menekan risiko penyakit masih dihadapkan dengan tantangan minimnya pola hidup sehat warganya. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, 2013, dan 2018, belum semua warga Indonesia menjalankan pola hidup sehat.
Riskesdas 2018 menunjukkan, sedikitnya 3 dari 10 orang Indonesia kurang aktivitas fisik, sementara 5 dari 10 orang belum memiliki kebiasaan mencuci tangan. Bahkan, Kementerian Kesehatan mencatat 95,4 persen orang Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur.
Kebiasaan merokok juga cukup tinggi, yakni 24,3 persen warga mengonsumsi rokok setiap hari. Jumlah rokok yang dikonsumsi bahkan mencapai sedikitnya 12 batang per hari. Dalam kasus infeksi, perokok lebih rentan terinfeksi virus korona baru penyebab Covid-19.
Tetap bugar
WHO meliris beberapa cara sederhana agar tetap sehat, meliputi kegiatan fisik minimum 150 menit dalam seminggu atau 21 menit tiap hari, memilih makanan yang sehat dan bergizi, melakukan pengawasan terhadap pola hidup melalui teknologi digital, serta tidak merokok.
Poin pertama adalah kesadaran untuk mengonsumsi buah dan sayur serta olahraga rutin. Kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Padahal, kandungan vitamin dan mineral di dalam buah dan sayur sangat dibutuhkan tubuh agar tetap sehat. Kecukupan gizi, terutama vitamin dan mineral, sangat dibutuhkan dalam mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Buah dan sayur merupakan sumber terbaik berbagai vitamin, mineral, dan serat.
Keseimbangan fungsi tubuh manusia tak hanya ditopang dari konsumsi buah dan sayur, tetapi juga dengan kegiatan fisik. Total sedikitnya 6 dari 10 orang Indonesia rutin melakukan aktivitas fisik.
Rutin beraktivitas fisik dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan sistem metabolisme, termasuk produksi antibodi. Namun, aktivitas fisik belum cukup karena hanya meliputi kegiatan rutin harian, seperti bekerja. Dibutuhkan latihan fisik agar stamina dan ketahanan tubuh tetap terjaga maksimal.
Dibutuhkan latihan fisik agar stamina dan ketahanan tubuh tetap terjaga maksimal.
Latihan fisik berbeda dengan aktivitas fisik. Latihan fisik merupakan bentuk aktivitas yang terencana, terstruktur, dan berkesinambungan dengan melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Oleh sebab itu, dengan adanya pandemi, masyarakat disadarkan untuk mulai berolahraga rutin.
Penyakit bawaan
Pola hidup sehat berhubungan erat dengan penurunan risiko penyakit lain, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, gangguan ginjal, dan organ tubuh lainnya. Orang dengan penyakit bawaan lebih rentan terinfeksi dan sakit parah akibat Covid-19.
Berdasarkan data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, penyakit bawaan paling dominan yang diderita pasien positif adalah hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Tiga penyakit tersebut termasuk kategori penyakit tidak menular dan sangat dipengaruhi oleh pola hidup seseorang.
Definisi hipertensi menurut WHO menunjukkan kondisi seseorang dengan tekanan sistolik darah lebih dari 140 mmhg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmhg. Gejala paling umum meliputi sakit kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit di dada, dan mudah lelah.
Secara nasional, hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi penduduk Indonesia berusia lebih dari 18 tahun mencapai 34,11 persen. Prevalensi secara nasional naik dibanding pengukuran tahun 2013 yang sebesar 25,8 persen.
Munculnya hipertensi memiliki hubungan dengan beberapa faktor risiko, seperti usia, perilaku merokok, konsumsi alkohol, konsumsi sayur dan buah, serta intensitas olahraga seseorang. Kelompok usia lanjut menjadi paling rentan, sementara faktor konsumsi sayur dan buah menjadi faktor risiko paling tinggi.
Prevalensi hipertensi penduduk Indonesia berusia lebih dari 18 tahun mencapai 34,11 persen.
Jenis penyakit bawaan pasien positif Covid-19 berikutnya adalah peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau disebut diabetes melitus. Prevalensi nasional sebesar 8,5 persen pada tahun 2018, naik dibandingkan tahun 2013 (6,9 persen).
Dua faktor risiko utama diabetes adalah usia dan pola hidup kurang sehat. Pola hidup tak lepas dari kondisi berat badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dan merokok. Komplikasi diabetes melitus berdampak pada pelemahan fungsi organ tubuh lain, seperti jantung, saraf, mata, dan ginjal.
Penyakit bawaan terakhir muncul karena gangguan kardiovaskular yang merujuk pada fungsi jantung dan pembuluh darah. Empat faktor risikonya adalah usia, obesitas, aktivitas fisik, dan penyakit lainnya, seperti hipertensi dan diabetes melitus.
Prevalensi penyakit jantung secara nasional mengalami peningkatan. Sedikitnya 1,5 persen penduduk Indonesia menderita penyakit jantung pada tahun 2018, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 0,5 persen saja.
Tiga penyakit bawaan yang ditemukan pada pasien positif Covid-19 memiliki dua persamaan, yaitu termasuk dalam kelompok penyakit tidak meluar (PTM) dan memiliki faktor risiko berupa usia dan pola hidup. Artinya, setiap orang dapat menekan angka prevalensi dengan perbaikan pola hidup sehingga potensi terinfeksi virus berkurang.
Tren hidup sehat
Kehidupan masyarakat di dunia mengalami banyak perubahan selama wabah Covid-19. Salah satu perubahannya adalah makin banyak orang yang sadar harus mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dengan melakukan aktivitas yang mendukung.
Sebuah laporan dari Global Web Index menunjukkan bahwa 43 persen masyarakat Amerika Serikat dan Inggris lebih memilih berjalan kaki, dan 30 persen untuk bersepeda saat akan bepergian.
Adapun Statista menunjukkan kenyataan bahwa kebiasaan mencuci tangan di beberapa negara makin rutin. Setidaknya 7 dari 10 orang makin sering mencuci tangan sehari-hari di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Denmark.
Di sisi lain, hanya sekitar 2 persen masyarakat yang menyatakan tidak mengubah pola hidup mereka sama sekali. Kondisi ini menunjukkan makin tingginya kesadaran masyarakat untuk mulai hidup sehat.
Wabah Covid-19 mengingatkan bahwa kualitas kesehatan individu berpengaruh sangat besar terhadap risiko terinfeksi virus. Kondisi sehat tak diperoleh secara singkat, tetapi melalui perbaikan gaya hidup yang lebih sehat. Dengan demikian, pola hidup sehat akan menjadi tren yang makin meluas pascapandemi. (LITBANG KOMPAS)