Momentum Pemulihan Ekonomi Pascapandemi
Fokus pada penanganan Covid-19 akan membuat penularannya mereda lebih cepat, sekaligus mencegah kondisi ekonomi memburuk.
Pemulihan ekonomi pascapandemi membutuhkan dukungan ketegasan kebijakan darurat kesehatan. Fokus pada penanganan pandemi akan membuat harapan meredanya penularan Covid-19 pada paruh kedua tahun ini semakin besar. Jika sesuai prediksi, masa transisi dan pemulihan dapat disemai pada 2021.
Pandemi Covid-19 memberi tekanan pada kinerja ekonomi dan keuangan dunia. Aktivitas ekonomi di sektor riil mengalami penurunan tajam. Turunnya investasi dan gangguan rantai pasokan serta distribusi membuat aktivitas produksi terhambat.
Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) memperkirakan, penanaman modal asing dunia tahun ini turun hingga 40 persen dibandingkan 2019. Dana Moneter Internasional (IMF) pada April memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 minus 3 persen.
Gangguan tersebut mempengaruhi tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, memenuhi kewajiban, dan mempertahankan keberlangsungan usaha. Kondisi ini memicu pemutusan hubungan kerja (PHK).
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan 1,6 miliar pekerja informal terdampak langsung Covid-19. Kebijakan PHK diprediksi menimpa 305 juta pekerja formal hingga triwulan II-2020.
Proyeksi perekonomian menjadi semakin sulit dilakukan akibat ketidakpastian waktu berakhirnya pandemi. Dalam waktu yang singkat, arah perekonomian berubah drastis. Proyeksi ekonomi mengarah pada bayangan resesi.
Karena itu, berbagai langkah kebijakan ditempuh untuk mengatasi efek berganda dari pandemi Covid-19. Stimulus melalui instrumen fiskal maupun moneter dikeluarkan dengan tujuan utama mengakselerasi penanganan pandemi hingga upaya mitigasi dampaknya.
Organisasi Buruh Internasional memperkirakan 1,6 miliar pekerja informal terdampak langsung Covid-19.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan negara-negara di dunia telah mengeluarkan stimulus ekonomi dengan total mencapai 8 triliun dollar AS, atau hampir setara 9,5 persen PDB di dunia. Peningkatan anggaran kesehatan, bantuan sosial, dan bantuan sektor usaha menjadi fokus dalam pengalokasian stimulus itu.
Di Indonesia, postur APBN 2020 mengalami penyesuaian dengan adanya stimulus. Penyesuaian postur APBN tercantum pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020. Pada postur baru ini, defisit diperkirakan mengalami relaksasi hingga 5,07 persen terhadap PDB. Penyebabnya, peningkatan belanja negara disamping perkiraan penurunan penerimaan negara.
Publik tengah menanti momentum pemulihan atau transisi ekonomi lewat berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah. Namun, sejumlah tantangan besar harus diatasi. Tantangan tersebut antara lain menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, menjaga optimisme konsumsi, mengakselerasi investasi, mengurangi angka kemiskinan, serta menciptakan lapangan pekerjaan.
Prediksi pemulihan
IMF dalam World Economic Outlook April 2020 memprediksikan, perekonomian global akan pulih pada 2021 dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,8 persen. Laju pertumbuhan volume perdagangan global juga diperkirakan terus meningkat.
Demikian halnya dengan ekonomi Indonesia. Menurut Kementerian Keuangan, ekonomi Indonesia pada 2021 diproyeksikan menuju kondisi normal baru, yakni akan mampu tumbuh pada kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen. Kurva pola pemulihannya berbentuk V (V-shaped recovery) dengan asumsi motor penggerak pertumbuhan kembali bekerja.
Jenis kurva ini dapat diartikan terjadi resesi yang sangat dalam, tetapi dapat kembali menguat cepat seperti semula. Hal tersebut dipengaruhi oleh perubahan aktivitas ekonomi yang signifikan seperti peningkatan konsumsi. Harapan pemulihan ekonomi pasca pandemi berbentuk kurva V ini sejalan dengan harapan para pemimpin negara G-20.
Namun, prediksi pemulihan ekonomi tersebut disertai catatan khusus, yakni pandemi mereda pada paruh kedua tahun ini. Selanjutnya, terjadi masa transisi penanganan Covid-19 pada 2020 menuju periode normal, dan pemulihan pada tahun 2021.
Jika proyeksi pemulihan itu terwujud, maka tahun 2021 akan menjadi momentum proses pemulihan ekonomi (recovery) sekaligus menjadi momentum melakukan reformasi sektoral maupun fiskal. Reformasi kebijakan ini merupakan langkah yang perlu disiapkan untuk mewujudkan transformasi ekonomi menuju Visi Indonesia Maju 2045.
Menurut Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2020, fokus reformasi diarahkan pada bidang kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), serta belanja negara. Pandemi memberikan pelajaran bahwa APBN dan APBD bisa dikelola dengan lebih baik lagi lewat realokasi dan refocusing anggaran.
Program pemulihan
Bagi masyarakat, momentum pemulihan agar ekonomi kembali pada tren pertumbuhan sangat dinantikan. Penyebabnya, dampak pandemi tak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga mengganggu aktivitas sosial, ekonomi, dan stabilitas sistem keuangan. Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 hanya sebesar 2,97 persen (year on year).
Rendahnya pertumbuhan disebabkan oleh pelemahan aktivitas konsumsi. Padahal, konsumsi merupakan sumber utama dalam pertumbuhan domestik. Pertumbuhan konsumsi kuartal I 2020 hanya 2,84 persen. Adapun pertumbuhan konsumsi kuartal IV 2019 mencapai 4,97 persen.
Rendahnya pertumbuhan disebabkan oleh pelemahan aktivitas konsumsi.
Demikian juga dengan pertumbuhan sektoral yang terkoreksi sangat dalam. Beberapa sektor ini antara lain pariwisata, perdagangan, dan pengolahan. Akibatnya, sebagian masyarakat terpaksa kehilangan pendapatan yang berdampak pada penurunan tingkat konsumsi rumah tangga.
Penurunan tingkat konsumsi menciptakan efek berganda penurunan aktivitas pada sektor lain. Dampaknya dapat terjadi deindustrialisasi pada industri.
Upaya penanganan dan penyelamatan sektor strategis pun diperlukan dalam mencegah kebangkrutan massal serta peningkatan pengangguran. Jika tak ditangani dengan optimal, proses pemulihannya akan sulit dan berlangsung lama.
Mengingat kegentingan kondisi ekonomi pada kuartal I 2020, maka sejumlah upaya dilakukan dalam rangka mengatasi dampak Covid-19. Salah satunya, menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 untuk mengalokasikan tambahan belanja dan pembiayaan di bidang kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan terhadap dunia usaha. Upaya ini ditempuh sebagai pelengkap stimulus pertama dan kedua.
Kemudian, dalam mempersiapkan masa transisi, dibutuhkan kebijakan pemulihan ekonomi. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 diterbitkan sebagai langkah awal pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Peraturan itu secara umum mengatur mengenai intervensi pemerintah dalam program PEN. Intervensi dilakukan melalui penyertaan modal negara, penempatan dana, investasi pemerintah, dan penjaminan. Selain itu, intervensi dijalankan lewat pengalokasian belanja negara.
Pada PP Nomor 23/2020, Menteri Keuangan akan melaporkan pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional kepada Presiden. Adapun Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan akan melakukan pengawasan serta evaluasi program. PP Nomor 23/2020 juga mengatur prinsip pelaksanaan program PEN untuk memastikannya berjalan sesuai tujuannya.
Tujuan program ini yakni melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi pelaku usaha di sektor riil maupun keuangan. Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional, diharapkan muncul basis yang kuat dalam melaksanakan program yang efektif dan tepat sasaran sehingga mengakselerasi pemulihan ekonomi.
Tantangan
Penanganan pandemi masih menghadapi tantangan berupa peningkatan kasus global dan belum ditemukannya vaksin. Beberapa negara sudah melonggarkan karantina, tetapi bahaya pandemi masih mengancam, yang ditandai dengan kemunculan kluster baru dan kasus impor akibat pelonggaran itu.
Dengan demikian, desain pemulihan sosial dan ekonomi yang diupayakan pemerintah harus dibuat terarah dan cukup fleksibel dalam mengantisipasi ketidakpastian. Dampak pandemi ke sektor riil dan keuangan telah merubah kondisi fundamental ekonomi Indonesia.
Outlook perekonomian Indonesia 2020 menurun, sementara angka pengangguran dan kemiskinan meningkat. Keadaan ini mengancam upaya ekonomi untuk dapat tumbuh lebih tinggi dan keluar dari perangkap pendapatan menengah atau middle income trap.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan cadangan devisa pada April 2020 turun dibandingkan Februari 2020 menjadi 127,9 miliar dollar AS. Penurunan cadangan devisa terjadi terutama karena kebutuhan stabilisasi nilai tukar rupiah dan pembayaran utang luar negeri. Sementara itu, sepanjang kuartal I 2020, penerimaan pajak tumbuh negatif 2,5 persen dan defisit APBN sebesar 0,45 persen terhadap PDB.
Data tersebut menggambarkan bahwa pada saat proses pemulihan ekonomi, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas dan daya saing untuk meningkatkan cadangan devisa, penerimaan pajak negara, serta mempersempit defisit APBN.
Namun, proses pemulihan ekonomi tak mudah dilakukan karena Indonesia dan dunia sedang berada dalam dilema antara penyelamatan kesehatan atau ekonomi. Stabilitas ekonomi memerlukan dukungan stabilitas sosial. Keberhasilan penanganan Covid-19 menjadi penentu yang memengaruhi berbagai risiko berganda pada ekonomi dan keuangan.
Karena itu, pemerintah harus terus memantau perkembangan berbagai indikator sebelum mengambil langkah kebijakan. Fokus pada penanganan wabah Covid-19 akan membuat penularannya mereda lebih cepat, sekaligus mencegah kondisi ekonomi memburuk.
(LITBANG KOMPAS)