Berbagai surat kabar menempatkan berita Covid-19 sebagai laporan utama di halaman 1. Sebagian besar menampilkan nada pemberitaan positif guna mendukung pemerintah mengatasi pandemi, tetapi tak sedikit yang mengkritik.
Oleh
Topan Yuniarto
·5 menit baca
Halaman satu surat kabar hampir setiap hari mengulas perkembangan, kebijakan, dan solusi terkait pandemi Covid-19. Secara umum, “tone” berita atau nada pemberitaan Covid-19 di surat kabar relatif positif, tetapi tak sedikit pula negatif.
Hasil analisis isi oleh Litbang Kompas terhadap 647 berita tentang Covid-19 yang dimuat di halaman satu enam surat kabar (Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Republika, Koran Sindo, dan Indopos), 2 Januari–31 Mei, menunjukkan pola agenda setting yang hampir sama pada setiap surat kabar dalam mengangkat isu persoalan. Artinya, penempatan persoalan pandemi Covid-19 sebagai tema utama pemberitaan menunjukkan sikap surat kabar yang sangat serius terhadap perkembangan dan upaya penanganan bencana kesehatan ini.
Dari 647 berita tentang Covid-19 di halaman satu pada enam surat kabar yang dianalisis, 261 di antaranya ditempatkan sebagai berita utama (headline) dan 386 tidak sebagai berita utama. Fakta ini semakin menguatkan bahwa agenda setting surat kabar memiliki relasi atau hubungan yang kuat dengan persoalan yang sedang dihadapi pemerintah dan masyarakat. Sekarang isu Covid-19 menggeser persolan politik, pilkada, dan korupsi yang sebelumnya dijadikan tema utama surat kabar.
Dalam buku “A First Look at Communication Theory” (Em Griffin, 2011), Maxwell McCombs dan Donald Shaw menjelaskan, media massa mempunyai kemampuan untuk memengaruhi masyarakat dalam menilai suatu keadaan yang penting berdasarkan apa yang disampaikan media. Lebih lanjut dikatakan dalam teori tersebut, media sangat berpengaruh dalam menarasikan persoalan yang dipikirkan dan dipersepsikan oleh pembaca.
Studi pendahuluan tentang agenda setting oleh McCombs dan Shaw (1972) menunjukkan, hubungan kuat antara beberapa surat kabar dan pembaca mereka dalam isu-isu yang dianggap penting oleh media serta publik. Isu Covid-19 merupakan persoalan penting bagi pemerintah, masyarakat, dan media massa. Dalam hal ini, posisi surat kabar menjadi krusial sebagai saluran atau jembatan pemerintah dan masyarakat.
”Tone” berita
Sesuai dengan hasil analisis isi yang dilakukan Litbang Kompas, persoalan Covid-19 dapat dibagi menjadi delapan tema persoalan, yakni penanganan kasus, langkah antisipasi, kebijakan pemerintah (PSBB, larangan mudik, dan jaga jarak secara fisik), penyebaran virus korona, dampak pandemi, bantuan logistik, jumlah kasus, dan pelaksanaan new normal (normal baru).
Pada tema penanganan kasus, terdapat 208 berita yang mengupas beragam upaya penanganan yang dilakukan pemerintah. Dari jumlah ini, tone atau nada pemberitaan positif 72,6 persen, sementara tone negatif 27,4 persen. Artinya, pemberitaan yang disajikan surat kabar cukup memberi dukungan kepada pemerintah untuk bersama-sama masyarakat melakukan penanganan pandemi, meski muncul pula tone berita negatif (27,4 persen) berupa hal-hal yang dikritisi oleh surat kabar.
Dari jumlah ini, tone atau nada pemberitaan positif 72,6 persen, sementara tone negatif 27,4 persen.
Sebagai contoh, pada awal pandemi di negeri ini, Kompas pada edisi 10 Maret 2020 memuat headline berjudul “Keterbukaan Pemerintah Akan Redakan Kepanikan”. Pada berita ini, Kompas sudah mengingatkan kepada pemerintah bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia akan terus meluas menyusul bertambahnya jumlah kasus positif. Berita ini mengkritik pemerintah karena dinilai kurang terbuka di masa awal pandemi.
Pada masa awal pandemi itu pula, Indonesia mengalami ketergagapan komunikasi publik. Padahal, narasi dalam komunikasi publik sangat penting. Walter Fisher dalam bukunya, Human Communication as Narration: Toward a Philosophy of Reason, Value, and Action (1987), mendefinisikan narasi sebagai tindakan simbolik kata-kata dan atau tindakan yang memiliki rangkaian serta makna bagi siapa pun yang menafsirinya. (Gun Gun Heryanto, Kompas, 30 Mei 2020).
Kurang serius
Pada fase prakrisis yang dimulai dari akhir Januari hingga awal Maret, narasi komunikasi publik pemerintah bahkan dianggap kurang serius, terkesan menyepelekan. Narasi itu juga terkesan menolak kemungkinan adanya kasus korona di Indonesia.
Hal ini nyata dalam judul berita utama dan konten berita surat kabar yang mengutip pernyataan pejabat pemerintah. Pemerintah terkesan tenang-tenang saja menghadapi wabah yang tak lama kemudian sangat cepat meluas.
Karena itu, tak mengherankan, surat kabar mengritik kebijakan pemerintah yang dinilai kurang cepat dan sigap menangani pandemi. Tone negatif juga muncul misalnya pada tema meningkatnya jumlah kasus Covid-19, penyebaran virus korona di berbagai daerah, dan dampak pandemi pada aktivitas ekonomi, akses transportasi, penyelenggaraan pendidikan, dan industri pariwisata.
Kompas tanggal 23 April 2020 menuliskan berita utama “Transparansi Data Covid-19 Semakin Mendesak”. Angka kematian terkait dengan Covid-19 di Tanah Air diduga jauh lebih besar daripada laporan resmi pemerintah. Transparansi data yang kurang membuat dampak sesungguhnya dari Covid-19 sulit diketahui.
Koran Tempo, 9 Maret 2020, misalnya, menulis berita berjudul “Terawan Ditenggarai Tutupi Informasi Soal Corona.” Muncul kesan, pada saat itu pemerintah tidak transparan, yang barangkali bertujuan tak membuat masyarakat panik. Namun, banyak pihak menuding langkah tersebut tidak tepat.
Berita yang dimuat Kompas dan Koran Tempo hanya sebagian dari beberapa berita yang menyuarakan secara tegas agar di tengah kerja keras yang dilakukan, pemerintah bersikap transparan kepada masyarakat. Karena dengan transparan, masyarakat semakin percaya kepada pemerintah dan bisa lebih tenang menghadapi situasi yang tak menentu.
Dalam kondisi seperti ini, surat kabar mau tidak mau harus mengambil peran, yakni mendorong masyarakat untuk mengikuti anjuran dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Kebiasaan baru rajin mencuci tangan secara berkala, menggunakan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan adalah upaya antisipasi menghindari penularan virus korona.
Ekonomi diperhatikan
Kompas, 31 Mei 2020, menulis pemerintah akan menguji coba penerapan “new normal” atau normal baru di beberapa kota dan kabupaten yang dianggap siap per Juni. Sedikitnya 18 protokol sektor sebagai acuan penerapan normal baru itu sedang disusun.
Normal baru dipahami sebagai berjalannya kegiatan masyarakat di semua bidang dengan kesadaran dan perilaku kolektif menempatkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 sebagai perhatian. Pemerintah hendak menerapkannya bertahap sesuai kesiapan daerah. Targetnya, semua daerah pada saatnya nanti menerapkan normal baru.
Terhadap rencana “new normal” ini, surat kabar umumnya menyambut dengan tone berita positif (75 persen). Adapun tone negatif (25 persen) merupakan upaya surat kabar mengritisi kebijakan itu di tengah masih tingginya kasus positif baru.
Belum bisa dipastikan kapan pandemi covid-19 akan berakhir, tetapi geliat ekonomi harus kembali berputar. Semua berharap pemerintah dan masyarakat bersinergi agar kurva Covid-19 tak lagi menanjak, tetapi menurun dan landai hingga pada saatnya nanti, situasi yang berangsur pulih akan segera diraih.