Hasrat Wisata Setelah Pandemi
Berwisata sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Tidak mengherankan, setelah pembatasan sosial berakhir, berwisata menjadi salah satu aktivitas yang akan dilakukan publik.
Berwisata sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Tidak mengherankan, setelah pembatasan sosial berakhir, berwisata menjadi salah satu aktivitas yang akan dilakukan publik. Destinasi wisata unggulan masih menjadi tujuan favorit publik.
Pembatasan sosial membuat aktivitas masyarakat berkurang. Sejak 15 Maret 2020, pemerintah meminta masyarakat untuk mengurangi aktivitas di ruang publik dan menggantinya dengan bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah.
Untuk mencegah meluasnya penularan korona, sejumlah tempat wisata kemudian juga ditutup. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai 14 Maret 2020 menutup 26 tujuan wisata, termasuk Ancol dan Dufan.
Di Bali, Pemerintah Kabupaten Badung menutup seluruh obyek wisata, termasuk Pantai Kuta, mulai 21 Maret. Demikian pula dengan Candi Borobudur di Jawa Tengah, yang ditutup mulai 20 Maret.
Dua kebijakan tersebut membuat rencana masyarakat untuk berwisata tertunda. Namun, pembatasan tak memadamkan keinginan warga untuk melakukan perjalanan wisata ketika pembatasan sosial telah berakhir. Hal ini terjadi karena berwisata sudah menjadi bagian erat dari kehidupan masyarakat.
Kegiatan wisata merupakan salah satu pilihan masyarakat untuk melepas penat dari aktivitas rutin. Survei nasional yang dilakukan Kompas pada Oktober 2015 memperlihatkan, satu dari lima responden menyatakan rutin berwisata dua hingga tiga kali dalam setahun.
Kecenderungan meningkatnya kebutuhan berwisata masyarakat tergambar dari peningkatan perjalanan wisatawan Nusantara 2015-2018. Pada 2018, terdapat 303.403.888 perjalanan wisatawan Nusantara. Jumlah tersebut naik 18 persen dibandingkan dengan 2015.
Tidak mengherankan publik menginginkan berwisata sebagai salah satu kegiatan utama yang dipilih setelah pembatasan sosial berakhir. Fenomena tersebut terekam dari jajak pendapat Kompas pada 16-23 Mei 2020.
Satu dari tiga responden mengungkapkan keinginan untuk mengunjungi destinasi wisata setelah pembatasan sosial berakhir. Keinginan ini cukup beralasan karena lebih dari dua bulan pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penularan Covid-19.
Tempat-tempat wisata yang sudah dikenal luas, termasuk destinasi unggulan, menjadi pilihan masyarakat untuk liburan setelah masa pembatasan sosial berlalu. Obyek wisata yang dipilih adalah Pantai Kuta, Puncak Bogor, Taman Impian Jaya Ancol, dan Candi Borobudur.
Destinasi lainnya ialah Danau Toba (Sumatera Utara), Bromo (Jawa Timur), serta Raja Ampat (Papua Barat). Dari beberapa obyek wisata, Pulau Bali masih menjadi tujuan utama destinasi wisata pilihan publik setelah pembatasan sosial.
Pulau Bali
Bagian terbesar responden menyatakan ingin pergi ke Pantai Kuta untuk berekreasi melepas suntuk setelah lebih dari dua bulan tak bebas beraktivitas. Daya tarik utama tempat wisata tersebut terletak pada Pantai Kuta yang memiliki bentangan pantai pasir putih bersih dengan ombak yang sangat cocok untuk berselancar (surfing).
Keindahan bentangan alam membuat Bali masih menjadi destinasi favorit wisatawan mancanegara. Jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Bali pada 2019 mencapai 6.275.210 orang.
Kedatangan wisman tersebut naik 577.471 orang dibandingkan dengan 2017. Kedatangan wisatawan mancanegara yang masuk melalui Bandara Ngurah Rai, Bali, pada 2019, merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan bandara internasional Indonesia lainnya.
Setelah Pantai Kuta, obyek wisata yang menjadi idaman adalah Puncak di Kabupaten Bogor dan Taman Impian Jaya Ancol di DKI Jakarta. Obyek wisata tersebut menjadi favorit warga Jabodetabek.
Statistik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan, hingga Juni 2019, jumlah pengunjung di Taman Impian Jaya Ancol mencapai 6.807.255 orang. Rata-rata kunjungan setiap bulannya sebanyak 1,13 juta orang. Jumlah kunjungan tersebut merupakan yang paling banyak dibandingkan obyek wisata lainnya di Ibu Kota, seperti Taman Margasatwa Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah, dan Monumen Nasional.
Tempat wisata lain yang juga menjadi tujuan publik adalah Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Situs warisan dunia ini tahun lalu dikunjungi 3.747.757 wisatawan Nusantara dan 242.082 wisatawan mancanegara.
Sebagaimana destinasi wisata yang sudah banyak dikenal masyarakat, hasil jajak pendapat menemukan pula kota-kota yang hendak didatangi publik setelah pembatasan sosial. Lima kota yang menjadi tujuan bepergian setelah pembatasan sosial adalah Denpasar, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Malang. Sebagai destinasi wisata, kelimanya sudah menjadi ikon pariwisata bagi para turis.
Kota budaya Yogyakarta masih memesona. Pada 2019, ada wisatawan mancanegara sebanyak 1.008.599 orang di wilayah itu. Demikian pula Bandung yang memiliki daya tarik mode, seni, dan kuliner. Pesona kota-kota tersebut menarik bagi kaum urban, muda atau milenial.
Milenial
Kota Yogyakarta, Denpasar, Malang, dan Bandung menjadi pilihan responden yang berusia kurang dari 30 tahun atau kelompok milenial muda. Yogyakarta pun dipilih responden yang berusia 41-52 tahun.
Adapun Denpasar memikat responden generasi milenial, baik yang berusia kurang dari 30 tahun maupun berusia 31-40 tahun. Kota tujuan lain, Malang, menjadi pilihan kelompok responden berusia kurang dari 30 tahun dan lebih dari 53 tahun.
Gambaran serupa muncul di obyek wisata. Destinasi terbanyak, yaitu Pantai Kuta, Puncak Bogor, dan Taman Impian Jaya Ancol, dipilih oleh responden berusia kurang dari 30 tahun. Generasi milenial ini juga tertarik pada obyek wisata petualang seperti Gunung Bromo, Raja Ampat, dan Taman Laut Bunaken.
Ketertarikan kelompok usia muda pada kegiatan wisata tecermin pula pada publikasi Statistik Wisatawan 2018. Sebagian besar wisatawan Nusantara yang berkunjung ke wilayah-wilayah di Indonesia pada 2018 berasal dari kelompok umur muda, yaitu wisatawan berusia kurang dari 24 tahun.
Wisatawan Nusantara kelompok umur muda itu memiliki porsi 39,5 persen pada tahun 2018. Adapun wisatawan pada kelompok usia 25-34 tahun mencapai 15,3 persen.
Wisatawan mancanegara berusia 25-34 tahun yang mengunjungi Indonesia memiliki persentase tertinggi, yaitu mencapai 28,16 persen. Wisatawan mancanegara yang berusia kurang dari 24 tahun menempati porsi 17,92 persen. Jika dijumlahkan, hampir separuh wisatawan mancanegara (46 persen) yang berkunjung di Indonesia berusia muda.
Data tersebut menggambarkan, potensi pasar pariwisata dari pelancong berusia muda, baik wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Mencermati ketertarikan kelompok pelancong milenial ini, destinasi-destinasi lain di Indonesia dapat dikembangkan agar makin menarik minat wisatawan muda.
Mencari peluang
Di Indonesia, dampak wabah korona pada sektor pariwisata tergambar dari penurunan kunjungan wisatawan asing. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada Maret 2020 mencapai 470,90 ribu kunjungan.
Jumlah tersebut turun 64,11 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman pada Maret 2019 yang mencapai 1,31 juta kunjungan.
Lembaga pariwisata PBB, UNWTO, membuat tiga skenario pemulihan bisnis pariwisata dunia. Skenario tersebut bergantung pada kebijakan berbagai negara di dunia membuka karantina wilayah.
Skenario pertama, pembatasan sosial dibuka pada awal Juli 2020. Dengan skenario ini, diperkirakan penurunan jumlah perjalanan wisatawan internasional minus 58 persen. Namun, jika karantina dibuka pada awal September 2020, penurunan perjalanan turis dunia lebih buruk, minus 70 persen.
Skenario terakhir yang memiliki dampak paling parah ialah jika karantina dibuka awal Desember 2020. Penurunan perjalanan wisatawan mencapai minus 78 persen. (LITBANG KOMPAS)