Bahu-membahu Mendukung Pembelajaran Jarak Jauh
Proses pembelajaran pada masa pandemi seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Semua pihak idealnya terlibat optimal dalam proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) sesuai peran masing-masing. Kerja sama berbagai pihak menjadi faktor penentu dalam mendukung adaptasi siswa yang akan berujung pada keberhasilan pendidikan mereka.
Pandemi korona yang belum usai memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan pendidikan sekolah dengan sistem PJJ. Sistem ini mengedepankan interaksi pengajaran antara guru dan murid melalui perangkat elektronik berbasis internet.
Hanya saja, teknis pengajaran melalui dunia maya ini sangat rentan dengan berbagai hambatan. Tidak sedikit siswa yang berhadapan dengan jaringan internet yang lemah. Bahkan, ada juga siswa yang tidak mungkin melakukan PJJ secara daring karena tempat tinggal mereka sama sekali belum tersentuh jaringan internet.
Tak mengherankan, masyarakat menyangsikan bahwa metode PJJ akan mampu menggantikan peran pembelajaran tatap muka. Hasil jajak pendapat Kompas yang diselenggarakan awal Juli ini memotret keraguan masyarakat tersebut. Sebanyak tiga perempat responden meyakini proses pembelajaran secara daring lebih buruk kualitasnya ketimbang pembelajaran dengan cara tatap muka.
Lebih luas lagi, masyarakat meyakini metode PJJ yang diterapkan pada tahun ajaran baru menjadi pertaruhan keberhasilan proses belajar-mengajar. Pesimisme tersirat dari keyakinan hampir tiga perempat responden yang berpendapat bahwa metode PJJ justru mengurangi mutu pendidikan.
Sejalan dengan keraguan terhadap mutu PJJ, sekitar 75 persen responden menyatakan khawatir apabila PJJ tetap akan dilaksanakan pemerintah hingga tahun 2021. Setidaknya ada tiga alasan utama yang menjadi fokus kekhawatiran 50 persen responden terkait hal tersebut. Alasan tersebut adalah kualitas lulusan yang semakin menurun, anak tidak terlalu semangat lagi bersekolah, dan orang tua sulit mengontrol anak karena harus bekerja.
Baca juga: Menanti Penyederhanaan Kurikulum di Masa Pandemi
Kelemahan PJJ
Metode belajar-mengajar jarak jauh memiliki sejumlah kelemahan mendasar. Dalam sistem PJJ, peranan orangtua sangat besar. Bahkan, sangat dominan dalam menentukan kualitas pengajaran yang diterima para siswa didik, terutama untuk anak-anak sekolah tingkatan dasar yang masih banyak memerlukan bimbingan orangtua dan guru.
Para siswa dan guru tak dapat melakukan interaksi belajar-mengajar secara langsung. Proses interaksi terpaksa dilakukan lewat perantaraan teknologi. Artinya, para siswa tetap berada di rumah ketika mendapatkan materi pelajaran dari para guru.
Siswa yang setiap hari belajar di rumah menuntut pendampingan orangtua dalam proses belajar. Sementara, aturan pembatasan sosial berskala besar yang mulai dilonggarkan di sejumlah daerah membuat sebagian orangtua harus kembali bekerja meninggalkan rumah. Kalaupun tidak bekerja di luar rumah, belum tentu juga orangtua mampu menggantikan peran guru lantaran keterbatasan pengetahuan.
Tak hanya pengetahuan, kesiapan sarana teknologi juga menjadi persoalan lain yang menuntut perhatian khusus. Kondisi tersebut tentu saja relatif akan merepotkan di sejumlah keluarga.
Setidaknya harus tersedia perangkat elektronik yang terhubung internet. Padahal, tidak semua keluarga memiliki perangkat elektronik secara lengkap. Telepon pintar, laptop, atau komputer masih digunakan oleh para orangtua untuk bekerja.
Anak-anak yang masih sekolah pun belum semuanya memiliki perangkat elektronik tersebut secara pribadi. Akibatnya, sebagian orangtua harus berbagi perangklat elektronik demi kelancaran proses belajar. Sandaran utama pada teknologi juga menuntut peran serta orangtua dalam porsi yang relatif besar.
Peran itu dimulai dari rutinitas mengingatkan dan mengajak anak dalam setiap pelajaran daring sekolah. Orangtua juga harus memastikan aplikasi pendukung dan materi ajar sekolah sudah terunduh dan dapat dioperasikan.
Dalam sistem PJJ, peranan orangtua sangat besar. Bahkan, sangat dominan dalam menentukan kualitas pengajaran yang diterima para siswa didik, terutama untuk anak-anak sekolah tingkatan dasar yang masih banyak memerlukan bimbingan orang tua dan guru.
Baca juga: Persoalan Pendidikan dari Masa ke Masa
Berikutnya, orangtua juga harus membantu anak untuk memahami materi dan tugas yang disampaikan guru. Dokumentasi pelaporan hasil belajar sehari-hari kepada guru juga memerlukan pendampingan orangtua.
Sejumlah kewajiban ini tersebut tentu saja tidak mudah dilakukan oleh para orangtua. Pendampingan belajar semakin menjadi hal berat manakala orangtua justru harus bekerja di luar rumah. Bukan tidak mungkin, benturan antara tuntutan orang tua mencari nafkah dan kebutuhan belajar anak akan berujung pada permasalahan baru di rumah.
Persoalan lain di rumah juga bisa muncul karena masih banyak orangtua yang memiliki keterbatasan ekonomi. Tidak sedikit rumah tangga yang tergolong kurang mampu secara ekonomi dan tidak memiliki akses perangkat teknologi yang dipersyaratkan. Tentu saja akan menimbulkan kerumitan tersendiri bagi para guru untuk menyampaikan materi pengajaran bagi siswa yang orang tuanya tidak mampu tersebut.
Kontrol sekolah dalam sistem PJJ yang ”hanya” lewat media daring itu juga rentan mengurangi mutu pendidikan. Guru tidak akan mampu memantau penuh perkembangan belajar para siswa. Kepatuhan, kedisiplinan, serta pemahaman materi relatif sulit diamati para guru secara langsung.
Apalagi, sebagian siswa nyatanya juga kurang antusias untuk mengikuti pembelajaran daring. Tidak sedikit dari siswa yang mengikuti pelajaran daring hanya sebatas menggugurkan kewajiban jam belajar.
Selebihnya, masa belajar di rumah akibat pandemi ini disikapi sebagai bentuk masa liburan yang panjang. Bila semua persoalan belajar di rumah tak terselsaikan dan berlangsung dalam waktu lama, bukan tidak mungkin jika anak justru mengalami kemunduran semangat belajar dan bersekolah.
Baca juga: Beban Ganda Guru di Tahun Ajaran Baru
Kesadaran Bersama
Para orangtua sebenarnya juga memiliki kesadaran untuk mendukung proses yang diharapkan dalam pembelajaran jarak jauh itu. Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan sekitar 94 persen responden mengakui setidaknya ada sejumlah hal penting yang idealnya dapat dilakukan orangtua saat PJJ.
Mendampingi anak saat belajar adalah hal penting pertama yang tak terelakkan. Selain itu, orangtua juga dituntut ikut mengarahkan siswa untuk mengikuti pelajaran seperti saran guru dan sebisa mungkin memberikan ilmu tambahan yang belum tersampikan. Selain itu, para orang tua seharusnya membantu semua tugas-tugas yang diberikan serta mengarahkan para siswa didik menekuni bidang pendidikan atau keterampilan yang disukai.
Hal positif lainnya, tuntutan kolaborasi pada sistem PJJ itu disadari oleh sebagain besar masyarakat Indonesia. Sekitar 70 responden mengakui jika tanggung jawab pendidikan para siswa pada masa pandemi ini berada pada pundak pemerintah, guru, dan orangtua.
Hal ini mengindikasikan para responden yang beberapa di antaranya adalah orangtua menyadari pentingnya keterlibatannya dalam pendidikan berbasis online saat ini. Sulit mungkin untuk dijalani, tetapi tetap harus dilalui dengan berbagai cara demi masa depan anak bangsa.
Kesadaran bahu-membahu dalam proses pendidikan merupakan modal yang baik untuk melewati masa sulit ini. Apabila kesadaran ini dilanjutkan dengan langkah nyata pemerintah, guru dan orangtua sesuai peran masing-masing, sistem PJJ itu bukanlah hal mengkawatirkan. Justru sebaliknya, dapat menjadi sistem pembelajaran dinamis yang dapat mengoptimalkan kemampuan masing-masing siswa.
Banyak waktu yang dapat dimaksimalkan untuk mendalami suatu hal baik secara online ataupun offline. Apalagi, pada saat belajar di rumah ini banyak waktu fleksibel yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan positif. Salah satunya dapat meningkatkan kemampuan para siswa menggunakan teknologi, terutama menggali jutaan informasi positif yang tersedia di jagat maya. (LITBANG KOMPAS)