Pesan Kemenangan Donald Trump
Walau sempat menurun karena kasus Covid-19 yang terus merebak di AS dan kekerasan rasial, dukungan publik kepada pemerintahan Trump kembali naik dalam dua bulan terakhir.
Merebaknya wabah Covid-19 di Amerika Serikat dan berulangnya kekerasan rasial menjadi problem kepercayaan bagi pemerintahan Donald Trump. Walau sempat berimbas pada penurunan popularitas, dukungan masyarakat terhadap kepemimpinan Donald Trump perlahan-lahan menguat dalam dua bulan terakhir.
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terus disorot karena penanganan pandemi Covid-19. Sejak 26 Maret 2020, AS menjadi episentrum baru wabah korona. Hingga 15 September 2020, kasus korona di AS masih merupakan yang terbanyak di dunia. Artinya, sudah hampir enam bulan wabah korona di AS belum mampu dikendalikan.
Selain pandemi, pemerintahan Trump juga menghadapi isu kekerasan rasial akibat kematian pemuda kulit hitam George Floyd oleh polisi pada Mei 2020. Belum lama berlalu, muncul lagi kasus rasial pada 23 Agustus 2020, yaitu penembakan terhadap pemuda kulit hitam Jacob Blake yang juga dilakukan oleh polisi.
Dua insiden tersebut memicu unjuk rasa memprotes rasialisme di AS. Namun, bukan hanya unjuk rasa, kepercayaan publik kepada pemerintahan Trump juga terpengaruh. Hasil jajak pendapat Gallup memperlihatkan turunnya dukungan publik pada periode Mei-Juni 2020, bertepatan dengan masa-masa puncak wabah korona di AS dan munculnya kekerasan rasial.
Secara umum, Gallup mencatat tingkat kepercayaan masyarakat kepada Presiden Trump turun dari 49 persen pada Mei 2020 ke 39 persen pada awal Juni 2020 kembali turun menjadi 38 persen pada akhir Juni 2020.
Penurunan dukungan publik pada Juli 2020 tercatat paling rendah sejak peristiwa “shutdown” pemerintahan Trump pada Januari 2019. Bahkan tingkat dukungan tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan saat awal pemerintahan Trump pada Januari 2017.
Melihat fenomena di atas, tidak dimungkiri situasi memburuknya kasus Covid-19 di Amerika Serikat berimbas pada kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden. Lalu, sejauh mana fenomena tersebut mempengaruhi peluang Trump di pemilihan presiden?
Modal dukungan
Dukungan publik yang terus tertekan tidak dimungkiri dapat mempengaruhi tingkat elektoral sang presiden petahana tersebut. Terlebih, pilpres AS tinggal menyisakan waktu sekitar dua bulan lagi. Namun, bukan berarti penurunan kepercayaan tersebut berbanding lurus dengan penurunan elektoral.
Di dalam pemilu, ada faktor perilaku pemilih yang mempengaruhi perolehan suara partai politik atau calon presiden. Di ceruk perilaku pemilih itulah terdapat dua tipe pemilih yaitu yang selalu konsisten memilih capres atau parpol tertentu pada setiap pemilu dan ada pula pemilih yang dinamis, memiliki pilihan berbeda setiap pemilu.
Perilaku pemilih ini antara lain dipengaruhi oleh berbagai isu yang muncul menjelang pemilu. Beruntung Trump memiliki soliditas pemilih di saat-saat krisis kepemimpinannya sedang disorot. Faktor inilah yang masih dimiliki Trump untuk menyampaikan pesan kemenangan dalam pilpres nanti.
Setidaknya ada tiga aspek dukungan yang masih dimiliki Trump, yaitu soliditas partai, dukungan suara di negara bagian, serta dukungan kepercayaan publik yang kembali rebound. Tiga hal inilah yang menjadi modal kepercayaan Trump menghadapi Joe Biden pada 3 November 2020 nanti.
Pertama adalah soliditas pemilih. Hasil jajak pendapat yang dilakukan Gallup juga merekam soliditas elektoral Partai Republik kepada kepemimpinan Trump. Hasil polling terbaru pada 30 Juli – 12 Agustus 2020 lalu menunjukkan, sebanyak 90 persen pemilih Partai Republik masih menyatakan dukungannya ke Trump.
Tingkat kepercayaan kaum Republikan ini juga cenderung stabil sejak Januari 2020. Dari 13 jajak pendapat yang dilakukan Gallup sepanjang 2020, rata-rata tingkat kepercayaan pemilih Partai Republik mencapai 91 persen.
Soliditas pemilih Partai Republik tersebut terbukti mampu merawat dukungan dari daerah daerah yang menyokong kemenangan Trump di Pilpres 2016 silam. Keunggulan basis massa Partai Republik seperti Texas, Idaho, Alaska, Alabama, serta Arkansas masih setia mendukung Trump.
Kajian yang dilakukan 270towin memperlihatkan sepanjang 22 Januari 2019 – 13 September 2020, Trump masih unggul di wilayah-wilayah Republikan. Di negara bagian Alabama misalnya, hasil jajak pendapat menunjukkan Trump meraih dukungan 58 persen, unggul dibandingkan Biden yang memperoleh 36 persen.
Faktor terakhir penopang tingkat keterpilihan Trump adalah membaiknya dukungan publik AS dalam tiga survei terakhir. Walau sempat meredup karena isu korona dan kekerasan rasial, tingkat kepercayaan publik kepada Presiden Trump perlahan-lahan mulai kembali.
Jajak pendapat terakhir yang dilakukan Gallup menunjukkan dukungan publik pada 30 Juli – 12 Agustus 2020 mencapai 42 persen. Jika dibandingkan dengan dua hasil jajak pendapat sebelumnya, tingkat kepercayaan masyarakat AS pada kinerja Trump mulai pulih.
Kajian yang dilakukan lembaga FiveThirtyEight juga menunjukkan fenomena yang sama. Sejak 30 Juni 2020 tren dukungan publik yang awalnya 40,3 persen terus mengalami kenaikan menjadi 43,2 persen pada 14 September 2020. Dari dua kajian tersebut terlihat ada kenaikan dukungan kepada Trump setidaknya dalam dua bulan terakhir.
Trump menyebut naiknya kepercayaan publik terhadapnya karena capaian kinerja yang telah dilakukannya. Dalam pidato setelah ditetapkan kembali sebagai calon presiden di konvensi Partai Republik, Trump menjawab keraguan terhadap isu-isu penting yang banyak memunculkan kritik, terutama masalah kekerasan rasial dan penanganan wabah korona.
Konvensi Partai Republik menghadirkan tokoh-tokoh partai dari berbagai latar belakang etnis seperti senator Tim Scott yang berkulit hitam dan Nikki Haley, anak dari pasangan imigran asal India yang pernah menjabat Gubernur South Carolina dan Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Keragaman ini sekaligus menegaskan komitmen persatuan Trump dan Partai Republik. Haley bahkan menegaskan bahwa AS bukan negara rasis bagi warga kulit hitam.
Virus China
Dalam upaya pengendalian pandemi, strategi penanganan virus China disebut Trump sejak awal dilakukan dengan mengembangkan sistem pengujian terbesar dan tercanggih di dunia. Menurut Trump, AS telah melakukan uji tes Covid-19 lebih banyak dari setiap negara di Eropa.
Hingga 16 September 2020, AS telah melakukan tes Covid-19 terhadap 93,6 juta warganya. Jumlah ini merupakan yang terbanyak kedua di dunia setelah China.
Komitmen lain ditunjukkan Trump yang mengklaim angka kematian akibat Covid-19 di AS masih lebih rendah dari beberapa negara besar lainnya. Data John Hopkins memperlihatkan tingkat kematian kasus atau CFR di AS sebesar 3,0 persen dan berada di peringkat ke 11.
Demikian pula dengan rata-rata angka kematian. AS mengalami 54,45 kematian per 100.000 orang dan merupakan negara di peringkat ke-7 di dunia. Menurut Trump, fasilitas kesehatan di AS telah mampu mengembangkan beragam perawatan efektif, termasuk perawatan antibodi melalui convalescent plasma yang mampu menekan tingkat kematian hingga 80 persen.
Upaya lain pengendalian virus korona yang dilakukan pemerintahan Trump adalah pengembangan vaksin. Langkah tersebut dilakukan melalui proyek Operation Warp Speed, sebuah kerja sama antara Pemerintah Federal, komunitas ilmiah, dan swasta untuk mengembangkan vaksin dalam waktu singkat.
Sasaran Operation Warp Speed adalah memproduksi dan mengirimkan 300 juta dosis vaksin dengan dosis awal yang tersedia pada Januari 2021. Beberapa calon vaksin telah menunjukkan hasil klinis awal yang menjanjikan dan sedang dalam tahap uji klinis Fase 3, seperti AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer. Untuk mendukung ketersediaan vaksin, Pemerintah Federal telah menginvestasikan dana sebesar 12 miliar dollar AS.
Naiknya kembali dukungan publik kepada Presiden Trump bersamaan dengan menurunnya kasus harian Covid-19 di AS sejak puncaknya pada 24 Juli 2020. Saat itu terdapat 78.654 kasus dan terus menurun pada hari-hari berikutnya.
Beruntung Trump memiliki soliditas pemilih di saat-saat krisis kepemimpinannya sedang disorot.
Tercatat pada 31 Juli 2020 kasus harian di AS menurun menjadi 72.479 kemudian menjadi 52.866 pada 4 September 2020. Terakhir pada 14 September 2020, kasus harian kembali menurun menjadi 38.072.
Dua pekan menjelang dilakukannya debat perdana calon presiden, penurunan wabah korona menjadi modal dukungan bagi Trump. Popularitas yang sempat tergerus akibat isu korona dan kekerasan rasial perlahan-lahan mampu diraihnya kembali.
Naiknya dukungan kepercayaan kepada Donald Trump membawa pesan kemenangan di pilpres 3 November 2020 nanti. Terlebih jika Trump bisa memperluas dukungan pemilih seperti saat pemilu 2016.
Strategi meraup dukungan di daerah-daerah mengambang berhasil dilakukan Trump untuk memenangkan pemilu. Para pemilih yang berada di daerah-daerah yang selama ini cenderung “putih” seperti Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin, dapat dipikat kembali mendukung Trump dan Partai Republik (LITBANG KOMPAS)