Dukungan Puri Warnai Kontestasi Pilkada Denpasar
Keberadaan puri dalam konstelasi pilkada di Denpasar kali ini cukup kuat. Dukungan elite puri menjadi modal besar bagi kontestan untuk meraih simpati dari pemilih.
Konstelasi politik di Bali hampir tidak bisa dilepaskan dari keberadaan puri sebagai salah satu faktor penentu. Hal yang sama terjadi di Pilkada Kota Denpasar. Baik petahana maupun penantang berupaya menjadi representasi dari dukungan puri.
Puri adalah istana dalam bahasa Bali yang dihuni kasta Kesatria. Puri di Bali dipimpin oleh seorang keturunan raja, yang umumnya dipilih oleh lembaga kekerabatan puri. Dalam konstruksi sosial dan kultural masyarakat Bali, puri masih dipandang memiliki identitas kebangsawanan.
Keberadaan puri dalam konstelasi pilkada di Denpasar kali ini cukup kuat. Dukungan elite puri menjadi modal besar bagi kontestan untuk meraih simpati dari pemilih.
Pilkada Kota Denpasar tahun ini menyajikan kontestasi figur petahana I Gusti Ngurah Jayanegara dan I Kadek Agus Arya Wibawa yang mendapat dukungan elite puri dan diusung koalisi PDI-P, Partai Hanura, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Gerindra. Sementara penantangnya, Gede Ngurah Ambara Putra- Made Bagus Kertha Negara, adalah pasangan pengusaha dengan sokongan koalisi Partai Golkar, Demokrat, dan Nasdem.
Figur calon, partai politik (parpol), dan dukungan puri masih menjadi faktor penentu bagi pasangan calon untuk meraih puncak kekuasaan di Denpasar. Dukungan elite puri akan menggerakkan masyarakat pendukungnya.
Dalam perjalanan politik di Kota Denpasar, kekuatan PDI-P senantiasa dibayangi Golkar. Kedua parpol itu memiliki relasi yang kuat terhadap elite puri yang ada di Denpasar. Pilkada Denpasar tahun 2005, misalnya, menunjukkan salah satu pertarungan puri dalam perebutan kekuasaan, yakni Puri Pemecutan (Golkar) dan Puri Satria (PDI-P).
Politisi PDI-P asal Puri Satria Denpasar, AA Gede Ngurah Puspayoga, menjabat Wali Kota Denpasar periode 2000-2005 setelah mengalahkan saingannya dari Puri Pemecutan. Merek adalah AA Ngurah Gede Widiada yang diusung Partai Golkar dan PKPB, PAN, PKS, PKB serta I Made Sudharma yang diusung Partai Demokrat, PNI Marhaenisme, dan PDS.
Puspayoga, mantan Ketua DPC PDI-P Denpasar, kembali terpilih menjadi Wali Kota Denpasar 2005-2010. Pasangannya di posisi wakil wali kota adalah IB Rai Dharmawijaya Mantra. Namun, di periode kedua jabatannya, Puspayoga hanya menjabat selama tiga tahun, mulai 2005 hingga 2008, karena naik menjadi Wakil Gubernur Bali berpasangan dengan Made Mangku Pastika di Pilkada Bali 2008.
Jabatan Wali Kota Denpasar yang ditinggal Puspayoga digantikan oleh IB Rai Mantra. Sementara posisi wakil wali kota diduduki oleh I Gusti Ngurah Jaya Negara.
Pada Pilkada Denpasar 2010, pasangan IB Rai Dharmawijaya Mantra dan I Gusti Ngurah Jaya Negara yang diusung PDI-P menang telak. Pasangan petahana ini juga mampu mengokohkan kekuatannya di Pilkada 2015 meski hanya diusung oleh PDI-P. Langkah PDI-P mengusung pasangan calon tanpa berkoalisi dengan parpol lain dilakukan di daerah yang menjadi basis suara mereka, seperti yang dilakukan pada tahun 2005, 2010, dan 2015 di Kota Denpasar.
Pada tahun 2015, dari 45 kursi DPRD Kota Denpasar, 18 kursi dimiliki PDI-P. Kepemimpinan PDI-P di DPRD Kota Denpasar masih berlanjut hingga saat ini dengan 22 kursi.
Menghadapi Pilkada 2020, sejumlah parpol di Bali membentuk koalisi besar di tingkat provinsi yang digerakkan Golkar, Demokrat, Nasdem, Hanura, dan PSI. Namun, tidak demikian yang terjadi di Kota Denpasar. Figur petahana membuat format koalisi berubah. Hanura, PSI, dan Gerindra justru merapat mendukung petahana yang diusung PDI-P.
Petahana
Sebagai petahana, I Gusti Ngurah Jaya Negara bukan saja dikenal sebagai politikus, melainkan juga masih terkait erat dengan elite puri di Denpasar. Sementara wakilnya, I Kadek Agus Arya Wibawa, dikenal sebagai politisi PDI-P sekaligus Sekretaris DPD PDI-P Bali.
I Gusti Ngurah Jaya Negara juga dikenal sebagai kakak kandung I Gusti Ayu Bintang Darmavati atau Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada kabinet Jokowi-Amin.
Baca juga: Pintu Pariwisata Bali Dibuka untuk Wisatawan Nusantara
Total dukungan parpol untuk I Gusti Ngurah Jaya Negara dan I Kadek Agus Arya Wibawa di DPRD mencapai 30 kursi atau 66 persen dari total kursi di DPRD. Jaya Negara-Arya Wibawa yang merupakan pasangan kader PDI-P dinilai sebagai representasi kekuatan kombinasi wilayah Denpasar Timur-Denpasar Selatan.
Pasangan calon petahana ini juga mendapatkan dukungan dari elite puri, seperti tokoh Puri Tegal Denpasar Pemecutan Anak Agung Ngurah Manik Danendra dan juga Penglisir Puri Satria Denpasar Anak Agung Oka Rahmadi. Dukungan elite puri menjadi modal penting untuk mendulang dukungan dari masyarakat Kota Denpasar.
Namun, sang penantang juga tidak bisa dianggap enteng. Pasangan Gede Ngurah Ambara Putra-Made Bagus Kertha Negara yang diusung Golkar, Nasdem, dan Demokrat memiliki modal 15 kursi di DPRD Kota Denpasar. Gede Ngurah Ambara Putra merupakan tokoh dari Banjar Kerta Bumi, Desa Sumerta Kaja, Denpasar Timur. Pengusaha yang juga adik dari mantan anggota DPRD dari Fraksi PDI-P daerah pemilihan Bali, Nyoman Dhamantra, pernah maju sebagai calon DPD RI daerah pemilihan Bali di Pemilu 2019.
Sementara Made Bagus Kertha Negara merupakan tokoh asal Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar. Ia menjabat Wakil Bendesa Adat Denpasar. Dia juga putra tokoh Denpasar, Prof Dr I Wayan Merta Suteja (almarhum), praktisi pendidikan yang mengelola Yayasan Akademi Pariwisata Kertawisata Denpasar.
Baca juga: Bantuan bagi Pelaku Wisata Dimulai dari Pulau Bali
Dukungan elite puri juga hendak direbut Ngurah Ambara Putra-Made Bagus Kertha Negara, antara lain dengan mendekati sejumlah tokoh puri, seperti Panglingsir Puri Pemecutan XI. Langkah ini untuk memperoleh dukungan Puri Pemecutan yang sebelumnya menyatakan mendukung Jaya Negara-Arya Wibawa.
Peran elite puri dalam kontestasi politik di Bali memang tidak mudah untuk dilepaskan. I Putu Gede Suwitha, yang pernah meneliti peran elite puri dalam lanskap politik kontemporer, menyebutkan, elite puri masih dipercaya oleh masyarakat untuk memerintah karena memiliki kekuatan moral dan penjaga moral masyarakat. Kini elite puri juga masih memengaruhi aspirasi pemilih.
Meski demikian, kontestan di Pilkada Kota Denpasar tetap harus bertumpu pada program yang akan ditawarkan kepada pemilih. Pandemi Covid-19 yang berdampak pada sektor pariwisata di Denpasar menjadi tema yang boleh jadi ditunggu oleh pemilih.
Kondisi ini menjadi tantangan bagi kedua pasangan calon. Isu pengangguran sebagai akibat pandemi tentu akan menjadi daya tarik bagi pemilih. Akhirnya, selain dukungan elite puri, kedua pasangan calon selayaknya juga didukung oleh program nyata untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata di Denpasar.
Litbang Kompas)