Ekonomi Sirkular yang Melestarikan Lingkungan
Pekerjaan rumah bagi Indonesia ialah mengelola lebih lanjut ekonomi sirkular hingga meningkatkan perekonomian. Sektor pengolahan limbah berpotensi sebagai penopang perekonomian.
Pengadaan air dan pengelolaan limbah merupakan salah satu sektor ekonomi yang tumbuh positif pada masa pandemi. Sektor ini bisa menjadi ekonomi sirkular yang menopang pertumbuhan sekaligus melestarikan lingkungan.
Konsep ekonomi dengan mengurangi limbah dan mentransformasikannya menjadi produk yang berguna akan meningkatkan perekonomian sekaligus memperbaiki lingkungan. Hal ini sejalan dengan perubahan aktivitas masyarakat selama pandemi Covid-19.
Sejak terjadi pandemi, sektor informasi dan komunikasi pada triwulan II-2020, dibandingkan Triwulan II-2019, tumbuh tertinggi, yakni 10,88 persen. Pertumbuhannya disusul sektor pengadaan air dan pengelolaan sampah yang tumbuh 4,56 persen, sementara sektor pertanian tumbuh positif 2,19 persen.
Pembatasan sosial di beberapa wilayah untuk mengurangi penyebaran Covid-19 membuat aktivitas di dalam rumah meningkat. Masyarakat menggunakan teknologi informasi komunikasi untuk berinteraksi, bekerja, bersekolah, beribadah, ataupun jual beli daring. Sektor pertanian ikut bergerak karena masyarakat tetap membutuhkan pangan selama pembatasan sosial.
Selain itu, kebiasaan mencuci tangan sebagai bagian dari protokol kesehatan ikut mendorong penggunaan air. Konsumsi air minum pun cenderung meningkat dalam rangka menjaga kesehatan tubuh.
Selama beraktivitas di rumah, limbah plastik dan medis meningkat. Dalam situasi ini, ada upaya dari sebagian warga untuk ikut mengolah sampah. Mereka menjadikan pengolahan sampah sebagai aktivitas baru selama di rumah.
Pengolahan sampah bisa berupa sekadar memilah antara sampah organik dan anorganik. Kemudian materi buangan anorganik dibawa ke bank sampah untuk ditukar dengan uang. Ada juga yang mengolah sampah organik menjadi kompos.
Langkah kecil tersebut cukup positif. Selain bisa meningkatkan perekonomian rumah tangga melalui bank sampah, aksi ini juga dapat menopang pertumbuhan ekonomi.
Jumlah bank sampah di Indonesia terus meningkat. Pada 2014, menurut BPS, baru ada 1.172 bank sampah. Pada 2018, jumlahnya meningkat lima kali lipat menjadi 7.488 unit.
Angka pertumbuhan sektor ini cukup positif selama lima tahun terakhir. Pada 2016, pertumbuhannya 4,25 persen. Kemudian, tahun 2019, angkanya menjadi 7,1 persen. Saat pandemi, lajunya menjadi 4,56 persen pada triwulan II-2020.
Potensi di daerah
Bagaimana peran sektor pengadaan air dan pengolahan limbah di daerah? Apakah ikut bertumbuh positif? Catatan BPS dari 34 provinsi, sektor ini hanya berkontraksi di sembilan provinsi, yakni Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Papua, Aceh, Maluku, Sulawesi Tengah, Jakarta, Banten, dan Bali. Sisanya tumbuh positif di angka 0,82 hingga 10,15 persen.
Adapun nilai tertinggi kegiatan ekonomi ini berada di Provinsi Jawa Barat, yakni Rp 530 miliar. Angka pertumbuhannya tinggi, 9,21 persen.
Keberadaan industri pengolahan air di Jawa Barat cukup mendongkrak nilai ekonomi ini. Tercatat dalam situs Kementerian Perindustrian, tahun 2019 ada 55 unit industri air minum dalam kemasan.
Hanya saja, subsektor pengolahan limbahnya belum cukup mendongkrak. Dilihat dari data jumlah bank sampah sebagai salah satu bentuk pengolahan limbah, baru ada 524 unit.
Adapun jumlah bank sampah terbanyak berada di Jawa Timur yang pada 2019 mencapai 3.176 unit, tertinggi se-Indonesia. Namun, nilai kegiatannya di bawah Jawa Barat, yakni Rp 517,87 miliar.
Hal ini bisa terjadi karena jumlah industri pengolahan air di Jawa Timur (30 unit) kurang dari jumlah industri itu di Jawa Barat. Namun, selama pandemi, ekonomi ini tetap tumbuh positif meski nilainya sekitar 4,5 persen.
Hal serupa terjadi di Jawa Tengah. Jumlah bank sampahnya pada 2019 mencapai 2.362 unit. Namun, karena hanya memiliki 24 unit industri air minum dalam kemasan, angka kegiatan ekonominya tidak bisa terdongkrak. Nilainya hanya bercokol pada Rp 213,1 miliar meski masih mencatatkan pertumbuhan positif 3,04 persen.
Provinsi lain yang hanya mengandalkan sistem pengolahan limbah dengan keberadaan jumlah bank sampah sebagai indikator juga bertahan selama pandemi ini. Selain Jawa Tengah, ada Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Riau.
Sulawesi Selatan memiliki 536 unit bank sampah. Meski hanya menorehkan Rp 80 miliar pada nilai kegiatan ekonominya, bisa tumbuh hingga 5,69 persen. DI Yogyakarta mengikuti dengan 364 bank sampah. Nilai kegiatan ekonominya lebih kecil, Rp 47,2 miliar, tetapi tetap tumbuh 3,16 persen.
Data di beberapa provinsi tersebut menunjukkan kegiatan daur ulang serta pengelolaan sampah limbah dapat memiliki nilai ekonomi penting sekalipun di tengah kondisi pandemi.
Ekonomi sirkular
Ekonomi sirkular termasuk konsep baru dalam ilmu ekonomi. Konsep ini merupakan pembaruan dari ekonomi hijau dan ekonomi biru.
Dalam ekonomi sirkular ada tiga pemain utama, yakni produsen, konsumen, dan sektor daur ulang. Tugas produsen menentukan desain produk yang tahan lama, dapat digunakan lebih dari satu kali, diperbaiki, dijadikan kompos, serta bisa didaur ulang. Tujuannya, barang tak begitu saja berakhir di TPA.
Baca juga: Perbesar Industri Daur Ulang dengan Investasi
Indonesia sebenarnya sudah menjalankan ekonomi sirkular melalui usaha daur ulang dan bank sampah. Usaha daur ulang berjalan melalui program 3R sejak 2007, diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup, masyarakat, dan produsen. Namun, memang tak mudah melaksanakan program tersebut.
Penelitian ”Identifikasi Penerapan Konsep Zero Waste dan Circular Economy dalam Pengelolaan Sampah di Kampung Kota Cibunut, Bandung” (Iqbal dan Suheri, 2019) menyebutkan, aliran ekonomi pada pengelolaan sampah anorganik masih terbentuk linier.
Setelah masyarakat memilah sampah anorganik, kemudian ditabung di bank sampah. Namun, dari bank sampah, bahannya dibawa keluar dari kampung dan dikelola pihak lain. Masyarakat lebih banyak menabung di bank sampah daripada mendaur ulang.
Di sisi lain, pada sampah organik, sudah terbentuk aliran sirkular meski belum memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Hal ini terjadi karena hasil pengomposan belum dipasarkan secara luas, hanya digunakan untuk penghijauan di lingkungan tempat tinggal. Pemetaan ini muncul dalam webinar majalah National Geographic ”Menilik Masa Depan: Apakah Ekonomi Sirkular Solusi Permasalahan Lingkungan?”, Agustus lalu.
Baca juga: Urgensi Ekonomi Sirkular
Padahal, dalam laporan Finland’s Independence Celebration Fund (FICF) dan McKinsey (2014), dikutip dari laman Waste4change.com, ekonomi sirkular bisa menguntungkan ekonomi global hingga 1.000 miliar dollar AS setiap tahun.
Pekerjaan rumah bagi Indonesia ialah mengelola lebih lanjut ekonomi sirkular hingga meningkatkan perekonomian. Jika langkah ini berhasil, sektor pengolahan limbah akan berpotensi sebagai penopang perekonomian, baik di daerah maupun nasional.
Hal itu kian penting, terutama pada masa pandemi. Sektor pengolahan limbah cukup tangguh bertahan di tengah kontraksi perekonomian. Selain itu, ekonomi sirkular turut berperan dalam mewujudkan keberlanjutan lingkungan. (LITBANG KOMPAS)