Ekspansi Kelapa Sawit ke Indonesia Timur
Minyak sawit merupakan komoditas perkebunan andalan Indonesia. Di dunia, Indonesia merupakan penghasil minyak sawit terbesar. Selain untuk kebutuhan dalam negeri, produksi kelapa sawit juga diekspor.
Meski moratorium di sektor perkebunan kelapa sawit diberlakukan pemerintah sejak 2018, perluasan kebun kelapa sawit masih terjadi. Ekspansi perkebunan komoditas unggulan ini bahkan menyasar wilayah Indonesia bagian timur. Dalam satu dekade terakhir, luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Sulawesi hingga Papua bertambah dua kali lipat.
Minyak sawit merupakan komoditas perkebunan andalan Indonesia. Di dunia, Indonesia merupakan penghasil minyak sawit terbesar. Selain untuk kebutuhan dalam negeri, produksi kelapa sawit juga diekspor.
Volume ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2020 mencapai 27,33 juta ton dengan nilai 18,45 miliar dollar Amerika Serikat. Jumlah yang diekspor ini sedikit turun dibandingkan tahun 2019, tetapi karena ada kenaikan harga di pasar internasional, total nilainya meningkat. Ekspor minyak sawit tahun 2019 sebanyak 29,55 juta ton dengan nilai 15,57 miliar dollar AS.
Indonesia menjadi negara yang mendapat berkah dari tanaman kelapa sawit karena faktor geografis. Tidak banyak negara di dunia yang dapat mengembangkan tanaman kelapa sawit.
Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh baik di daerah tropis dengan temperatur harian yang konstan. Tanaman ini dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah asalkan curah hujan mencukupi.
Kondisi tersebut hanya terdapat di beberapa negara di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Sepuluh negara penghasil minyak sawit utama di dunia berasal dari kawasan tersebut, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand. Kolombia, Nigeria, Guatemala, Honduras, Papua Niugini, Brasil, dan Ekuador. Indonesia bersama Malaysia dan Thailand menguasai hampir 90 persen produksi minyak sawit dunia.
Baca juga : Produktivitas Kelapa Sawit di Masa Moratorium
Produsen dalam negeri
Di dalam negeri, daerah penghasil utama minyak sawit berada di wilayah Indonesia bagian barat. Hingga tahun 2020, luas perkebunan kelapa sawit terbesar berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat di Riau. Riau memiliki lahan perkebunan kelapa sawit seluas 2,85 juta hektar dengan produksi sebanyak 9,98 juta ton minyak sawit.
Luas perkebunan kelapa sawit berikutnya secara berturut-turut adalah Kalimantan Barat (2,04 juta hektar) dan Kalimantan Tengah (2,02 juta hektar). Jika dilihat per pulau, luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera tak kurang dari 8,1 juta hektar atau menguasai lebih dari separuh (54,5 persen) perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sementara di Kalimantan luasan perkebunan kelapa sawit mencapai 6 juta hektar atau menguasai 40,6 persen dari total.
Terjadi perluasan kebun kelapa sawit dari tahun ke tahun. Berdasarkan data BPS, luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2020 tercatat mencapai 14,86 juta hektar. Dalam satu dekade terakhir, jumlah ini meningkat 63 persen.
Bertambahnya luasan perkebunan kelapa sawit tidak terlepas dari faktor meningkatnya harga minyak sawit di pasaran dunia yang mendorong pelaku usaha melakukan perluasan usaha perkebunannya. Perluasan ini turut menyebabkan beralihnya kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Kebanyakan kawasan hutan di wilayah Indonesia bagian barat telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Dalam perkembangannya, para pelaku usaha mulai kesulitan mendapatkan lahan baru untuk perluasan kebun sehingga wilayah Indonesia bagian timur menjadi incaran.
Di Papua, perkebunan kelapa sawit bermunculan sejak awal milenium baru. Tahun 2005 saja, di Papua sudah ada tujuh perusahaan yang mengelola perkebunan kelapa sawit.
Pada tahun 2009, luas perkebunan kelapa sawit di Papua dan Papua Barat tercatat 61.923 hektar yang didominasi oleh perkebunan rakyat (41,6 persen), disusul dengan penguasaan perkebunan oleh negara (36,7 persen), dan selebihnya oleh perkebunan besar swasta.
Pada tahun 2017, luas areal perkebunan di Papua dan Papua Barat meningkat hampir 90 persen menjadi 115.546 hektar. Saat itu, mulai terjadi perubahan pola kepemilikan. Perkebunan kelapa sawit rakyat tidak lagi mendominasi karena porsinya tinggal sekitar 24 persen. Porsi terbesar dikuasai oleh perkebunan swasta yang mencapai 62 persen.
Perusahaan-perusahaan saat itu banyak yang mengajukan proses perizinan tahap lanjut untuk membuka lahan perkebunan baru di Papua dan Papua Barat. Banyak juga yang sudah memegang izin lokasi dari bupati atau sedang mengurus syarat-syarat perizinan untuk perkebunan.
Pada tahun 2020 luas perkebunan kelapa sawit di Papua dan Papua Barat sudah menjadi 210.700 hektar. Khusus di Papua Barat, luas perkebunan kelapa sawit bertambah tiga kali lipat selama periode 2011-2020.
Baca juga: Usut Tuntas Program Peremajaan Sawit di Aceh
Bukan hanya Papua
Ekspansi perkebunan kelapa sawit ke wilayah Indonesia bagian timur bukan hanya terjadi di tanah Papua. Di Pulau Sulawesi, Gorontalo menjadi provinsi terakhir yang dirambah perkebunan kelapa sawit.
BPS mencatat perkebunan kelapa sawit di Gorontalo baru pada tahun 2014 dengan luas sekitar 4.300 hektar. Tahun 2020 luasnya sudah menjadi 13.300 hektar.
Di Sulawesi, areal perkebunan kelapa sawit terbesar terdapat di Sulawesi Barat. Tahun 2011, luasnya baru 95.200 hektar. Satu dekade kemudian (2020) luasnya sudah mencapai 156.200 hektar atau meningkat 64 persen.
Perkebunan kelapa sawit mulai merambah kawasan Maluku pada tahun 2012. Berdasarkan data BPS, pada tahun itu luasnya baru 15.610 hektar. Setahun kemudian jumlahnya bertambah menjadi 33.980 hektar. Namun, tahun-tahun berikutnya terjadi pengurangan areal sehingga luasnya tinggal sekitar 11.000 hektar pada tahun 2020.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang terbaru sampai ke Maluku Utara yang merupakan sentra komoditas pala dan cengkeh. BPS baru mencatat di provinsi ini terdapat perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2019 dengan luasan 5.500 hektar. Itu artinya perkebunan dibuka pada masa moratorium. Namun, proses perizinannya tentu sudah dilakukan tahun-tahun sebelumnya. Luas tersebut bertahan sampai 2020.
Luas areal perkebunan kelapa sawit dari Sulawesi hingga Papua ini meningkat dua kali lipat selama periode 2011-2020, yaitu dari 321.300 hektar menjadi 687.500 hektar. Dilihat dari porsinya terhadap total perkebunan kelapa sawit di Indonesia pun meningkat, dari 3,5 persen (2011) menjadi 4,6 persen (2020).
Ekspansi perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran ke wilayah Indonesia timur menimbulkan potensi masalah seperti yang sudah terjadi sebelumnya di kawasan barat. Pembabatan hutan terjadi demi membuka perkebunan kelapa sawit yang baru.
Akibatnya, kerusakan atau degradasi lingkungan tak terhindarkan, sedangkan kemampuan negara untuk mengatasi dampaknya tidak memadai. Belum lagi masalah konflik sosial yang muncul jika terjadi penolakan masyarakat terhadap pembukaan kebun kelapa sawit yang baru.
Isu-isu lingkungan dan sosial inilah yang melandasi terbitnya Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Moratorium menekankan peningkatan produktivitas perkebunan sawit melalui intensifikasi kebun yang ada, dan bukan dengan ekspansi.
Inpres tersebut mengisyaratkan harus ada evaluasi kembali terhadap izin pelepasan kawasan dan menunda pembukaan lahan kebun sawit baru. Namun, sayangnya, perluasan lahan perkebunan sawit tetap berlangsung di masa moratorium. (LITBANG KOMPAS)