Vaksinasi Anak Bercampur Politik di Media Sosial
Meski belum masuk tahun politik, kegaduhan di media sosial sudah terjadi. Sayangnya, isu vaksinasi menjadi kendaraannya.
Setahun program vaksinasi Covid-19 berjalan, kegaduhan penolakan vaksin masih muncul di media sosial. Kali ini, perdebatan warganet fokus pada vaksinasi Covid-19 untuk anak-anak di saat pemerintah mulai meluncurkan program vaksinasi Covid-19 penguat atau booster.
Fenomena ini bermula dari aksi Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) yang berunjuk rasa di Gedung Kementerian Kesehatan pada 13 Januari 2022 . Aksi dipimpin oleh Ali Ridho Assegaf alias Babe Aldo yang juga merupakan salah satu pendiri Majelis Penderitaan Rakyat. Dalam orasinya, Babe Aldo menolak pemaksaan pemberian vaksin Covid-19 pada anak-anak.
ARM turut merujuk pada kasus meninggalnya seorang anak berusia 12 tahun di Jombang, Jawa Timur, setelah menerima dosis pertama vaksin Covid-19 jenis Pfizer pada Desember 2021. Babe Aldo meyakini bahwa ada motif bisnis oleh pemerintah, termasuk Kemenkes dalam program vaksinasi Covid-19. Dengan kuat, ia berpegang pada data yang menyebutkan tingkat kesembuhan anak-anak di Indonesia dari Covid-19 sebesar 99 persen.
Padahal, informasi dan data yang Babe Aldo rujuk itu sudah diverifikasi di laman Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Satgas Covid-19 sebagai hoaks. Begitu pula dengan kasus meninggalnya seorang anak itu yang telah diinvestigasi oleh petugas terkait. Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) Prof Hinky Hindra Irawan Satari menegaskan, berdasarkan hasil rekomendasi, kematian tersebut bukan diakibatkan oleh vaksin.
Dua hari setelah aksi unjuk rasa ARM di Gedung Kemenkes, perdebatan soal penerimaan versus penolakan vaksin Covid-19 di media sosial, terutama Twitter, mulai naik. Dalam pengamatan Litbang Kompas melalui aplikasi Talkwalker, dalam periode sepekan (9-15 Januari 2022), setidaknya terdapat empat tagar yang populer dalam pusaran isu ini. Keempatnya ialah #CabutDaruratPandemi, #KamiBersamaBabeAldo, #TangkapBabeAldo, dan #TangkupBabeAldo.
Dua tagar pertama merupakan tagar yang digunakan dari kubu pendukung Babe Aldo yang menolak vaksinasi Covid-19. Sementara dua tagar lainnya adalah pihak pendukung program vaksinasi Covid-19 atau kubu penentang Babe Aldo. Tagar #CabutDaruratPandemi dan #TangkapBabeAldo adalah tagar utama yang muncul dari kedua kubu, sedangkan tagar #KamiBersamaBabeAldo dan #TangkupBabeAldo menjadi tagar pendukung di percakapan.
Kedua tagar utama rupanya tidak main-main saat membombardir Twitter pada 15-16 Januari 2022 dan sempat muncul di barisan top trending issues. Selama sepekan, tagar #CabutDaruratPandemi digunakan sebanyak 22.600 kali dan tagar #TangkapBabeAldo muncul 31.000 kali. Sementara dua tagar pendukung lainnya (#KamiBersamaBabeAldo dan #TangkupBabeAldo) masing-masing digunakan sebanyak 5.800 kali dan 1.400 kali.
Namun, jika dilihat dari potensi jangkauan keempat tagar itu, tagar #TangkapBabeAldo mencatat angka fantastis dengan 229,7 juta potensi jangkauan pengguna. Maksudnya, terdapat lebih dari 200 juta pengguna media sosial yang berpotensi membaca, ikut mendukung (dengan retweet), atau melakukan posting ulang di akun mereka dan turut menyebarkan ke lingkaran pertemanan di media sosial.
Keempat tagar ini dapat mencuri perhatian warganet di tengah percakapan tentang non-fungible token (NFT) yang sedang populer belakangan ini. Artinya, kedua kubu bermaksud untuk menarik perhatian dan dukungan dari pengguna lain untuk menggunakan tagar serupa. Tanpa disadari, tagar ini ini juga bermuatan politis di samping perdebatan ideologis soal vaksinasi Covid-19.
Pemanasan politik
Hal ini bisa dilihat dengan mencermati keempat tagar tersebut lebih dalam, mulai dari traffic penggunaan tagar, akun utama (influencer), hingga postingan yang yang paling berpengaruh. Jika dilihat dari traffic penggunaannya, tagar #CabutDaruratPandemi selalu mengalami peningkatan jumlah pada pukul 14.00 WIB hingga 17.00 dan mencapai puncaknya pada 15 Januari 2022 pukul 19.00 hingga pukul 22.00.
Sementara itu, tagar #TangkapBabeAldo muncul di tanggal 15 Januari 2022 dan secara eksponensial naik tajam di pukul 06.00 hingga pukul 09.00. Setelah itu, terus menurun dan hanya sesekali muncul.
Tagar #KamiBersamaBabeAldo baru muncul sebagai alternatif dukungan di kubu antivaksinasi Covid-19 setelah tagar #TangkapBabeAldo naik di top trending Twitter dan posisinya di atas tagar #CabutDaruratPandemi. Tidak mau kalah, tagar #TangkupBabeAldo (yang kemungkinan besar muncul karena salah ketik), baru muncul dan perlahan naik pada pukul 11.00 hingga pukul 13.00.
Melihat arus lalu lintas (traffic) penggunaan keempat tagar ini, sebenarnya sudah dapat diduga bahwa keempatnya didukung oleh akun bot dan para pendengung (buzzer). Dugaan ini makin menguat saat dilihat dari para akun yang paling berpengaruh menyebarkan isu dan postinganyang paling banyak disebarkan atau dikomentari kedua kubu.
Para akun yang paling berpengaruh (influencers) di tagar ini hampir semuanya bermain di Twitter. Hanya satu akun Youtube, yakni milik Babe Aldo (BABEH ALDO AJE 135), yang di luar Twitter mampu menggaet perhatian dan dukungan kubunya. Dua akun Twitter yang paling menggaet dari masing-masing kubu ialah akun @MprAldo (akun milik Babe Aldo) dengan interaksi 598.500 pengguna dan akun @ChusnulCh__ (akun milik Chusnul Chotimah) dengan interaksi 1,2 juta pengguna.
Postingan yang paling berpengaruh untuk kubu antivaksinasi Covid-19 (#CabutDaruratPandemi) justru muncul dari konten berita dari oposisicerdas.com milik Media Oposisi Cerdas yang dikelola swadaya. Uniknya, di kubu pendukung vaksinasi Covid-19 (#TangkapBabeAldo), postingan yang paling berpengaruh muncul dari akun milik Babe Aldo (@MprAldo) yang dikomentari dan di-posting ulang oleh para penentangnya. Di sini, pemberitaan media daring dan pernyataan para tokoh menjadi sarana justifikasi pendapat setiap kubu.
Sampai di titik ini, dapat disimpulkan bahwa kemunculan maraknya penggunaan keempat tagar yang membahas isu vaksinasi Covid-19 awalnya dimunculkan oleh akun-akun asli dari figur yang memiliki pengaruh besar. Tahap berikutnya, melambungnya tagar ini dipengaruhi besar oleh akun-akun bot (sistem robot) dan para pendengung dari setiap kubu. Bukti yang paling kuat ialah dengan melihat arus lalu lintas penggunaan keempat tagar yang tidak wajar karena naik tajam sesekali dan tidak konsisten.
Dilihat lebih dalam dari akun-akun utama tersebut, isinya tidak melulu pembahasan soal vaksinasi Covid-19 ataupun pandemi di Indonesia. Akun- akun ini memiliki latar dukungan ideologis politik masing-masing. Dari rekam digital, akun- akun dari kubu antivaksinasi ini dulunya mendukung calon presiden 02 dan penentangnya adalah pendukung capres 01 di Pilpres 2019 silam.
Lagi-lagi ini membuktikan adanya perbedaan kelompok penolakan vaksinasi Covid-19 di Indonesia dengan di luar negeri, khususnya Amerika Serikat dan belahan Eropa. Di sana, kelompok antivaksinasi mendasarkan diri pada ideologis lalu menggunakan teori konspirasi dan politik sebagai alat penggaet dukungan. Sementara di Indonesia, kelompok antivaksinasi yang masih muncul ini mendasarkan diri pada dukungan politik, lalu menggunakan ideologi keagamaan dan teori konspirasi sebagai pendukungnya.
Antisipasi
Hadirnya fenomena ini memang tidak menjadi pemantik polarisasi yang lebih besar di dunia nyata. Memang, para pendengung ini melakukan aksinya di media sosial, tetapi dari sejarah juga membuktikan bahwa dari kampanye di media sosial, dapat memunculkan gerakan sosial turun ke jalanan. Terus-menerus, kita perlu meningkatkan kewaspadaan agar tak mudah terpengaruh mengikuti arus percakapan di media sosial.
Dalam hal ini, pemerintah juga tidak boleh menutup mata atas perdebatan di media sosial dengan memberikan edukasi atau sosialisasi terkait vaksinasi Covid-19 terus-menerus dan menindak tegas para pembuat serta penyebar berita bohong. Efek ruang gema berupa keyakinan orang akan semakin diperkuat dengan komunikasi repetitif dalam sistem yang terisolasi dan tertutup di media sosial dapat memperburuk polarisasi masyarakat. Apalagi, dua tahun lagi pemilu akan digelar.
Baca juga: Manfaat Vaksinasi Covid-19 bagi Anak
Keterbukaan dalam kasus tewasnya seorang anak pascavaksinasi Covid-19 juga perlu disampaikan secara jelas agar menjauhkan kecurigaan atau prasangka buruk masyarakat. Hingga kini, tak ada bukti medis dan rilis resmi dari Kemenkes serta Ketua Komnas KIPI terkait kasus ini.
Pesan dari fenomena ini ialah perseteruan atau dukungan politis jangan sampai dicampuradukkan ke persoalan medis yang dapat membahayakan keselamatan publik. Sejauh ini, vaksinasi Covid-19 masih menjadi strategi ampuh untuk mencegah penularan Covid-19 dan meminimalkan efek terpapar Covid-19. Mau apa pun dukungan politisnya, vaksinasi Covid-19 itu mutlak nilainya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Dosis Vaksin Covid-19 untuk Anak