Tantangan ”Mengamankan” Konsumsi Susu untuk Investasi Masa Depan
Peringatan Haru Susu Sedunia menjadi momentum untuk meningkatkan produksi dan konsumsi susu nasional. Langkah ini merupakan investasi baik bagi kualitas manusia Indonesia masa depan.
Oleh
MB Dewi Pancawati
·5 menit baca
Peringatan Hari Susu Sedunia setiap 1 Juni menjadi pengingat akan pentingnya peran susu sebagai nutrisi kaya manfaat bagi tubuh. Masih rendahnya produksi dan konsumsi susu masyarakat Indonesia menjadi tantangan bagi pemerintah, peternak sapi, dan produsen susu untuk bisa memenuhi sendiri kebutuhan dalam negeri dan menjangkau masyarakat lebih luas.
Meski pernah menjadi slogan ”Empat Sehat Lima Sempurna” yang dicanangkan 70 tahun lalu oleh Bapak Gizi Indonesia, Prof Poerwo Soedarmo, konsumsi susu sebagai penyempurna asupan gizi hingga kini masih rendah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, konsumsi susu masyarakat Indonesia pada 2020 masih di kisaran 16,27 kilogram per kapita per tahun. Konsumsi ini termasuk kategori rendah menurut standar Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).
Konsumsi susu masyarakat Indonesia masih tergolong rendah.
Klasifikasi yang digunakan FAO ialah tingkat konsumsi susu di bawah 30 kg per kapita per tahun tergolong kategori rendah, 30-150 kg/kapita/tahun masuk kategori menengah, dan kategori tinggi ialah lebih dari 150 kg/kapita/tahun.
Selain rendah, konsumsi susu masyarakat Indonesia ini juga masih tertinggal dibandingkan rerata negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Masyarakat Malaysia, misalnya, mengonsumsi susu sebesar 36,2 kilogram per kapita per tahun, Myanmar 26,7 kilogram per kapita per tahun, dan Thailand 22,2 kilogram per kapita per tahun.
Meski sekarang konsep ”Empat Sehat Lima Sempurna” sudah tidak dipakai lagi dan diganti atau disempurnakan dengan konsep Pedoman Gizi Seimbang (PGS), di mana susu bukan makanan penyempurna tetapi termasuk kelompok lauk-pauk, mengonsumsi susu tetap diperlukan oleh tubuh.
Hal ini mengingat susu adalah paket lengkap karena mengandung vitamin, protein, dan mineral (kalsium, fosfor, zat besi). Kebaikan nutrisi yang terkandung dalam segelas susu berguna bagi manusia di segala usia, bahkan ketika masih dalam kandungan.
Susu penting bagi pertumbuhan anak dan remaja. Bagi orang dewasa antara lain bermanfaat untuk mempertahankan keseimbangan hormon dan mencegah osteoporosis pada usia tua.
Sebagai salah satu sumber protein hewani, susu juga bermanfaat sebagai sumber energi, membantu regenerasi sel, meningkatkan kecerdasan otak, meningkatkan imunitas tubuh, menyokong pertumbuhan fisik, dan mencegah tengkes atau stunting.
Oleh sebab itu, saat wabah Covid-19 mulai merebak, produk susu laris manis diburu konsumen karena dipercaya dapat meningkatkan imunitas, bahkan menangkal virus yang mematikan tersebut.
Dampaknya, konsumsi susu meningkat pada masa pandemi tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Meski minim, tercatat terjadi peningkatan sebesar 0,04 kilogram per kapita per tahun, dari 16,23 kilogram per kapita per tahun menjadi 16,27 kilogram per kapita per tahun.
Demikian pula dengan rata-rata konsumsi protein pun meningkat. Tahun 2019, rata-rata konsumsi protein dari telur dan susu 3,42 gram per kapita sehari. Namun, tahun 2020, pada awal masa pandemi, konsumsinya naik menjadi 3,47 gram per kapita sehari.
Meski konsumsi susu terus meningkat, secara agregat konsumsi susu nasional masih rendah. Sebagai salah satu sumber pangan hewani, konsumsi susu di kisaran 3 kilogram per kapita per tahun juga paling rendah dibandingkan pangan hewani lainnya, seperti daging ruminansia, daging unggas, telur, dan ikan.
Berbagai faktor memicu rendahnya konsumsi susu di Indonesia. Selain kesadaran pentingnya mengonsumsi susu masih kurang, bagi sebagian besar masyarakat, susu dipandang sebagai ”barang mewah” karena harganya yang dinilai masih mahal. Artinya, susu belum menjangkau masyarakat lebih luas di semua kalangan.
Susu belum menjangkau masyarakat lebih luas di semua kalangan.
Hal ini dikuatkan dengan data BPS di mana konsumsi protein (termasuk susu) penduduk di kuintil 1 (20 persen termiskin) dan kuintil 2 (20 persen penduduk miskin dan rentan) belum mampu memenuhi ketentuan atau standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia, yakni 57 gram per kapita per hari.
Rumah tangga kuintil 1 hanya mampu mengonsumsi protein rata-rata 45,37 gram per kapita per hari atau baru 79,60 persen dari ketetapan permenkes. Sementara rumah tangga kuintil 2, pemenuhan proteinnya rata-rata 54,34 gram per kapita per hari atau 95,33 persen dari ketentuan permenkes.
Secara umum, sebagai sumber protein proporsi konsumsi protein hewani menyumbang sebesar 34 persen. Sementara pengeluaran penduduk tahun 2019 berdasarkan data Susenas yang dialokasikan untuk konsumsi telur dan susu sebesar 5,66 persen masih lebih kecil dari alokasi untuk ikan, sayur-sayuran, bahkan rokok.
Konsumsi susu sapi yang terus meningkat di tanah air meski belum signifikan ternyata belum bisa diimbangi dengan kemampuan peternak sapi nasional untuk menyediakan produksi susu sapi yang berkualitas. Apalagi mayoritas peternakan sapi perah adalah peternakan rakyat. Ini menjadi tantangan bagi semua pemangku kepentingan.
Di samping itu, sebagian besar (sekitar 70 persen) produksi susu nasional masih tergantung dari impor. Populasi sapi perah atau produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) Indonesia belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Menjadi ironis jika sebagian besar kebutuhan susu masih harus diimpor, mengingat potensi sumberdaya alam Indonesia menjadi peluang besar bagi pengembangan agribisnis persusuan.
Tantangan lain yang dihadapi adalah belum meratanya sentra-sentra peternakan sapi perah dan produsen susu sapi perah. Merujuk Outlook Susu Sapi 2019, sentra populasi sapi perah dan produksi susu sapi perah masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan tertinggi di Jawa Timur.
Menarik dicermati, dalam Direktori Perkembangan Konsumsi Pangan terlihat konsumsi susu di Provinsi Jawa Timur (2,8 kilogram per kapita per tahun) justru masih di bawah rerata nasional, yaitu 3,0 kilogram per kapita per tahun. Bahkan di bawah beberapa provinsi di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, termasuk Papua Barat.
Sentra populasi sapi perah dan produksi susu sapi perah masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan tertinggi di Jawa Timur.
Namun, perhatian lebih khusus perlu diberikan kepada beberapa provinsi yang konsumsi per kapita per tahunnya masih belum mencapai 2 kilogram, di antaranya Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Aceh, Papua, dan Nusa Tenggara Barat.
Di samping itu, tantangan produsen untuk memenuhi kebutuhan susu segar dan produk turunannya yang diperkirakan terus meningkat juga terjadi seiring dengan pertumbuhan populasi, pertumbuhan ekonomi, perbaikan tingkat pendidikan, kesadaran gizi, dan perubahan gaya hidup.
”Mengamankan” susu dengan tercukupinya kebutuhan masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya peran susu untuk perbaikan gizi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi semakin penting demi investasi baik bagi masa depan bangsa. Sesuai tema Hari Susu Sedunia, ”Safe Milk-Safe Nation”. (LITBANG KOMPAS)