”Project S” Tiktok Akan Datang, Seberapa Besar Ancamannya?
”Project S” dari Tiktok kini menjadi perbincangan. Proyek ini membuat Tiktok mampu mendominasi pasar sebuah negara secara utuh dari hulu ke hilir. Lantas, seberapa besarkah ancaman dari ”evolusi” Tiktok ini?
Meskipun relatif lebih baru, pergerakan Tiktok untuk mendominasi ruang digital Indonesia sangat cepat. Data dari We Are Social menunjukkan, lebih dari 109,9 juta warganet di Indonesia memiliki akun Tiktok.
Pesatnya pertumbuhan pengguna platform Tiktok di Indonesia tampak dari pertumbuhannya selama setahun terakhir dengan pertambahan pengguna baru sekitar 17 juta orang.
Dengan total pengguna di atas 109 juta, Indonesia menjadi negara dengan pengguna terbesar di dunia. Posisi Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat dengan pengguna Tiktok yang menembus angka 150 juta orang.
Lebih lanjut, negara dengan jumlah pengguna Tiktok yang tak kalah besar adalah Brasil dengan jumlah akun sebesar 84,1 juta per Januari 2023.
Baca juga: Tiktok Jadi Andalan Mencari Hiburan, Edukasi, dan Komedi
Tiktok kuasai Indonesia
Masifnya jumlah pengguna ini membuat Indonesia menjadi pasar yang sangat menggiurkan. Potensi ekonomi ini pun tak luput dari pengamatan Tiktok. Bahkan, aplikasi ini bisa dibilang cukup agresif untuk menggusur platform lain yang lebih dulu mencoba membangun pasar digital Indonesia.
Agresivitas Tiktok merangsek masuk pasar digital Indonesia ini terlihat dari daya jangkau iklan Tiktok. Hingga awal 2023, data dari ByteDance, perusahaan induk dari Tiktok di China, menunjukkan jangkauan iklan di aplikasi ini mampu mencapai 56,8 persen dari masyarakat Indonesia yang berusia di atas 18 tahun.
Artinya, Tiktok telah mampu mendorong konten yang diiklankan melalui platformnya untuk bisa dilihat lebih dari separuh orang dewasa di Indonesia.
Tingkat jangkauan ini relatif besar jika dibandingkan dengan media sosial lain. Sebagai perbandingan, jangkauan iklan di Youtube berada di kisaran 50 persen atau 6 persen lebih rendah dari Tiktok. Padahal, platform ini memiliki jumlah pengguna yang lebih besar hingga lebih dari 139 juta orang.
Dominasi Tiktok makin kentara jika dibandingkan dengan platform yang dimiliki oleh Meta, Instagram misalnya, tak lagi mampu bersaing dengan Tiktok.
Saat ini, jumlah pengguna Instagram di Indonesia berkisar di angka 89 juta orang atau lebih kecil sekitar 20 persen dibandingkan Tiktok. Dengan jumlah ini, iklan di Instagram hanya mampu mencapai 41,9 persen dari total warga dewasa di Indonesia.
Meski, jangkauan di Facebook masih relatif lebih baik. Per Januari 2023, jangkauan iklan di platform ini masih mampu menembus 43 persen dari pasar Indonesia.
Jangkauan ini menunjukkan bahwa Facebook mulai menuju masa senjanya, dengan penurunan jumlah jangkauan sebesar 10 juta akun atau setara 7,7 persen selama setahun ke belakang.
Baca juga: Tiktok sebagai Alternatif Kanal Berita Digital 2023
Mengenal ”Project S”
Memiliki jumlah pengguna lebih dari 1 miliar di seluruh dunia, Tiktok jadi salah satu platform media sosial terbesar saat ini. Besarnya basis pengguna ini memberikan keunggulan yang dapat dikonversi menjadi profit melalui model bisnis iklan. Setidaknya, hal inilah yang umum dilakukan oleh platform media sosial lain pendahulu Tiktok.
Peta bisnis Tiktok tak hanya berhenti soal jasa penyalur iklan saja. Salah satu pembeda dari Tiktok dalam hal bisnisnya adalah inovasinya dalam memadukan pengalaman bermedia sosial dan berbelanja.
Melalui fitur Tiktok shop, platform ini menggabungkan platform e-commerce dan media sosial, di mana para penggunanya dapat saling berinteraksi dan bertransaksi di kanal yang sama.
Tak berhenti sampai di situ, Tiktok juga mulai membangun sebuah proyek untuk menyempurnakan alur bisnisnya. Jika sebelumnya sudah mampu membuat jalur distribusi dan pemasaran melalui aplikasinya, kini Tiktok tengah menyiapkan kemampuannya untuk memproduksi barang dagangannya sendiri.
Pedagang menawarkan sepatu kepada para pengguna media sosial Tiktok saat siaran langsung di kios Blok A Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023).
Sampai sekarang masih belum ada nama resmi dari proyek terbaru dari Tiktok ini. Berdasarkan penelusuran dari Financial Times, proyek ini disebut ”Project S” oleh pihak-pihak internal dari Tiktok. Namun, nama dan bentuknya bisa berubah-ubah di tiap negara.
Pada pertengahan Juni lalu, fitur ini mulai diuji coba di Inggris dengan nama Trendy Beat. Dalam fitur terbaru ini, Tiktok menjajakan berbagai barang mulai dari pernak-pernik, seperti pembersih telinga hingga pakaian. Dalam etalase ini, Tiktok memajang berbagai produk terpopuler yang videonya paling banyak dilihat oleh pengguna.
Dilihat dari permukaan, Trendy Beat hanya terlihat sebagai fitur baru di aplikasi Tiktok. Namun, ketika ditilik lebih dalam, terdapat sebuah pola yang mengkhawatirkan dari fitur tersebut. Anehnya, barang-barang yang dijual di dalam fitur ini semuanya diproduksi oleh anak perusahaan Byte Dance yang berlokasi di Singapura.
Baca juga: Medsos Bernuansa Tiktok, Wujud Dominasi dan Kebuntuan Inovasi
Potensi ancaman
Meskipun belum resmi diluncurkan, prototipe ”Project S” yang diluncurkan di Inggris ini menunjukkan ancaman yang nyata. Selama ini, Tiktok menyediakan lapak bagi para pengusaha di sebuah negara untuk menjual dagangannya.
Namun dengan adanya fitur ini, Tiktok pun akan menjajakan produk-produknya sendiri, menjadi pesaing dari para pedagang yang sebelumnya bernaung di dalamnya.
Jika sehat, tentu persaingan dagang adalah hal yang biasa. Bahkan, persaingan dagang yang sehat justru baik bagi sebuah pasar, memberikan keuntungan bagi para pembeli agar bisa mendapat barang dengan kualitas terbaik di harga yang paling terjangkau.
Namun, persaingan yang ditimbulkan oleh fitur baru Tiktok ini tidak bisa dibilang sehat. Sebagai pemilik platform, Tiktok sebagai produsen dan penjual memiliki kemampuan untuk memanipulasi konten mana yang akan menjadi populer. Pada akhirnya, produk-produk di kategori terpopuler hanyalah yang ia produksi saja.
Tampilan dari layanan berbagi video singkat Tiktok yang memanfaatkan gawai untuk membuat konten hiburan, Rabu (18/9/2019).
Tak hanya itu, algoritma yang dimiliki oleh platform Tiktok juga bisa mengetahui produk apa saja yang diminati oleh pasar di sebuah negara. Dengan kemampuan riset pasar tersebut, Tiktok akan mampu melihat produk unggulan di pasar tertentu, kemudian menjiplaknya dan menjualnya di pasar tersebut dengan harga yang lebih murah.
Dengan modal dan skala produksi yang terbatas, tak mudah bagi para pebisnis untuk bisa bersaing dengan Tiktok. Bagaimanapun, Tiktok adalah perusahaan multinasional dengan modal besar. Bagi perusahaan ini, mudah saja untuk membuat fasilitas produksi masif dalam waktu singkat untuk menguasai sebuah pasar.
Tak ayal, reaksi pemerintah terhadap ancaman proyek baru Tiktok ini tidaklah berlebihan. Tanpa adanya regulasi yang jelas, pasar Indonesia bisa dibanjiri oleh produk-produk impor dengan harga sangat murah. Apabila hal ini terjadi, sulit bagi pemerintah untuk bisa membentengi pelaku UMKM agar bisa tetap bersaing. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Tiktok Lampaui Google, Dinamika Tren Konten Digital 2022