Penerima Beasiswa LPDP Dituntut Pulang dan Berkarya untuk Negeri
Penerima beasiswa pemerintah merupakan bagian dari investasi negara yang dinilai penting sebagai aset masa depan bangsa.
Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi pemerintah dalam mencetak sumber daya manusia berkualitas unggul. Anggaran ratusan triliun rupiah dialokasikan dengan harapan para aset bangsa akan turut aktif membangun bangsa setelah mereka selesai menuntut ilmu.
Beberapa hari terakhir ramai pembicaraan tentang beasiswa LPDP, beasiswa studi lanjut yang ditanggung oleh pemerintah. Kata ”LPDP” pun bertengger di jajaran Top 10 trending topic di media sosial Twitter setidaknya hingga hari Minggu, 6 Agustus 2023.
Perbincangan itu mulai ramai sejak Presiden Joko Widodo meminta para penerima beasiswa LPDP kembali ke Tanah Air setelah masa studi di luar negeri selesai. ”Setelah pulang, setelah studi, berkaryalah! Ilmunya jangan diendapkan untuk diri sendiri. Dan yang paling penting, saya titip, pulang! Pulang! Pulang!” ujar Presiden dalam puncak acara LPDP Festival 2023 (Kompas, 3/8/2023).
Pernyataan Presiden Jokowi itu menimbulkan pro dan kontra. Sebagian menyatakan sepakat dengan Presiden karena menilai para penerima beasiswa berutang pada negara. Sebagian lainnya berpendapat berbeda lantaran menilai sering kali negara abai terhadap keahlian putra-putri terbaik bangsa seusai mereka menimba ilmu di dalam atau di luar negeri. Para pelajar yang menuntut ilmu di luar negeri sebagian enggan pulang dengan alasan mendapatkan kualitas kehidupan lebih baik di luar negeri daripada di Indonesia.
Baca juga: Presiden Jokowi Ajak Penerima Beasiswa LPDP Pulang dan Berkarya di Tanah Air
Kegelisahan tidak kembalinya sebagian penerima beasiswa itu sejatinya bukan fenomena baru. Awal tahun 2023, Direktur Utama LPDP Andin Hadiyanto mengungkap adanya 413 penerima beasiswa tidak pulang ke Indonesia.
Alasannya, antara lain, penerima beasiswa menikah dengan warga negara tempat belajarnya, melanjutkan studi doktoral, hingga gaji di luar negeri lebih tinggi. Presiden pun sejatinya mengakui hal tersebut. ”Meskipun gaji di sini mungkin lebih rendah sedikit, tetap pulang!” harap Presiden.
Aset bangsa
Permintaan presiden agar para penerima beasiswa LPDP pulang ke Tanah Air ini tak lepas dari tujuan menghadirkan sumber daya manusia unggul sebagai motor penggerak kemajuan bangsa sesuai semangat awal hadirnya beasiswa LPDP.
LPDP merupakan satuan kerja di bawah Kementerian Keuangan. Tugasnya mengelola dana abadi yang salah satu peruntukannya untuk bidang pendidikan. LPDP ditetapkan sebagai lembaga berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) pada 30 Januari 2012 seusai disahkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 18/KMK.05/Tahun 2012.
Dalam visinya disebutkan, LPDP menjadi lembaga pengelola dana terbaik untuk mempersiapkan pemimpin masa depan serta mendorong inovasi bagi Indonesia yang lebih sejahtera, demokratis, dan berkeadilan. Caranya, melalui pembiayaan pendidikan atau beasiswa.
LPDP menetapkan fokus pada pengembangan kualitas SDM di berbagai bidang guna menunjang percepatan pembangunan Indonesia. Beberapa bidang yang menjadi prioritas, antara lain teknik, sains, pertanian, ekonomi, kedokteran, hukum, dan sosial-budaya. Dengan kata lain, LPDP bertujuan mencetak generasi unggul yang tersebar di berbagai bidang untuk masa depan bangsa yang lebih baik.
Baca juga: Menyiapkan Jejaring Internasional Tangguh Menuju Indonesia Emas
Melihat fondasi awal tersebut, tak berlebihan rasanya jika presiden sebagai representasi simbol negara meminta para penerima beasiswa untuk kembali dan membangun negeri. Apalagi, Indonesia menghadapi bonus demografi. Peran aset bangsa yang sudah disiapkan melalui pembiayaan pendidikan menjadi sangat diperlukan.
Selama ini tidak sedikit alumni LPDP yang telah kembali dan melahirkan ragam inovasi. Salah satunya Widya Putri (32), lulusan S-2 Manajemen Mutu Makanan di Wageningen University, Belanda. Setelah lulus dari studinya melalui beasiswa LPDP, ia mendirikan usaha rintisan Mushome pada 2016. Ia memproduksi beragam produk olahan pangan sehat dari jamur yang sebelumnya banyak diimpor dari China dan Taiwan (Kompas.id, 18/5/2022).
Kontribusi para penerima beasiswa sangat dinanti di tengah percaturan global yang kian kompetitif. Pengalaman belajar dari luar negeri menjadi bekal berharga untuk dapat diadopsi di negeri sendiri. Terlebih, kini Indonesia tengah gencar melakukan hilirisasi industri di berbagai sektor. Peran para lulusan luar negeri menjadi penting untuk menyelaraskan antara kebutuhan SDM dan dunia usaha yang kian kompetitif.
Investasi negara
Selain harapan kontribusi yang besar dari para penerima beasiswa pendidikan luar negeri, tuntutan kembali ke Tanah Air tak lepas dari banyaknya anggaran yang telah digelontorkan. Keputusan negara membiayai pendidikan mahasiswa hingga ke luar negeri merupakan bagian dari investasi pemerintah untuk masa depan.
Dalam pembiayaannya, beasiswa yang disalurkan menggunakan skema dana abadi (DA), khususnya di bidang pendidikan. Namun, bidang pendidikan sendiri dibagi ke dalam empat kelompok, yakni pendidikan, penelitian, perguruan tinggi, dan kebudayaan.
Tahun ini, secara keseluruhan, alokasi dana abadi di bidang pendidikan sebesar Rp 20 triliun. Lebih rinci, DA pendidikan mendapatkan alokasi yang paling besar, yakni Rp 10 triliun, termasuk dana abadi pesantren. Sisanya dibagi untuk DA penelitian Rp 5 triliun, DA perguruan tinggi Rp 3 triliun, dan DA kebudayaan Rp 2 triliun.
DA pendidikan merupakan akumulasi dana dalam bentuk dana abadi yang berasal dari alokasi anggaran pendidikan tahun-tahun sebelumnya. Dana itu dimaksudkan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya. Berbeda dengan anggaran APBN pada umumnya, dana abadi tidak harus habis dalam periode satu tahun masa anggaran.
Baca juga: Beasiswa Kuliah untuk Masyarakat dan ASN Diperbanyak
Dari alokasi DA pendidikan senilai Rp 10 triliun, LPDP menyalurkan dana beasiswa sebesar Rp 2,23 triliun. Anggaran itu dibagi dalam tiga program. Pertama, beasiswa khusus LPDP dengan anggaran Rp 1,5 triliun. Kedua, beasiswa program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan anggaran Rp 533 miliar. Terbaru adalah beasiswa program Kementerian Agama yang ditargetkan memakan anggaran Rp 171 miliar. Tahun lalu, realisasi penyaluran beasiswa dari DA pendidikan lebih besar, mencapai Rp 4,19 triliun.
Pada awal terbentuknya LPDP, DA yang dialokasikan hanya Rp 1 triliun. Seiring berjalannya waktu, dana abadi terus berkembang hingga mencapai Rp 139,1 triliun di tahun ini. Sejak tahun 2020, pemerintah mengupayakan untuk mengalokasikan dana abadi di bidang pendidikan setidaknya Rp 20 triliun dalam satu tahun dan disesuaikan dengan kemampuan APBN negara.
Lantaran alokasi anggaran tidak harus dibelanjakan seluruhnya atau wajib habis dalam satu tahun, LPDP sebagai pengelola dana abadi melakukan investasi pada berbagai instrumen. Imbal hasil di tahun 2023 diperkirakan Rp 4,93 triliun.
Hingga 3 Agustus 2023, beasiswa khusus LPDP telah disalurkan kepada 40.174 putra-putri terbaik bangsa. Selanjutnya, penerima beasiswa program Kemendikbudristek sebanyak 159.752 mahasiswa dan 20.089 mahasiswa untuk program Kementerian Agama. Secara total, LPDP sebagai pengelola dana abadi telah membiayai lebih dari 220.000 mahasiswa, generasi unggul penerus bangsa.
Dalam catatan nota keuangan APBN, dengan jelas pemerintah mengelompokkan dana abadi ke dalam pembiayaan investasi yang disalurkan kepada badan layanan usaha, yakni LPDP. Jadi, dapat diartikan bahwa penerima beasiswa itu merupakan bagian dari investasi pemerintah yang dianggap penting sebagai aset bangsa di masa depan.
Komitmen
Upaya pemerintah mencetak generasi unggul itu dilaksanakan dengan komitmen yang tinggi. Indikasinya terlihat dari konsistennya alokasi dana yang diperuntukkan bagi program beasiswa. Jika disandingkan, anggaran beasiswa LPDP tahun 2023 hampir setara dengan APBD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2023 yang mencapai Rp 2,5 triliun.
Secara akumulatif, dana abadi bidang pendidikan yang dialokasikan sebesar Rp 20 triliun per tahun dapat membiayai belanja Kepulauan Bangka Belitung untuk sewindu atau untuk membiayai belanja APBD Daerah Istimewa Yogyakarta selama empat tahun.
Baca juga: Beasiswa dan Pendanaan Bersama Perluas Akses Kuliah di Luar Negeri
Dapat dibayangkan betapa besar komitmen negara untuk melahirkan generasi unggul melalui skema beasiswa tersebut. Oleh karena itu, wajar apabila pemerintah menuntut kepada para penerima beasiswa negara itu untuk kembali dan berkarya bagi ibu pertiwi.
Meski demikian, terlepas dari segala kewajiban mengabdi pada negeri, negara pun harus terbuka mendengar beragam saran. Persoalan pendapatan yang dianggap lebih rendah daripada penghasilan di luar negeri dapat kembali dikaji sebagai bentuk apresiasi atas upaya para lulusan dalam berkontribusi membangun negeri.
Penting juga untuk benar-benar memberi ruang bagi para lulusan untuk berkarya. Ini dapat dimulai, misalnya, dengan menghadirkan sistem seleksi jabatan dengan jujur dan transparan. Langkah itu dapat diikuti dengan kebijakan reformasi birokrasi yang terbuka dan akuntabel untuk membuka daya tarik bagi generasi bangsa mengabdi di bidang pemerintahan.
Bidang pemerintahan bukan satu-satunya ruang yang bisa dimaksimalkan para alumnus beasiswa untuk berkarya. Pengabdian juga bisa dilakukan dengan terjun langsung ke publik melalui bidang kewirausahaan dan pemberdayaan masyarakat. Pada akhirnya, komitmen pemberi dan penerima beasiswa benar-benar dinanti. (LITBANG KOMPAS)