Pendidikan Vokasi, Menjawab Tantangan Disrupsi Teknologi
Pekerjaan dengan kompetensi tinggi bidang teknologi menjadi tantangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi.
Kehadiran revolusi industri keempat atau Revolusi Industri 4.0 dalam kehidupan manusia dengan segala konsekuensinya tidak dapat ditolak. Semua negara sedang menghadapi pertumbuhan dan perombakan industri serta teknologi yang begitu cepat. Indonesia juga sedang menikmati bonus demografi, yaitu pada tahun 2020-2030 diperkirakan sekitar 70 persen penduduknya berusia produktif.
Kondisi ini menjadi tantangan berat untuk dapat memanfaatkan momentum bonus demografi tersebut dengan menyiapkan penduduk usia produktif menjadi sumber daya manusia (SDM) yang mampu menghadapi akselerasi perkembangan teknologi.
Hal ini dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal dalam persaingan global yang semakin ketat. Memperkuat pendidikan yang menghasilkan SDM terampil menjadi salah satu solusi.
Presiden Joko Widodo dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2019 menegaskan, fokus dunia pendidikan saat ini adalah untuk memberikan keterampilan kerja bagi generasi muda.
Pendidikan dan pelatihan vokasi akan semakin diperkuat seiring bergesernya strategi pembangunan dari pembangunan infrastruktur fisik menjadi pembangunan manusia. ”Kita ingin pendidikan yang fokus pada keterampilan bekerja. Ini sangat penting,” pesan Presiden Jokowi.
Baca juga : Program Sarjana Terapan Belum Populer di Masyarakat
Pembangunan SDM
Presiden Jokowi menyampaikan, kunci bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri dalam memenangi persaingan terletak pada kualitas SDM. Oleh karena itu, pembangunan SDM menjadi fokus Indonesia pada 2020-2024 yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Salah satu dari tujuh agenda pembangunan untuk mengelaborasi empat pilar dalam RPJMN tersebut adalah meningkatkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing.
Program kerjanya antara lain membangun SDM pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerja sama industri dan talenta global.
Untuk memperkuat fokus dan pengendalian program, pelaksanaan RPJMN 2020-2024 diperkuat dengan penyusunan Major Project, di antaranya yang terkait dengan SDM adalah program pendidikan dan pelatihan vokasi untuk Industri 4.0. Hal ini mengingat salah satu target dalam RPJMN 2020-2024 adalah menurunkan tingkat pengangguran terbuka di kisaran 4-4,6 persen.
Pemerintah memberikan perhatian besar terhadap masa depan generasi muda bangsa. Hal itu diwujudkan antara lain dengan menempatkan pendidikan vokasi pada posisi penting dalam strategi pengembangan SDM. Kualitas SDM yang kuat menjadi modal bagi Indonesia agar bisa keluar dari ketertinggalan dan menjadi negara maju.
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian pada tahun 2018 juga telah menyusun inisiatif ”Making Indonesia 4.0” untuk mengimplementasikan strategi dan Peta Jalan Revolusi Industri keempat di Indonesia.
Peta jalan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintah, asosiasi industri, pelaku usaha, penyedia teknologi, hingga lembaga riset dan pendidikan.
Salah satu dari 10 prioritas nasional dalam inisiatif Making Indonesia 4.0 adalah peningkatan kualitas SDM sebagai hal penting untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan Making Indonesia 4.0.
Indonesia berencana untuk merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada STEAM (science, technology, engineering, the arts, mathematics), menyelaraskan kurikulum pendidikan nasional dengan kebutuhan industri di masa mendatang.
Indonesia juga akan bekerja sama dengan pelaku industri dan pemerintah asing untuk meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, sekaligus memperbaiki program mobilitas tenaga kerja global untuk memanfaatkan ketersediaan SDM dalam mempercepat transfer kemampuan.
Baca juga : Sarjana Terapan Menjawab Kebutuhan Industri
Prospek pendidikan vokasi
Fokus pada pendidikan vokasi juga diperkuat dengan terbitnya Perpres Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi, yang menyebut bahwa sumber daya manusia/tenaga kerja kompeten yang produktif dan berdaya saing dapat diwujudkan melalui penyelenggaraan pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi yang efektif dan efisien.
Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi dilakukan dengan tuiuan antara lain meningkatkan akses, mutu, dan relevansi penyelenggaraan pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan membekali sumber daya manusia/tenaga kerja dengan kompetensi untuk bekerja dan/atau berwirausaha.
Oleh karena itu, dibutuhkan sertifikasi kompetensi untuk pengakuan dan penjaminan mutu dari pendidikan dan pelatihan vokasi yang dilakukan.
Dari tahun 2006 hingga Juli 2023, Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sudah mengeluarkan 7.995.017 sertifikat kompetensi bagi tenaga kerja Indonesia.
Tren jumlah penerima sertifikasi profesi cenderung meningkat sejak awal lembaga ini berdiri tahun 2006 hingga 2010, kemudian terjadi penurunan sampai tahun 2014 hanya mengeluarkan 115.039 sertifikasi.
Setelah itu, trennya kembali meningkat hingga tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19 mencapai 911.152 dalam setahun. Setelah pandemi, jumlah penerima sertifikasi kompetensi mencapai angka tertinggi pada tahun 2022, hingga menyentuh angka 1 juta.
Semakin banyak tenaga kerja di Indonesia yang memiliki sertifikasi profesi, artinya semakin kompeten SDM Indonesia yang mempunyai modal untuk berkompetisi.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengarusutamakan pendidikan vokasi, baik pendidikan kejuruan maupun pendidikan tingginya, menunjukkan pendidikan vokasi mempunyai prospek yang bagus sebagai solusi untuk menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja terampil pada era revolusi industri keempat.
Hal ini karena pendidikan vokasi mengacu pada penguasaan keahlian tertentu. Oleh karena itu, pendidikan vokasi pun diarahkan menjadi Vokasi 4.0, yaitu di antaranya dirancang untuk memenuhi tuntutan industri dan transformasi digital di berbagai sektor (skill-based).
Langkah ini berfokus pada pengembangan keterampilan komprehensif termasuk kecerdasan emosional, berpikir kritis, dan kreativitas (adaptive dan adaptable); serta menumbuhkan semangat kewirausahaan dan inovasi (entrepreneurial).
Meski demikian, pengembangan pendidikan vokasi masih menghadapi tantangan terutama angka pengangguran terdidik dari tingkat pengangguran terbuka tertinggi, berasal dari pendidikan vokasi. Pada Februari 2023 pengangguran mencapai 9,6 persen untuk SMK dan 5,91 persen dari diploma I/II/III. Artinya, 14,5 persen angka pengangguran terbuka berlatar belakang pendidikan vokasi.
Meski trennya sudah semakin menurun, tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak diserap oleh pasar tenaga kerja dari lulusan pendidikan vokasi masih tinggi.
Hal ini menjadi catatan bagi para pemangku kepentingan, baik pemerintah, lembaga pendidikan, industri, dan masyarakat untuk bersama-sama lebih menguatkan sinergi. Industri tidak hanya menunggu di ujung, tetapi semakin banyak dukungan industri yang mau terlibat mulai dari penyusunan kurikulum sampai pendampingan peserta didik.
Masyarakat juga diharapkan semakin meningkatkan minatnya untuk turut mengembangkan pendidikan vokasi dengan tidak menganggap pendidikan vokasi sebagai pendidikan ”kelas dua”.
Dengan demikian, cita-cita membangun SDM yang terampil dan berdaya saing bisa terwujud. Indonesia memiliki tenaga kerja ahli dan terampil yang mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan industri. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Pendidikan Diploma III Ditingkatkan Jadi Sarjana Terapan