Menciptakan Infrastruktur Transportasi Berkelanjutan
Dibutuhkan komitmen mewujudkan infrastruktur angkutan publik ramah lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan.
Infrastruktur angkutan publik yang ramah lingkungan diperlukan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Implementasinya membutuhkan komitmen pemangku kebijakan.
Ekonomi nasional yang terus tumbuh mendorong mobilitas penduduk. Penambahan panjang jalan dan peningkatan kualitas infrastrukturnya pun harus dilakukan guna mendukung tingginya aktivitas masyarakat.
Pada kurun satu dekade terakhir, total panjang jalan di Indonesia bertambah 59.802 kilometer, yakni dari 486.314 kilometer pada tahun 2010 menjadi 546.116 kilometer pada 2021. Pertambahan panjang jalan ini disertai peningkatan kualitas infrastruktur fisiknya. Jalan beraspal bertambah signifikan dalam kurun 10 tahun terakhir. Pada 2010, panjangnya masih 277.755 kilometer, sementara pada 2021, panjang jalan beraspal menjadi 366.301 kilometer.
Penambahan panjang jalan dan peningkatan kualitas infrastruktur ini sejalan dengan bertambahnya jumlah kendaraan yang beroperasi. Pada 2015, akumulasi kendaraan bermotor di Indonesia sekitar 105 juta unit. Selang tujuh tahun kemudian, pada 2022, jumlah kendaraan itu meningkat menjadi 148 juta unit. Angka ini merupakan akumulasi dari mobil penumpang, truk, bus, dan sepeda motor.
Jenis kendaraan yang beredar di jalanan Indonesia sebagian besar, yakni 85 persen, adalah sepeda motor. Setelah itu, ada mobil penumpang 12 persen, bus penumpang sekitar 4 persen, dan truk angkutan barang kurang dari 1 persen.
Proporsi kendaraan bermotor ini mengindikasikan tingginya ketergantungan penduduk Indonesia terhadap transportasi milik pribadi, terutama sepeda motor. Fenomena ini setidaknya memiliki dua makna. Pertama, tingkat kepemilikan sepeda motor yang sangat tinggi di Indonesia disebabkan fleksibilitasnya. Sepeda motor dapat bermanuver di jalan-jalan sempit perkotaan, relatif terhindar dari kemacetan, dan dapat digunakan hingga daerah-daerah perdesaan.
Kedua, jumlah sepeda motor yang besar mengindikasikan layanan jaringan transportasi umum belum maksimal. Masyarakat pun merasa perlu menyediakan transportasi pribadi untuk mobilitas setiap saat.
Baca juga: Strategi Peralihan ke Transportasi Publik Mesti Jelas
Fenomena tersebut perlu dicermati oleh para pemangku kebijakan, baik di level pusat maupun daerah. Semakin banyak jumlah kendaraan bermotor di jalanan, semakin banyak pula bahan bakar minyak (BBM) yang harus disediakan oleh pemerintah. Hal ini menambah beban keuangan negara karena pemerintah dituntut untuk mengimpor BBM kian banyak dan memberikan subsidi yang semakin besar.
Di sisi lain, dominasi kendaraan pribadi harus menjadi pelecut pemerintah agar terus berupaya meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana angkutan publik. Pemerintah harus mampu menyediakan infrastruktur angkutan publik yang berkualitas, aman, dan nyaman agar animo penggunanya terus bertambah.
Prinsip memprioritaskan transportasi massal sangat penting karena selain dapat mengatasi kemacetan dan menghemat keuangan negara, langkah ini juga berperan penting dalam mendukung konsep pembangunan berkelanjutan. Dengan beralih menggunakan angkutan publik, emisi karbon yang dihasilkan dalam aktivitas masyarakat semakin berkurang. Dengan demikian, kebijakan itu turut mereduksi emisi karbon.
Gagasan capres-cawapres
Dengan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, rencana pemerintah untuk menciptakan tata kelola transportasi massal menjadi sangat krusial. Visi dan misi para pemimpin, baik di level pusat maupun daerah, sangat penting untuk mewujudkan skenario transportasi publik yang andal. Maka, program para capres-cawapres dalam Pemilihan Presiden 2024 sangat penting diperhatikan untuk melihat keseriusan mereka dalam menciptakan layanan transportasi massal.
Melihat visi-misi para capres-cawapres yang didapat dari laman Komisi Pemilihan Umum (KPU), terlihat bahwa semua kandidat menyinggung isu transportasi publik. Pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, yang mengusung visi ”Indonesia Adil Makmur untuk Semua” berupaya membangun kemakmuran dengan menciptakan jaringan logistik dan transportasi yang murah serta efisien.
Dalam misi keempat dari delapan jalan perubahan yang diusung pasangan Amin disebutkan rencana untuk mencapai kota yang maju dan berdaya saing. Salah satu poin skenarionya adalah mengakselerasi pengembangan sistem transportasi umum massal di kota-kota strategis. Sistem ini terdiri dari angkutan umum berbasis rel dan jalan sebagai moda utama yang terintegrasi dengan sistem mobilitas aktif serta kendaraan bebas emisi.
Baca juga: Angkutan Massal, Solusi Reduksi Emisi Karbon Sektor Transportasi
Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang mengusung visi ”Bersama Indonesia Maju” menekankan pentingnya konektivitas antarmoda transportasi. Pasangan ini berupaya menyinergikan pembangunan jaringan transportasi (darat, laut, udara) dan pengembangan kawasan strategis yang dilakukan secara terintegrasi dalam konsep perencanaan serta pengelolaan yang terpadu. Selain itu, dibentuk kelembagaan integrator dari arus barang untuk mengoordinasi layanan transportasi multimoda dan distribusi logistik. Kandidat nomor urut 2 ini berusaha menyediakan transportasi publik murah bagi pekerja dan rakyat tidak mampu.
Pasangan berikutnya, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang mengusung visi ”Menuju Indonesia Unggul, Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari,” turut berupaya membangun aksesibilitas transportasi yang kian baik. Pasangan nomor urut 3 ini berupaya mengintegrasikan ”4T”. Skenario program ini adalah menghubungkan tempat tinggal dan tempat kerja dengan sarana transportasi yang masif, nyaman, murah, dan tepat waktu, disertai penyediaan trotoar yang ramah pejalan kaki.
Jejak kebijakan
Dari rencana program tersebut terlihat ketiga kandidat capres-cawapres memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas transportasi di Indonesia, termasuk peningkatan pelayanan angkutan publik.
Baca juga: Keberpihakan pada Transportasi Massal Perlu Terus Didorong
Menurut catatan Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, sejumlah kandidat capres-cawapres saat ini memiliki pengalaman dalam pengembangan transportasi massal. Capres Anis Baswedan memiliki pengalaman mengelola bus Transjakarta dengan nilai subsidi Rp 4,3 triliun per tahun serta sudah melayani sekitar 88 persen wilayah DKI Jakarta.
Cawapres Gibran Rakabuming Raka memiliki pengalaman pengoperasian bus Batik Solo Trans dengan menyisihkan subsidi dari APBD Kota Surakarta senilai Rp 15 miliar. Pengalaman serupa dimiliki capres Ganjar Pranowo dalam mengelola bus Trans Jateng yang disubsidi Rp 104 miliar dari APBD Provinsi Jawa Tengah.
Dengan pengalaman tersebut, dapat dipastikan setiap kandidat memiliki formula guna mengembangkan transportasi massal di Indonesia. Diharapkan, para pemimpin yang terpilih nanti dapat memberikan yang terbaik bagi negeri ini. Pembangunan terus berlanjut tanpa meninggalkan semangat melestarikan lingkungan demi generasi mendatang yang lebih baik. (LITBANG KOMPAS)