Digitalisasi UMKM Menjadi Fokus Para Calon Pemimpin Negeri
Peran pemangku kebijakan dibutuhkan untuk mendorong digitalisasi ke semua sektor ekonomi, tak terkecuali sektor UMKM.
Digitalisasi adalah sebuah keniscayaan dalam menopang kemajuan ekonomi nasional. Peranan digitalisasi sangat penting dalam mengakselerasi penetrasi pasar sehingga mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Peran para pemangku kebijakan dibutuhkan untuk terus mendorong digitalisasi ke selmua sektor ekonomi, tak terkecuali sektor usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM, yang berkontribusi besar bagi perekonomian nasional.
Setelah dua bulan absen sebagai media belanja daring, tepat pada Hari Belanja Online Nasional pada 12 Desember lalu, Tiktok Shop kembali beroperasi. Tak sendirian, kini Tiktok menggandeng Tokopedia, salah satu e-dagang (e-commerce) terbesar di Indonesia, untuk kembali berselancar di pasar digital.
Kerja sama tersebut dilakukan lantaran Pemerintah Indonesia melarang media sosial digunakan sebagai sarana bertransaksi. Media sosial, seperti Tiktok, hanya boleh digunakan sebagai media promosi. Aktivitas jual-beli daring hanya dapat dilakukan oleh lokapasar (marketplace) daring yang sudah terstandardisasi. Melihat besarnya potensi pasar Indonesia, tim manajemen Tiktok terus berupaya memperluas bisnis e-dagang di Indonesia.
Menyadari panjangnya proses pembentukan lokapasar baru dengan jaringan logistiknya, Tiktok memilih berinvestasi di lokapasar yang sudah beroperasi di Indonesia, yaitu bersama dengan Tokopedia. Kesepakatan itu dilakukan setelah Tiktok juga melakukan beberapa penjajakan kerja sama dengan Bukalapak dan CT Corp.
Baca juga : Tiktok dan Tokopedia Dikabarkan Capai Kesepakatan Investasi
Tanggapan
Beragam respons pun mewarnai kesepakatan tersebut. Optimisme muncul dari sejumlah pihak yang meyakini bahwa merger keduanya mampu meningkatkan skala ekonomi digital di Indonesia. Tokopedia diprediksi mampu meningkatkan skala pasarnya berkat dukungan daya pengaruh yang besar dari Tiktok.
Apalagi, jumlah penggunanya sangat besar. Merujuk data We are Social pada Oktober 2023, pengguna Tiktok di Indonesia mencapai 106,5 juta akun. Populasi pengguna Tiktok di Indonesia ini merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Dengan demikian, Tokopedia sebagai lokapasar buatan Indonesia diharapkan mampu mengungguli Shopee atas penguasaan terbesarnya di pasar digital Indonesia. Sebagai informasi, keduanya bersaing ketat memperebutkan pasar daring di negeri ini. Shopee menguasai 36 persen pangsa pasar, sementara Tokopedia 35 persen (Kompas, 12/12/2023).
Di lain sisi, merger e-commerce dan media sosial yang tumbuh ekspansif itu digadang-gadang mampu mendongkrak kemajuan UMKM di Indonesia. Tokopedia dibentuk dengan misi pemerataan ekonomi secara digital dengan salah satu fokus utamanya adalah UMKM.
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2023 merekam, Tokopedia menjadi salah satu primadona para pelaku UMKM saat ini. Sebanyak 73,7 persen dari 1.000 UMKM dan korporasi yang tersebar di Indonesia memilih Tokopedia sebagai mitra penjualan mereka. Selanjutnya, disusul Lazada 38,8 persen dan Shopee sebesar 34,3 persen. Proporsi penjualan ini kian menguatkan posisi Tokopedia yang berkolaborasi dengan Tiktok untuk meningkatkan penetrasi pasar digital sektor UMKM Indonesia.
Baca juga : Janji untuk UMKM Indonesia
Meski demikian, muncul keraguan apakah Tiktok akan benar-benar mengakselerasi usaha skala mikro menengah di Indonesia. Pasalnya, selama ini Tiktok dikenal dengan produk-produk impor dari China sebagai negara asalnya.
Kekhawatiran itu juga disebabkan adanya indikasi penguasaan Tiktok terhadap Tokopedia lantaran besarnya nilai investasi yang disuntikkan, mencapai Rp 23,38 triliun dalam jangka panjang. Bahkan, disebut-sebut Tiktok mengambil alih saham mayoritas ”keranjang hijau” itu sehingga muncul keraguan lain lagi berupa keamanan data pribadi pengguna aplikasi e-dagang itu.
Menjadi wadah
Terlepas dari apa pun tanggapan atas duet raksasa platform digital tersebut, upaya untuk memajukan UMKM harus terus diprioritaskan. Bagaimanapun, UMKM adalah entitas terbesar unit usaha di Indonesia. Kontribusinya pada ekonomi negara mencapai 61,9 persen tahun ini. Serapan tenaga kerjanya pun sangat besar, yakni 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia.
Idealnya, platform digital yang tersedia saat ini dapat menjadi wadah bagi UMKM untuk memperluas jangkauan pasarnya. Di tengah kegundahan akibat disrupsi teknologi dan banjirnya produk impor, penguatan UMKM wajib untuk dilakukan. Digitalisasi mestinya tak lagi hanya dikenalkan kepada UMKM, tetapi juga wajib untuk diaplikasikan. Sebab, digitalisasi adalah suatu keniscayaan sehingga perlu ada adaptasi, implementasi, dan juga evaluasi.
Hal itu sebagaimana dikatakan R Wijaya Kusumawardhana, Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (6/12/2023). Menurut dia, gempuran barang impor bukan satu-satunya persoalan bagi UMKM di era ekonomi digital. Kemauan UMKM itu sendiri untuk beradaptasi dengan teknologi menjadi kunci agar para pelakunya tetap mampu bersaing di segala situasi.
Sebagai salah satu kementerian yang bertanggung jawab di bidang teknologi, Kemenkominfo mengambil peran untuk turut mengurai benang kusut perdagangan digital yang kini tengah terjadi di Indonesia. Ada sejumlah ide atau gagasan yang sedang dikumpulkan dan direncanakan Kemenkominfo guna membenahi tata kelola perdagangan digital di negeri ini.
Dalam diskusi khusus bertajuk ”Peluang dan Tantangan Social Commerce di Era Digital dalam Mendukung Perekonomian Nasional” yang di digelar di Semarang, Rabu (6/12/2023), disebutkan sejumlah gagasan tersebut. Hadir dalam diskusi itu Hanung Harimba Rachman, Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM, serta Rifan Ardianto, Direktur Perdagangan melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan. Keduanya memaparkan potret pasar digital di Indonesia serta beragam tantangan dan peluangnya.
Baca juga : Tiktok Shop Kembali, Regulasi Perlu Segera Disiapkan
Dalam diskusi itu, turut hadir Roy Wibisono, pemilik Naruna, kafe dan kelas tembikar di Salatiga, Jawa Tengah. Di hadapan puluhan pelaku UMKM di Semarang, Roy menceritakan lika-liku memperjuangkan usaha keramik miliknya yang kini telah merambah pasar luar negeri. Keramik buatannya kini beredar di belasan negara, di antaranya Amerika Serikat, Hong Kong, Singapura, Qatar, dan Arab Saudi. Tak hanya itu, produk UMKM buatan tangan (handmade)itu kini sedang dalam proses menjajaki kerja sama dengan lima negara lain.
Roy meyakinkan para pelaku UMKM yang hadir bahwa usaha kecil pun dapat melakukan ekspansi jika dikelola dengan benar. Teknologi menjadi salah satu kuncinya. ”Jangan takut dan anti terhadap teknologi. Keramik saya dikenal dunia berkat teknologi dan media sosial,” ucapnya.
Roy bercerita, mulanya dirinya menumpang di warung bubur kacang hijau sebelah rumahnya untuk memasarkan produk secara daring (online). Kini usahanya pun telah merambah ke bidang kuliner.
Kisah Roy memantik semangat para pelaku UMKM lain untuk turut beradaptasi terhadap teknologi dan digitalisasi. Para wirausaha yang hadir dan didominasi generasi X itu mengaku cukup kesulitan mengoperasikan teknologi dan media sosial.
Jika keinginan untuk mengadopsi teknologi tersebut muncul di semua pelaku usaha kecil, tidak mustahil UMKM akan turut berjaya. Sayangnya, hingga saat ini adopsi digitalisasi UMKM di Indonesia masih minim. Hanung dalam paparannya menyebutkan, baru sekitar 22 juta UMKM atau 34 persen dari total UMKM yang sudah go digital. Masih banyak UMKM yang enggan mengembangkan diri melalui digitalisasi. Pemerintah menargetkan jumlahnya dapat bertambah menjadi 30 juta UMKM tahun 2024.
Visi-misi capres
Tantangan digitalisasi sektor UMKM tersebut telah disadari sepenuhnya oleh para calon pemimpin bangsa ini. Indikasinya terlihat dari visi-misi para pasangan calon presiden-calon wakil presiden yang berlaga pada Pemilihan Presiden 2024. Mereka telah memiliki sejumlah rencana terkait digitalisasi UMKM. Dalam draf visi-misi setiap capres-cawapres, tercatat jelas optimisme para calon tersebut untuk meningkatkan kelas UMKM Indonesia.
Pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, bertekad untuk mendorong pemanfaatan e-commerce dan teknologi informasi oleh UMKM. Pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, pun menawarkan digitalisasi UMKM serta holding pembiayaan ultramikro, seperti program PNM Mekaar. Adapun pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mengagendakan peningkatan peran pelaku usaha dan produk domestik dalam aktivitas ekonomi digital. Tak terkecuali e-commerce untuk mendukung perkembangan UMKM lokal.
Baca juga : Menakar Arah Transformasi Ekonomi Digital Para Calon Pemimpin
Narasi penguatan UMKM itu kembali disuarakan dalam momentum debat perdana cawapres 2024 yang dihelat di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Jumat (22/12/2023). Cawapres nomor urut 1, Muhaimin, menyatakan perlunya literasi digital untuk UMKM guna mendorong pemasaran digital oleh UMKM di tengah persaingan yang ketat. Muhaimin menambahkan, dibutuhkan juga kapasitas teknologi yang memadai, seperti meningkatkan jangkauan dan kecepatan internet.
Dalam pemaparan visi-misinya, Gibran, cawapres nomor urut 2, kembali menekankan perlunya untuk terus menggenjot UMKM dan hilirisasi digital. Mahfud, cawapres nomor urut 3, melengkapi dengan perlunya cyber security untuk menjamin keamanan, baik pelaku maupun pengguna di lokapasar.
Jika segenap gagasan tersebut dipelihara dan benar-benar diupayakan, meraih cita-cita 30 juta UMKM go digital bukanlah hal yang mustahil. Siapa pun yang terpilih nanti, UMKM tetap harus mendapatkan dukungan nyata.
Keberlanjutan UMKM akan turut menentukan nasib sekitar 60 juta pelaku usaha beserta anggota keluarganya. Semakin sejahtera pelaku UMKM, secara tidak langsung akan turut berkontribusi bagi kemajuan ekonomi nasional. Digitalisasi pasar bagi UMKM adalah sebuah keniscayaan di tengah persaingan e-commerce yang cenderung didominasi oleh produk-produk asing. (LITBANG KOMPAS)