Siasat Masyarakat Hadapi Ekonomi 2024
Sebagian publik Indonesia menyambut tahun 2024 dengan sejumlah kekhawatiran karena kondisi global penuh ketidakpastian.
Sebagian publik Indonesia menyambut tahun 2024 dengan sejumlah kekhawatiran karena kondisi perekonomian global masih penuh dengan ketidakpastian. Beragam strategi disiapkan sembari berharap pemerintah mampu membawa ekonomi Indonesia ke arah lebih baik.
Memasuki tahun baru 2024, tersemat harapan-harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Meski demikian, sebagian masyarakat tampak cukup realistis melihat kondisi saat ini, terutama dalam hal perekonomian. Pasalnya, kondisi global masih penuh ketidakpastian, baik dalam politik internasional, ketegangan geopolitik, maupun stabilitas harga komoditas yang berimbas pada volatilitas perekonomian dunia. Sejumlah lembaga menyebutkan bahwa ekonomi tahun 2024 belum tentu akan lebih baik dari tahun lalu, bahkan diprediksi cenderung melemah.
Ketidakpastian kondisi ekonomi tersebut turut dikhawatirkan publik Indonesia. Hasil jajak pendapat Kompas pada 3-5 Januari 2024 menunjukkan, lebih dari separuh responden (54,4 persen) mengkhawatirkan gejolak kenaikan harga kebutuhan pokok. Kekhawatiran lain yang juga banyak diungkapkan responden ialah ancaman krisis global dan ketersediaan lapangan kerja.
Kekhawatiran akan gejolak harga sembako tersebut tak lepas dari situasi melambungnya sejumlah harga barang yang terjadi akhir-akhir ini. Secara global, inflasi masih menjadi persoalan pelik, terutama pascapandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik sejumlah negara.
Meskipun sempat membayangi perlambatan ekonomi, inflasi di Indonesia kini relatif lebih terkendali. Terbaru, inflasi Desember 2023 masih terjaga sebesar 2,61 persen dan dalam rentang target yang ditetapkan pemerintah berkisar 3±1 persen. Angka inflasi ini lebih rendah jika dibandingkan bulan November 2023.
Baca juga: Ekonomi Indonesia Diprediksi Melambat Sampai Dua Tahun ke Depan
Walaupun demikian, terkendalinya inflasi tersebut belum sepenuhnya mampu menekan harga menjadi lebih terjangkau. Sejumlah harga riil kebutuhan terpantau mengalami kenaikan setidaknya sepanjang tahun lalu.
Beras, misalnya, pada awal tahun 2023 harganya rata-rata Rp 10.550 per kilogram, tetapi di pengujung tahun 2023 harganya naik sekitar 18 persen menjadi Rp 12.500 per kilogram. Kenaikan harga ini juga terjadi pada kebutuhan pokok rumah tangga lainnya, seperti gula pasir, minyak goreng, bawang putih, hingga cabai.
Menyeluruh
Kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan itu berpotensi menimbulkan kekhawatiran, terutama dari golongan sosial ekonomi menengah ke bawah. Derajat kekhawatiran ini terbesar berasal dari golongan sosial ekonomi bawah yang jumlahnya mencapai lebih dari dua pertiga responden. Kelompok ini lebih rentan terdampak sehingga dapat mengancam keberlangsungan hidupnya.
Secara umum, fenomena kenaikan harga itu juga dikhawatirkan oleh kalangan masyarakat dengan status sosial ekonomi lebih tinggi. Hanya saja, tingkat kekhawatirannya jauh lebih rendah, yakni sekitar sepertiga dari seluruh responden kelompok ekonomi menengah ke atas. Modal kapital mereka jauh lebih besar sehingga membuat golongan tersebut relatif lebih aman.
Kekhawatiran kelompok atas tersebut tak hanya terpusat pada kenaikan harga. Seperlima responden kelas sosial ekonomi atas juga mengkhawatirkan krisis global yang masih terus mengancam hingga saat ini. Lanskap ekonomi yang lebih luas membuat gejolak ekonomi global berpotensi mengguncang perekonomian mereka secara pribadi. Misalnya saja dalam hal investasi, saham, atau bisnis mereka yang sewaktu-waktu bisa terombang-ambing akibat situasi global.
Tingkat kekhawatiran yang cukup tinggi pada gejolak global itu tampaknya juga berkaitan dengan keberlangsungan pekerjaan mereka. Stabil atau tidaknya perekonomian dunia tentu akan turut menentukan kondisi lapangan pekerjaan sepanjang tahun ini. Pasalnya, sepertiga dari responden kelompok menengah-atas berstatus sebagai karyawan dan pegawai.
Kekhawatiran kelompok mapan tersebut cukup beralasan karena terpuruknya perekonomian global bersamaan dengan disrupsi teknologi telah memengaruhi kondisi lapangan kerja. Dampaknya, muncul fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat melambatnya sejumlah sektor usaha akibat gejolak dunia. Sekitar 15 persen responden merasa khawatir situasi tersebut akan memicu gelombang PHK sewaktu-waktu dan mempersulit mendapatkan kesempatan kerja.
Baca juga: Harapan Ekonomi 2024
Kondisi itu selaras dengan hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia. Keyakinan konsumen, yang merepresentasikan penilaian masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja menyusut di pengujung tahun 2023 jika dibandingkan awal pertengahan tahun lalu. Pada April 2023 keyakinan konsumen masih pada level 136,5 dan menyusut sedikit menjadi 131,4 pada November 2023 lalu.
Fenomena tersebut rentan berpengaruh pada output perekonomian secara nasional. Produksi menurun sehingga akan memicu kenaikan harga secara umum. Hal ini rentan akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya golongan menengah-bawah.
Siasat masyarakat
Menyikapi sejumlah kekhawatiran perekonomian tersebut, publik pun mengatur strategi guna tetap bertahan di tahun ini. Hal yang paling banyak persiapkan adalah mencari sumber pendapatan lain atau sampingan. Penghasilan tambahan ini sebagai persiapan jika sewaktu-waktu harga kebutuhan naik tak terkendali.
Seperti dilakukan Nita (34), karyawan swasta di Semarang, Jawa Tengah. Ibu anak satu itu berjualan buku anak sebagai upaya memperoleh pendapatan sampingan. Ide itu berawal dari kegemaran anaknya pada buku cerita dan menggambar. Sembari berbelanja untuk hobi anaknya, Nita membeli buku lebih dari yang dibutuhkan dan dijual kepada teman-temannya. Tak jarang, Nita turut memburu event bazar yang sering mendatangkan buku-buku impor. Selain kepada teman kerjanya, Nita juga rutin memasarkan usaha sampingannya melalui media sosial.
Di era serba digital saat ini, mencari pendapatan sampingan relatif lebih mudah. Selain dapat menjadi ruang untuk pemasaran, media digital sendiri bisa menjadi tempat meraup rupiah. Misalnya, membuat konten yang dibagikan melalui kanal-kanal media sosial.
Jajak pendapat Litbang Kompas juga menemukan, persiapan dalam bentuk mencari sumber pendapatan tambahan ini dilakukan oleh semua golongan ekonomi. Namun, lebih banyak dilakukan oleh kalangan menengah.
Berbeda halnya dengan siasat yang dilakukan kelompok sosial ekonomi bawah, golongan menengah kini lebih selektif dalam hal konsumsi, yakni mengutamakan pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Pengeluaran untuk kebutuhan sekunder dan tersier untuk sementara diatur lebih ketat.
Baca juga: Optimisme Menyongsong Perekonomian Indonesia 2024
Merujuk catatan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pengeluaran dan konsumsi penduduk Indonesia, porsi pengeluaran pangan oleh kuintil satu adalah yang paling tinggi, mencapai 62,37 persen. Kuintil satu ini merepresentasikan kelompok rumah tangga yang pengeluaran per kapitanya paling rendah dan mengindikasikan berada dalam kemiskinan.
Strategi menghadapi situasi ekonomi saat ini juga turut dilakukan oleh kelompok sosial ekonomi menengah dan atas. Hanya saja, kelompok menengah lebih menekankan pada upaya mencari pendapatan tambahan dan kalangan atas cenderung menyiapkan dana darurat untuk menghadapi ketidakpastian.
Cara bersiasat menghadapi kondisi ekonomi tersebut menjadi hal positif untuk semua kalangan masyarakat. Tampaknya, Covid-19 yang mengacaukan ekonomi kala itu meninggalkan hikmah bagi masyarakat untuk lebih bersiap diri menghadapi segala situasi. Di tengah kondisi darurat saat itu, sejumlah pakar keuangan menyarankan agar masyarakat mencadangkan dana berapa pun nominal simpanannya.
Meski belum semua masyarakat menerapkannya, sekitar 15,6 persen responden mengaku akan memulai untuk menyiapkan dana darurat. Hal ini menjadi langkah baik, tidak hanya bagi setiap individu, tetapi juga bagi perekonomian secara lebih luas. Dengan ketersediaan dana darurat, konsumsi masyarakat akan lebih terjaga. Pada gilirannya, roda perekonomian tetap berjalan, kondisi makro terkendali, dan pada akhirnya akan kembali kepada kemaslahatan masyarakat itu sendiri.
Upaya tersebut akan berjalan lebih optimal lagi dengan dukungan dari pemerintah. Implementasi kebijakan fiskal dan moneter yang tepat dan terukur akan membuat kondisi makroekonomi nasional tetap kondusif sehingga perekonomian tetap tumbuh dinamis dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat luas.
Pada masa akhir jabatan kepemimpinan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’aruf Amin yang hanya tersisa sembilan bulan, publik masih menaruh kepercayaan penuh. Lebih dari tiga perempat responden masih meyakini bahwa pemerintah mampu membawa ekonomi Indonesia di tahun yang penuh tantangan ini tetap berjalan menuju ke arah yang lebih baik. Optimisme publik yang tinggi terhadap pemerintahan juga menjadi modal yang baik bagi masa transisi pemerintahan nanti. (LITBANG KOMPAS)