JAKARTA, KOMPAS — Belum semua buruh di pabrik-pabrik pengolahan menikmati kesejahteraan yang setimpal. Ini terindikasi dari perbandingan antara nilai upah minimum provinsi atau UMP dan upah riil yang diterima oleh buruh.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023, buruh manufaktur di Indonesia secara rata-rata nasional menerima upah riil Rp 92.164 lebih sedikit dari UMP. Dilihat dari sebarannya, buruh sektor manufaktur di 21 dari 34 provinsi di Indonesia menerima upah bersih bulanan lebih kecil dari UMP di provinsi tersebut.
Jumlah selisih antara UMP dan upah riil yang diterima secara rata-rata di 21 provinsi itu mencapai Rp 500.008. Jumlah buruh industri pengolahan di 21 provinsi ini mencapai 4,48 juta orang atau 23,2 persen dari total buruh manufaktur di Indonesia.
”Seharusnya memang UMP adalah upah safety net. Upah riil buruh yang lebih tinggi dibandingkan dengan UMP menunjukkan produktivitas buruh lebih tinggi sehingga pengusaha mau membayar lebih dibandingkan dengan UMP. Sementara buruh yang menerima upah kurang dari UMP mengindikasikan tiga hal, yaitu rendahnya produktivitas, banyaknya pencari kerja, dan sektor industri/formal belum berkembang dengan baik sehingga pengusaha dengan mudah memberikan upah lebih rendah dari UMP karena tetap mendapatkan tenaga kerja yang mau menerima,” kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto, Selasa (6/2/2024).
Berdasarkan data BPS, provinsi dengan selisih upah paling besar adalah Aceh. Buruh pabrik-pabrik pengolahan di provinsi tersebut hanya menerima upah bersih bulanan sebesar Rp 1,68 juta. Padahal, UMP 2023 provinsi ujung barat Indonesia tersebut berada di angka Rp 3,41 juta.
Selain Aceh, provinsi lain dengan kesenjangan antara UMP dan upah riil yang cukup besar adalah Gorontalo (Rp 1.076.169), Nusa Tenggara Barat (Rp 789.890), dan Sumatera Selatan (Rp 725.048). Apabila buruh di keempat provinsi itu dijumlahkan, terdapat sekitar 781.000 buruh industri manufaktur yang menerima upah rata-rata lebih rendah dari UMP provinsi masing-masing.
Di atas UMP
Sementara itu, terdapat 13 provinsi yang buruh industri manufakturnya menikmati upah di atas UMP yang berlaku di provinsi tersebut. Terdapat setidaknya 14,86 juta buruh yang tercakup di daerah-daerah tersebut. Secara rata-rata, buruh manufaktur di 13 provinsi tersebut menerima upah Rp 679.739 lebih tinggi dari UMP.
Paling tinggi berada di Provinsi Kepulauan Riau. Buruh di provinsi yang berbatasan dengan Singapura ini menerima rata-rata upah Rp 5,6 juta pada 2023, tertinggi dari semua provinsi di Indonesia. Sementara UMP di provinsi tersebut adalah Rp 3,2 juta.
Di luar Kepulauan Riau, daerah lain yang memberikan upah lebih tinggi dari UMP bagi buruh manufaktur adalah Jawa Barat (Rp 1.767.984), Banten (Rp 1.433.759), Jawa Timur (Rp 683.217), dan Maluku Utara (Rp 592.154).
PHK mendominasi
Di sisi lain, kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) mendominasi kasus hubungan industrial selama 2023. Penyelesaian secara mediasi masih menjadi favorit. Namun, serikat pekerja perlu diperkuat untuk memperkuat posisi pekerja agar dapat ambil bagian mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja Muhyiddin, Sabtu (3/2/2024), di Jakarta, mengatakan, pada Januari - Desember 2023 terjadi lebih dari 10.000 kasus hubungan industrial. Sebanyak 7.275 kasus merupakan kasus perselisihan PHK, 2.554 kasus perselisihan hak, 387 kasus perselisihan kepentingan, dan 51 kasus perselisihan antarserikat pekerja/buruh.
”Khusus kasus perselisihan PHK, dari total 7.275 kasus, terdapat 1.153 kasus diselesaikan secara bipartit, 5.942 kasus selesai dengan mediasi, dan 3 kasus selesai karena putusan pengadilan. Masih sisa 177 kasus yang belum selesai,” ujarnya.
Menurut Muhyiddin, ada tren kenaikan pengaduan. Dia menduga hal itu dipengaruhi tingginya kesadaran pekerja terhadap hak-hak mereka. ”Kalau melihat penyelesaian kasus melalui bipartit dan mediasi yang mencapai 97,52 persen, kami rasa dua cara itu sudah optimal,” kata Muhyiddin.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah, mengatakan, dari 5.301 pengaduan dugaan pelanggaran hak asasi manusia sepanjang 2022 yang masuk ke Komnas HAM, sebanyak 171 pengaduan merupakan pengaduan ketenagakerjaan. Kasus-kasus ketenagakerjaan yang diadukan ke Komnas HAM, antara lain, pemberangusan serikat pekerja, pemotongan upah tanpa persetujuan, upah tidak layak, dan kasus kecelakaan kerja di smelter nikel Morowali.
”Kasus ketenagakerjaan termasuk salah satu kasus yang selama ini cukup banyak dilaporkan baik oleh individu pekerja maupun serikat pekerja/buruh. Pengaduan mereka masuk ke Komnas HAM sejak lama,” ujarnya.
Anis menilai, banyaknya kasus ketenagakerjaan yang masuk ke Komnas HAM menunjukkan kebijakan ketenagakerjaan belum mampu menciptakan kesejahteraan pekerja. Apalagi, pasca-omnibus law Cipta Kerja, kondisi pekerja semakin penuh tantangan. Ia bahkan meminta omnibus law Cipta Kerja dikaji ulang.
Di tengah tekanan ekonomi, terutama pada sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki, kondisi pekerja pabrik selama satu dekade terakhir relatif tidak berubah. Praktik kerja kontrak, kekerasan berbasis jender, dan tidak mendapat cuti melahirkan masih kerap ditemui.
Aktivis buruh Kokom Komalawati memberikan contoh, pada Februari 2023 sempat viral kasus lembur paksa di salah satu pabrik manufaktur di Jawa Tengah yang kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat dan daerah. Namun, pabrik yang sama kemudian melakukan pelanggaran norma perburuhan lainnya, seperti ancaman berserikat, mutasi dan demosi sepihak, serta PHK dengan dalih habis kontrak.
Jalan terakhir
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri menyampaikan, terkait PHK, Kemenaker selalu memandang bahwa PHK merupakan jalan terakhir dan satu-satunya jika perusahaan mengalami masalah ketahanan finansial.
Implementasinya pun harus berdasarkan kesepakatan dengan pekerja atau serikat pekerja. Hak dan kewajiban pekerja - pengusaha harus diselesaikan dalam proses PHK.
Pelaksana Tugas Harian Ketua Umum Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, semisal ada keluhan pelanggaran ketenagakerjaan yang dilaporkan kepada pelaku usaha anggota Kadin, lembaganya akan melakukan mediasi. ”Sebagai bentuk mitigasi, kami terbuka untuk melakukan komunikasi dengan teman- teman di sektor tenaga kerja,” ujar Yukki. (MED/DIM/BRM/Litbang Kompas)