Relasi Elektoral Anies-Muhaimin dengan PKB, Nasdem, dan PKS
Pasangan Anies-Muhaimin memiliki relasi elektoral yang kuat dan linier dengan PKB, Nasdem, dan PKS.
Pasangan calon presiden-wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengalami relasi elektoral yang relatif linier dengan tiga partai politik pengusungnya di Pemilu 2024. Keduanya mengalami hubungan resiprokal yang saling memberikan insentif elektoral.
Hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan pascapencoblosan (exit poll) pada 14 Februari 2024 merekam, gejala kuatnya hubungan keterpilihan antara pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan tiga partai politik pengusung, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Kuatnya relasi ini terekam dari distribusi suara keduanya yang saling memberikan pengaruh elektoral. Hal ini terlihat dari distribusi pemilih Anies-Muhaimin yang lebih banyak menjatuhkan pilihan kepada tiga partai politik pengusungnya tersebut. Dari total pemilih pasangan capres-cawapres nomor urut 1 ini, separuh lebih (56,6 persen) menjatuhkan pilihan kepada tiga parpol tersebut.
Dari separuh lebih distribusi pilihan tersebut, PKS mendapatkan limpahan suara paling besar dibandingkan dengan PKB dan Nasdem. Sebanyak 26 persen dari distribusi suara Anies-Muhaimin menjatuhkan pilihan kepada partai berlambang bulan sabit dan padi ini. Sisanya, sebagian besar mengalir ke PKB dan kemudian Nasdem.
Distribusi aliran pendukung Anies-Muhaimin yang terbaca di survei pascapencoblosan ini relatif meningkat jika dibandingkan dengan survei Litbang Kompas periode Desember 2023. Di survei akhir tahun tersebut distribusi pemilih Anies-Muhaimin yang mengarahkan pilihan kepada tiga parpol pengusungnya berada di angka 51,3 persen.
Artinya, ada peningkatan sekitar lima persen dari pemilih Anies-Muhaimin yang mengarahkan dukungan kepada PKB, Nasdem, dan PKS. Di survei Desember 2023 tersebut, distribusi dukungan juga lebih banyak ke PKS.
Lalu, bagaimana dengan distribusi di tiap-tiap pemilih PKB, Nasdem, dan PKS? Jika sebagian besar pemilih Anies-Muhaimin menjatuhkan pilihan kepada tiga parpol tersebut, hal yang lebih kurang sama juga ditemukan pada tiap-tiap pemilih dari ketiga partai ini, meskipun dengan derajat loyalitas yang berbeda.
Merujuk survei pascapencoblosan 14 Februari 2024, dari total pemilih PKB, tidak sepenuhnya mengarahkan dukungan kepada Anies-Muhaimin. Sebagian pemilih partai berlambang bola dunia yang dikelilingi sembilan bintang ini juga terdistribusi kepada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, bahkan angkanya cenderung lebih besar.
Dari pemilih PKB, pasangan Anies-Muhaimin meraih 36,6 persen limpahan suara. Sementara pemilih PKB yang menjatuhkan dukungan kepada Prabowo-Gibran mencapai 45,6 persen.
Kecenderungan terbelahnya pemilih PKB yang terdistribusi kepada pasangan Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin ini sebenarnya juga terbaca dari hasil survei periode Desember 2023.
Saat itu survei merekam hal yang sama. Sepertiga lebih pemilih PKB (34,2 persen) menjatuhkan pilihan kepada Prabowo-Gibran dan kurang dari sepertiga lainnya (27,5 persen) mengikuti arah politik partai dengan memilih Anies-Muhaimin.
Sebaliknya, dari pemilih Nasdem dan PKS cenderung lebih banyak yang mengarahkan dukungan kepada Anies-Muhaimin. Hampir separuh pemilih Nasdem (49,2 persen) dan separuh lebih pemilih PKS (65,2 persen) mengarahkan pilihan kepada Anies-Muhaimin di pemilihan presiden pada 14 Februari. Kondisi ini juga sudah terbaca polanya saat survei Desember 2023.
Baca juga: Tiga Penyebab Prabowo-Gibran Unggul
Resiprokal
Merujuk pada dinamika data di atas, terlihat ada pola hubungan yang resiprokal atau timbal balik antara pasangan capres-cawapres, yakni Anies-Muhaimin dan ketiga parpol pengusungnya (PKB, Nasdem, dan PKS).
Pemilih Anies-Muhaimin banyak yang menjatuhkan pilihan kepada ketiga parpol tersebut di pemilihan anggota legislatif. Sebaliknya, tiap-tiap pemilih dari ketiga partai politik tersebut juga memberikan dukungan lebih banyak kepada pasangan Anies-Muhaimin di pemilihan presiden.
Hubungan resiprokal ini pada akhirnya membuat tingkat elektoral keduanya meningkat, meskipun tidak di posisi paling unggul secara nasional.
Hasil survei Litbang Kompas periode Desember 2023 menunjukkan pasangan Anies-Muhaimin mendapat raihan elektoral di angka 16,7 persen. Angka ini mengalami lonjakan di hitung cepat 14 Februari 2024 dengan raihan keterpilihan di angka 25,23 persen.
Sementara itu, jika merujuk pada data sementara rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (real count) per 22 Februari 2024 dari total 61 persen tempat pemungutan suara yang sudah masuk, pasangan Anies-Muhaimin mendapatkan suara mencapai 24,09 persen. Dinamika data ini menunjukkan pasangan Anies-Muhaimin memiliki tren kenaikan.
Tren kenaikan yang sama secara umum juga dialami oleh ketiga parpol pengusungnya. PKB, misalnya, di hasil hitung cepat Litbang Kompas meraih angka elektoral mencapai 10,71 persen. Versi rekapitulasi KPU angkanya malah lebih tinggi, yakni mencapai 11,81 persen. Padahal, jika merujuk Pemilu 2019, suara PKB tercatat ada di angka 9,69 persen.
Sementara Partai Nasdem dan PKS relatif bertahan dengan angka elektoral yang tidak jauh berbeda dengan perolehan suaranya di Pemilu 2019.
Di hasil hitung cepat Litbang Kompas, Nasdem meraih 9,96 persen dan berdasarkan rekapitulasi KPU juga tak jauh beda, yakni 9,40 persen. Hal ini relatif sama dengan raihan suara Nasdem di Pemilu 2019 yang mencapai 9,05 persen.
Kecenderungan yang sama juga terekam pada PKS. Perolehan suara partai ini di Pemilu 2019 mencapai 8,21 persen. Persentase yang lebih kurang sama juga tertangkap di hasil hitung cepat Litbang Kompas dengan 8,37 persen. Sementara di data rekapitulasi KPU angkanya mencapai 7,48 persen.
Pada akhirnya, rekam jejak elektoral pasangan Anies-Muhaimin dengan ketiga partai politik pengusungnya memang relatif linier, berjalan beriringan dan saling memberikan insentif elektoral.
Kondisi serupa juga terlihat dari dua pasangan capres-cawapres lainnya, meskipun dengan derajat yang berbeda. Pasangan Prabowo-Gibran, yang unggul di hasil hitung cepat Litbang Kompas dan data sementara rekapitulasi KPU, tidak diikuti dengan keunggulan Partai Gerindra sebagai partai politik pengusung utamanya. Meskipun demikian, perolehan suara Gerindra relatif tidak jauh berbeda dengan raihan suara pada Pemilu 2019.
Kecenderungan yang sama juga terjadi di pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. PDI Perjuangan yang menjadi penopang utama pasangan ini justru berada di puncak perolehan suara partai politik, meskipun Ganjar-Mahfud, pasangan capres-cawapres yang diusungnya, berada di posisi paling bawah setelah pasangan Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin.
Tampak relasi elektoral antara pasangan capres-cawapres di satu sisi ada yang bergerak linier dan kuat, di sisi yang lain ada yang bergerak tidak linier. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Prabowo Menang, tetapi Gerindra Kalah?