APBN Berbasis Jender dan Investasi Negara pada Kaum Perempuan
Kebijakan khusus negara pada kaum perempuan sudah menjadi perhatian pemerintah sejak era Presiden Abdurrahman Wahid.
Dalam peringatan Hari Perempuan Sedunia, 8 Maret 2024, Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan dunia untuk terus aktif mengatasi diskriminasi perempuan. Seruan Guterres ini didasarkan pada kenyataan bahwa masih ada miliaran perempuan dan anak perempuan termarjinalisasi serta menghadapi ketidakadilan dan diskriminasi. Di Indonesia, Komnas Perempuan mencatat, pada 2023 masih ada 289.111 kasus kekerasan yang dialami perempuan.
Lebih lanjut, Guterres juga meminta negara-negara di dunia untuk memberikan anggaran bagi program-program yang mendukung kaum perempuan. Langkah ini bukan hanya untuk pemenuhan hak-hak perempuan semata, melainkan juga mendorong kemajuan menuju dunia yang lebih adil dan setara.
Jauh sebelum Guterres mengingatkan investasi terhadap perempuan, Pemerintah Indonesia sudah memulai keberpihakan anggaran negara kepada kesetaraan jender. Kebijakan ini dimulai pada 2000 pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Jender dalam Pembangunan Nasional.
Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender dalam kehidupan berbangsa. Inpres ini juga menyebutkan segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan pengarusutamaan jender dibebankan kepada APBN dan APBD.
Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini menjadi terobosan baru Indonesia dalam mempertimbangan aspek jender pada setiap kebijakan pemerintah. Melihat dasar pertimbangan yang dilakukan, kebijakan pemerintahan Gus Dur ini melengkapi langkah pemerintahan sebelumnya.
Kebijakan sebelumnya tersebut antara lain ialah meratifikasi konvensi dunia terhadap dikriminasi perempuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Langkah lainnya ialah membentuk kementerian yang khusus membidangi urusan pemberdayaan perempuan sejak tahun 1978.
Hal yang membedakan dari keputusan besar pemerintahan Gus Dur tersebut ialah optimalisasi upaya pengarusutamaan jender secara terpadu dan terkoordinasi. Inpres No 9/2000 tersebut disertai pedoman pengarusutamaan jender yang berisi rincian pelaksanaan, pemantauan, evaluasi pembiayaan, serta pelaporan kegiatan pelaksanaan pengarusutamaan jender. Dalam hal pelaporan, Presiden Gus Dur meminta Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan melaporkan hasil pelaksanaan pengarusutamaan jender secara berkala terkait hasil capaian dan hambatan yang terjadi.
Titik tolak optimalisasi keberpihakan jender yang dimulai pada 24 tahun yang lalu tersebut kemudian diikuti sejumlah kebijakan selanjutnya. Pada 2005, terbit Peraturan Presiden No 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009.
Dalam salah satu sasaran pembangunan RPJMN 2004-2009 itu dicantumkan tujuan pembangunan untuk menjamin keadilan jender bagi peningkatan peran perempuan dalam berbagai bidang pembangunan yang tecermin dalam berbagai perundangan, program pembangunan, membaiknya angka GDI (Gender-related Development Index), membaiknya angka GEM (Gender Empowerment Measurement), serta menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kebijakan pembangunan berbasis jender
Derap langkah pembangunan berbasis jender tersebut kian meluas hingga daerah dan terpadu dengan melibatkan berbagai lembaga negara. Dalam hal kebijakan hingga provinsi dan kabupaten/kota terbit Keputusan Menteri Dalam Negeri No 132/2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan di Daerah.
Keputusan itu mengamanatkan dua hal mendasar, yaitu alokasi anggaran minimal 5 persen dari APBD untuk kebijakan pengarusutamaan jender dan mengamanatkan pembentukan lembaga yang menangani pengarusutamaan jender di daerah.
Regulasi tersebut kemudian dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 15/2008 dan Permendagri No 67/2011 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Ketentuan baru tersebut mengamanatkan Bappeda untuk mengintegrasikan kebijakan perencanaan dan penganggaran pengarusutamaan jender di daerah pada setiap tahun.
Adapun langkah untuk memadukan kebijakan pembangunan berbasis jender terlihat pada 2012 melalui Surat Edaran Bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasonal/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG).
Untuk menjalankan agenda pembangunan yang berwawasan jender dan melakukan evaluasi, pemerintah juga menyusun Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Penyusunan kedua indeks ini ditangani oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dari laman BPS terlihat tahun awal data Indeks Pembangunan Gender ialah 2010.
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) lebih menyoroti dimensi keterwakilan di parlemen, pengambilan keputusan, dan distribusi pendapatan. Adapun penyusunan Indeks Pembangunan Gender melihat tiga dimensi capaian dasar manusia, yaitu dimensi umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Ketiga komponen ini sama persis dengan indikator yang dipakai dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan membandingkan antara capaian IPM perempuan dan laki-laki.
Hal lain yang dilakukan pemerintah ialah merancang APBN Responsif Jender. Sejak 2021, Kementerian Keuangan memberikan inovasi baru dalam APBN, yaitu pemberian dana alokasi khusus (DAK) nonfisik untuk pelayanan perlindungan perempuan dan anak. Merujuk publikasi nota keuangan dan RAPBN 2024, dana pelayanan perlindungan perempuan dan anak diarahkan untuk tiga kluster kegiatan.
Ketiganya ialah bantuan operasional pelayanan perlindungan perempuan dan anak; bantuan operasional pencegahan perlindungan perempuan dan anak; dan bantuan operasional manajemen perlindungan perempuan dan anak. Dalam RAPBN tahun anggaran 2024, pemerintah dan DPR menyepakati besaran dana pelayanan perlindungan perempuan dan anak dialokasikan sebesar Rp 132 miliar. Jumlah tersebut sama dengan anggaran tahun 2023.
APBN responsif jender
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menguraikan, pemerintah telah memasukkan APBN gender responsive budgeting sebagai bagian dari kebijakan untuk mengatasi ketimpangan jender. Dalam forum G20 Women’s Empowerement Kick-Off Meeting pada 22 Desember 2021, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, APBN responsif jender dimulai dari tahapan perencanaan, penganggaran, pemonitoran, hingga tracking bagaimana belanja negara mendukung terciptanya kesetaraan jender di Indonesia.
Salah satu program nyata pemerintah untuk mendukung pemberdayaan perempuan ialah Program Keluarga Harapan. Program ini menyasar 10 juta keluarga yang mendapatkan bantuan tunai dari pemerintah. Bantuan tersebut sebagian besar diterima oleh ibu rumah tangga.
Program lain ialah penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). Hingga 26 Desember 2023, penyaluran KUR sudah mencapai Rp 255,8 triliun untuk 4,5 juta debitor. Menkeu Sri Mulyani menjelaskan sebagian besar KUR yang disalurkan itu dinikmati oleh UMKM yang sebagian besar dikelola oleh perempuan. Belum lagi berbagai program perlindungan sosial dalam APBN yang juga banyak menyasar kaum perempuan.
Ragam kebijakan berbasis jender tersebut jamak ditemui di sejumlah negara di dunia untuk membangun kesetaraan jender. Dari publikasi USAID, beberapa negara yang berhasil membangun kesetaraan dengan penganggaran jender ialah Kanada, Austria, dan Swedia.
Kanada fokus melaksanakan enam bidang utama yang memerlukan perubahan untuk memajukan kesetaraan jender. Keenam bidang tersebut ialah pendidikan/keterampilan, partisipasi ekonomi, kepemimpinan demokratis, akses peradilan untuk menangani kekerasan jender, pengentasan kemiskinan, dan kesejahteraan.
Adapun inisiatif penganggaran jender Austria lebih menekankan pada dukungan kuat regulasi dan kebijakan. Pemerintah Austria mewajibkan setiap lembaga/kementerian dalam Laporan Anggaran Tahunan memiliki setidaknya satu sasaran program yang secara langsung berkaitan dengan kesetaraan jender.
Baca juga: Kiprah Perempuan Kian Besar dalam Perekonomian
Salah satu strategi yang dilakukan Austria terhadap penganggaran jender ialah mewajibkan pemerintah melakukan pengujian dampak kesetaraan jender dari setiap undang-undang atau peraturan yang dibuat.
Ragam upaya yang dilakukan sejumlah negara tersebut, termasuk Indonesia, merupakan bentuk investasi negara pada kaum perempuan. Tujuannya ialah mengatasi ketidakadilan dan diskriminasi yang dialami kaum perempuan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Kompleksitas Kesetaraan Hak Perempuan di Indonesia