Tahun Ketiga Perang Rusia-Ukraina (II): Benarkah F-16 Mengatasi Kelemahan Ukraina?
Jika F-16 akhirnya turut bertempur dalam perang Ukraina, akan menjadi ajang pembuktian pesawat tempur legendaris ini.
Hingga hari ke-778 ini, perang antara Ukraina dan Rusia telah melibatkan berbagai jenis persenjataan buatan negara-negara Barat. Tercatat mulai dari rudal panggul Javelin, Stinger, roket HIMARS, drone Bayraktar, sistem rudal Patriot, drone Kamikaze, hingga tank tempur utama Leopard dan M1A1 Abrams.
Menggunakan senjata-senjata bantuan Barat tersebut, Ukraina mampu menangkal serangan masif dari Rusia, baik di udara maupun darat, sehingga invasi Rusia mandek di posisi saat ini. Tak hanya mandek, berbekal senjata canggih serta kegigihan tekad sudah tiga kali militer Ukraina memukul mundur ribuan tentara Rusia dan persenjataannya.
Yang pertama adalah kemampuan Ukraina mengusir Rusia dari upaya mengepung ibu kota Kyiv pada pertempuran 11 Maret 2022, di mana iring-iringan tank dan kendaraan lapis baja Rusia mencapai panjang 64 km. Menggunakan kombinasi drone Bayraktar II, sistem pertahanan udara portabel (manpads) Javelin dan tembakan artileri presisi saat itu Ukraina mampu membuat pasukan Putin buyar dari target menguasai ibu kota Kyiv.
Kedua adalah pada saat pembebasan Provinsi Kharkiv melalui serangan pendadakan Ukraina pada Oktober 2022. Ini melibatkan kemampuan pengecohan oleh pasukan khusus Ukraina yang menimbulkan efek kekacauan dan kebingungan di garis belakang pasukan Rusia. Akibatnya, Rusia terpaksa menarik mundur pasukan dari sebagian besar garis depan wilayah Kharkiv.
Yang ketiga adalah mundurnya puluhan batalyon infanteri pasukan Rusia dari wilayah provinsi Kherson 12 November 2022. Hasil itu dicapai setelah kelihaian siasat pasukan Ukraina yang secara bertahap memojokkan ribuan tentara Rusia di sebuah enklave kawasan di sisi barat Sungai Dnipro.
Alhasil, dengan semua keunggulan persenjataan sekelas adidaya terbukti Rusia belum mampu maju lebih jauh dari garis depan perbatasan yang terentang dari sisi utara di Kharkiv hingga selatan di Zaporizhiya sepanjang sekitar 1.000 km. Pengeboman terhadap infrastruktur sipil Ukraina menggunakan kombinasi rudal balistik, rudal jelajah, drone Kamikaze hingga rudal hipersonik terbukti belum menundukkan moral bangsa Ukraina.
Setelah kisah direbutnya kota Bakhmut oleh tentara bayaran Wagner pada Februari-Mei 2023, gerak maju Rusia tertahan selama hampir setahun. Catatan Kompas (11/3/2023) menunjukkan, saat itu terjadi perang daya tahan (attrition war) dimana tidak ada pihak yang memiliki keunggulan militer yang pasti. Apalagi senjata-senjata canggih NATO juga semakin banyak dipasok ke Ukraina.
Selain itu, dalam tubuh militer Rusia terjadi peristiwa polemik perpecahan antara Presiden Vladimir Putin dan pemimpin grup Wagner Yevgeny Progozhin yang sebelumnya menjadi tulang punggung dalam merebut kota-kota Ukraina. Bahkan pada 23 Juni 2023, pasukan Prighozhin menyerbu kota Rusia Rostov-on-Don yang menjadi basis logistik amunisi peperangan.
Namun, sejak pertengahan Februari 2024 lalu, Rusia kembali mengubah strategi perang dengan metode yang mengombinasikan serangan masif didahului pengeboman menggunakan bom layang (glide bomb) berukuran besar. Metode ini dilakukan Rusia untuk memukul mundur pasukan Ukraina di garis depan tanpa perlu terlalu dekat ke garis depan yang pekat sistem pertahanan udara portabel.
Para teknisi perang Rusia mengubah bom konvensional seri FAB (fugasnaya avia bomba atau aerial demolition bomb) menjadi bom pintar yang mampu menyasar target dengan akurasi tinggi. Metode itu terbukti cukup efisien menggempur pasukan Ukraina yang dalam kondisi kekurangan amunisi dan persenjataan saat ini.
Baca juga: Tahun Ketiga Perang Rusia-Ukraina (I): Menunggu ”Godot” F-16
Seretnya persetujuan pencairan bantuan keuangan dari Kongres AS dan lambatnya bantuan negara NATO lainnya membuat pasukan Ukraina bertahan dengan sisa-sisa amunisi terakhir. Dalam sejumlah kesaksian pasukan Ukraina, sebagian dari mereka bahkan terpaksa mundur dari medan laga karena tidak memiliki bekal pertahanan persenjataan dan logistik untuk sekadar bertahan hidup.
Menjelang serangan besar Rusia yang diyakini akan dilakukan sekitar dua bulan mendatang di musim semi daratan Ukraina, militer Ukraina tampak sangat memerlukan kehadiran pesawat tempur modern.
Tantangan duel udara Vladimir Putin
Tahun 2023 lalu Rusia telah memperingatkan negara Barat agar tidak mengirimkan F-16 ke Ukraina setelah Presiden AS Joe Biden mengubah pendiriannya yang membolehkan pada awal tahun 2023 terkait pengiriman F-16 kepada Ukraina.
CNN edisi 20 Mei 2023 mencatat respons Deputi Menteri Luar Negeri Rusia, Alexander Grushko, yang menyatakan hal itu. ”Kami melihat bahwa negara Barat masih menuju skenario eskalasi perang, yang bisa mengakibatkan risiko luar biasa bagi mereka sendiri,” kata Grushko mengomentari izin re-ekspor F-16 negara Barat ke Ukraina oleh Presiden Biden. Risiko luar biasa itu artinya perang terbuka Rusia vs NATO.
Namun, seiring kesulitan dalam realisasi pemberian F-16 ke Ukraina dan fakta terdesaknya pasukan Zelenskyy di medan perang, agaknya membuat Putin mulai berubah pikiran. Alih-alih menentang pengiriman F-16 kini Presiden Rusia itu justru menantang Barat untuk berani menurunkan jet andalan NATO itu ke medan laga Ukraina.
Pada saat berbicara kepada pilot angkatan udara Rusia, 7 Maret 2024, Vladimir Putin menyinggung tingkat hubungan yang tidak pernah ”seburuk ini” dengan AS. Padahal, menurut Putin, Rusia tidak memiliki rencana menyerang negara-negara tetangga Ukraina yang tergabung dalam NATO, termasuk Swedia dan Finlandia yang baru saja bergabung dengan NATO.
”Jika mereka memasok F-16 dan mereka tampaknya melatih pilot, hal ini tidak akan mengubah situasi di medan perang. Dan kami akan menghancurkan pesawat tersebut sama seperti saat kami menghancurkan tank, kendaraan lapis baja, dan peralatan lainnya, termasuk beberapa peluncur roket,”papar Putin.
Seperti diketahui, hampir semua senjata konvensional andalan NATO sudah diterjunkan ke medan laga Ukraina untuk bertarung secara nyata dengan alutsista Rusia dari berbagai matra. Sejauh ini, di matra udara belum ada pertarungan nyata senjata barat versus Rusia, khususnya antara jet tempur andalan masing-masing negara.
Tak ingin persenjataan jet tempur Rusia terlihat inferior dan kalah pamor dari gertakan F-16, Presiden Vladimir Putin pun tampaknya kini membuka peluang duel udara sesungguhnya.
Sebagai catatan, jet tempur yang dipakai Ukraina selama ini merupakan buatan era Uni Soviet yang meskipun sama dengan yang dipakai Rusia, teknologinya ketinggalan. Pada awal perang tahun 2022, Ukraina memiliki 71 pesawat tempur Su-27s dan MiG-29, 14 pesawat pengebom Su-24M, dan 31 pesawat serang Su-25.
Baca juga: Serangan Balik Ukraina Mendapat Tambahan ”Vitamin” Baru
Pada laga perang tahun 2022 itu saja, Ukraina sudah kehilangan 62 jet tempurnya. Kemudian pada tahun 2023 seiring datangnya bantuan berbagai sistem pertahanan udara dari Barat, pesawat yang kalah bertempur berkurang drastis menjadi hanya 7 jet tempur.
Pada tahun 2024, Ukraina diperkirakan setidaknya memiliki 78 pesawat berkemampuan tempur termasuk hasil donasi Slovakia dan Polandia yang telah mentransfer sekitar 33 jet tempur MiG-29 ke Ukraina. Bandingkan dengan kemampuan tempur Rusia yang masih memiliki 1.169 pesawat dengan kemampuan produksi per tahun berkisar 36 pesawat tempur baru.
Standar tinggi pesawat tempur F-16
Di sisi lain, Putin tetap mengintimidasi negara-negara yang nantinya mungkin menjadi titik peluncuran/penerbangan F-16 akan dianggap sasaran sah untuk diserang. Walaupun di atas kertas ini bisa jadi berarti serangan terhadap sebuah negara NATO, tampaknya secara diplomatis Putin akan mengambil risiko ancaman itu secara terbatas.
Ancaman Putin tersebut terkait proyeksi penggunaan pangkalan udara sejumlah negara tetangga Ukraina, yang termasuk anggota NATO, untuk penerbangan F-16 mengingat pesawat ini memiliki persyaratan yang sangat ketat. Persyaratan itu sulit dipenuhi oleh kondisi Ukraina yang dalam situasi perang dan banyak bandara rusak akibat serangan rudal Rusia.
Misalnya jet ini butuh landasan yang lebih panjang, rata, dan bersih ketimbang landasan yang mampu didarati pesawat-pesawat jet Rusia. F-16 tidak dirancang untuk landasan pacu Ukraina yang rusak dan terkadang berbentuk darurat. Belum lagi kebutuhan untuk tak terpantau radar mata-mata Rusia pada saat pesawat F-16 sedang take off atau disimpan di hanggar.
Lubang masuk udara mesin turbojet (intake) di bawah badan pesawat F-16 lebih rendah ketimbang pesawat jenis MIG dan Sukhoi Rusia yang lebih tinggi. Banyak pesawat tempur era Soviet dirancang untuk beroperasi dalam kondisi landasan buruk, dan memiliki penutup di saluran masuk udara untuk mencegah mesin menyedot puing-puing saat pesawat berada di landas pacu darurat.
Juru bicara angkatan udara Ukraina, Yuri Ihnat, mengakui persoalan teknis tersebut kepada media Politico (29/2/2024). ”Falcons memang memerlukan beberapa adaptasi, persiapan landasan pacu karena roda pendaratan lebih halus, kecil, saluran masuk udaranya rendah, bahaya menelan benda. Tapi semuanya hal ini bisa diatasi. F-16 adalah pesawat yang berharga, tetapi rawan,”kata Yuri Ihnat.
Para ahli militer mengatakan, F-16 tidak akan memenangkan perang dengan sendirinya. Namun, mereka akan memberi Ukraina kemampuan penting yang tidak dimilikinya saat ini.
”Dengan perencanaan yang matang, ada kemungkinan pada tahap awal sebelum Rusia memahami apa yang terjadi, mereka dapat mencetak angka pembunuhan udara-ke-udara dengan menempatkan pesawat tempur F-16 di tempat dan waktu yang tepat,” kata Peter Layton, pengamat militer Associate Fellow di Royal United Services Institute kepada media Kyivindependent (17/1/2024).
”Rudal udara-ke-udara AMRAAM yang dapat ditembakkan dari platform tersebut memiliki jangkauan yang lebih jauh dibandingkan senjata yang dapat dipasang pada MiG-29 Ukraina. Namun, hal ini hanya akan menjadi keuntungan taktis sebelum Rusia beradaptasi dengan menyeret pesawat mereka lebih jauh ke belakang dari garis depan,” katanya.
Sebuah F-16 versi termutakhir dengan paket lengkap diperkirakan bisa mencapai nilai sekitar satu triliun rupiah saat ini, meski belum pasti jenis yang mana akan diberikan kepada Ukraina. Total produksi pesawat ini lebih dari 4.500 unit digunakan 25 negara di seluruh dunia.
Meski pertama dibuat di 1978, hingga kini jet ringan multiperan ini masih diproduksi pabrik Lockheed Martin, AS, karena kecanggihannya terus ditingkatkan dan performa terbang-tempur yang andal. F-16 dikenal dengan kemampuan manuver yang lincah di udara, radar dan rudal yang andal, dan terpenting telah battle proven dalam berbagai pertempuran.
Pelatihan pilot F-16
Sejauh ini, Belanda dan Denmark adalah negara-negara awal yang bersedia memberikan atau menjual F-16 kepada Ukraina. Belanda menyediakan 24 unit F-16 dari armada operasionalnya, tetapi menegaskan syarat memiliki lapangan terbang yang cocok untuk mengoperasikan pesawat tempur tersebut dan personel terlatih untuk pemeliharaan.
Denmark juga menyatakan persyaratan serupa. Total lebih dari 60 pesawat F-16 ditawarkan oleh Norwegia, Denmark, Belanda, dan Belgia akan diberikan untuk Ukraina. Meski demikian, menurut The New York Times, Ukraina mungkin hanya menerima enam dari 45 jet tempur F-16 buatan AS yang dijanjikan oleh sekutu Barat pada Juli 2024.
Baca juga: Third Year of the Russo-Ukrainian War (I): Waiting for the F-16 ”Godot”.
Penyebab utama penundaan ini adalah keterlambatan pelatihan pilot Ukraina di Pangkalan Udara di Rumania. Meskipun pelatihan ini berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan standar normal, pelatihan ini masih lebih lambat dari yang diharapkan oleh Ukraina dan sekutunya, karena pilot harus menguasai bahasa Inggris dan praktik militer Barat agar dapat menggunakan F-16 secara efektif.
Untuk melatih pilot-pilot Ukraina, sebanyak 11 negara berkoalisi. Dibutuhkan waktu antara tiga bulan hingga sembilan bulan bagi pilot Ukraina untuk menyelesaikan pelatihan F-16. Belanda, bersama dengan Denmark memimpin upaya Eropa untuk menyediakan pelatihan F-16 kepada Ukraina. Pelatihan pilot ada di Amerika Serikat, Romania, dan Denmark.
Pilot Ukraina akan mulai lulus dari pelatihan jet tempur F-16 pada Mei 2024. AS sendiri melatih 12 pilot Ukraina. Para pilot tersebut sudah menerbangkan F-16 sendirian setiap hari. Namun, persyaratan untuk pilot-pilot ini telah berubah dan pelatihan membutuhkan waktu lebih lama karena pilot harus mampu mengoperasikan berbagai misi di luar skenario masa perang.
Kedatangan F-16 tampaknya akan memancing pilot-pilot tempur Rusia menunjukkan tajinya, termasuk dengan menunjukkan apakah performa mesin Sukhoi yang lebih besar dari F-16 akan berguna dalam pertempuran udara sebenarnya. (Bersambung) (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Kinzhal, Rudal Hipersonik Rusia yang Bisa Dicegat Ukraina